SUARA UTAMA – Surabaya, 10 November 2025 – Pemerintah telah membentuk Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024. Lembaga baru di bawah presiden ini akan melaksanakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai tahun anggaran 2026. Berdasarkan dokumen rencana APBN 2026, program tersebut dialokasikan anggaran sebesar Rp 268 triliun.
Di sisi lain, data Kementerian Keuangan menunjukkan adanya penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) pada tahun yang sama sebesar Rp 269,9 triliun. Kesamaan nominal ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai keterkaitan antara dua kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Reformasi Gizi dan Perubahan Pola Fiskal
Sebelum pembentukan BGN, kebijakan gizi dan pangan dilaksanakan melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikelola pemerintah daerah, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
Dengan beroperasinya BGN, seluruh kegiatan yang berkaitan dengan program makan bergizi akan dikelola secara terpusat oleh lembaga ini, termasuk perencanaan, pengadaan bahan pangan, dan distribusi di daerah.
Beberapa kalangan menilai langkah tersebut dapat mempercepat pelaksanaan program nasional, namun di sisi lain, muncul kekhawatiran mengenai berkurangnya peran pemerintah daerah dalam pengelolaan anggaran gizi masyarakat.
Tanggapan dan Pandangan Publik
Pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai hubungan antara berkurangnya TKD dengan alokasi anggaran BGN. Namun, Kementerian Keuangan sebelumnya menjelaskan bahwa penyesuaian transfer ke daerah dilakukan untuk “meningkatkan efisiensi belanja negara dan mengarahkan dukungan fiskal pada program prioritas nasional”.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, menilai perlunya transparansi dalam peralihan anggaran tersebut.
“Pemerintah sebaiknya menjelaskan secara terbuka sumber pembiayaan program ini agar tidak menimbulkan persepsi bahwa dana daerah dialihkan tanpa mekanisme yang jelas. Transparansi dan pengawasan publik menjadi kunci,” ujar Rinto saat dihubungi Suara Utama, Senin (10/11).
Rinto juga menekankan pentingnya landasan hukum yang kuat dalam pengelolaan dana publik.
“Program sebesar ini idealnya memiliki dasar hukum di tingkat undang-undang, bukan hanya peraturan presiden, agar pengawasan publik dapat berjalan sesuai prinsip akuntabilitas fiskal,” tambahnya.
Dampak terhadap Daerah
Penurunan dana transfer berpotensi memengaruhi kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai berbagai program publik, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Beberapa pemerintah daerah menilai kebijakan ini perlu disertai mekanisme koordinasi yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih antara program pusat dan daerah.
Namun, sejumlah pengamat menilai pendekatan terpusat dapat memberikan keseragaman dalam pelaksanaan program gizi, terutama di wilayah dengan tingkat kemiskinan dan stunting yang tinggi.
Dasar Hukum dan Pengawasan
BGN beroperasi berdasarkan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2024 yang merujuk pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Program MBG akan diawasi oleh kementerian terkait serta lembaga pemeriksa eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Meski demikian, pengawasan publik terhadap lembaga baru ini masih menjadi perhatian sejumlah pihak, mengingat besarnya dana yang akan dikelola. Pemerhati kebijakan publik menilai penting adanya sistem audit berkala dan pelaporan terbuka untuk menjamin akuntabilitas.
Kesimpulan
Pembentukan BGN menandai perubahan besar dalam tata kelola kebijakan gizi nasional.
Program Makan Bergizi Gratis diharapkan mampu meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak usia sekolah, namun pelaksanaannya menuntut keterbukaan informasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Transparansi sumber pendanaan, kejelasan dasar hukum, dan efektivitas pengawasan publik akan menjadi faktor penentu keberhasilan program ini.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














