Sejumlah pihak di ruang publik kembali menyoroti pernyataan akademisi dan tokoh publik Ade Armando, yang dinilai sebagian kalangan memenuhi unsur penistaan atau penghinaan agama. Namun hingga saat ini, belum ada putusan hukum berkekuatan tetap (inkracht) yang menyatakan dirinya bersalah atas tuduhan tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Konteks Kasus
Ade Armando diketahui pernah dilaporkan ke pihak kepolisian terkait dugaan pelanggaran Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama. Kasus tersebut sempat berstatus penyidikan di Polda Metro Jaya, namun kemudian dihentikan melalui Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
Pihak pelapor dikabarkan menggugat SP3 tersebut ke Pengadilan Negeri, dan hasil putusan menyatakan penghentian penyidikan tidak sah. Meski demikian, belum ada tindak lanjut hukum baru yang memastikan apakah kasus tersebut akan dibuka kembali atau diteruskan oleh penyidik.
Fakta Hukum yang Berlaku
Dalam konteks hukum di Indonesia, seseorang dapat dinyatakan melakukan penistaan agama jika memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP, yaitu:
1. Menyatakan perasaan permusuhan atau penyalahgunaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,
2. Dilakukan dengan sengaja dan di muka umum,
3. Disertai maksud tertentu yang merendahkan atau menodai ajaran agama.
Selain itu, UU ITE Pasal 28 ayat (2) juga dapat digunakan bila dugaan pelanggaran terjadi di media sosial atau platform digital dan menimbulkan kebencian berbasis SARA.
Namun demikian, penilaian akhir mengenai terpenuhinya unsur pidana hanya dapat ditetapkan melalui proses peradilan dan putusan hakim, bukan opini publik atau tekanan sosial.
Pandangan Publik dan Etika Komunikasi
Pernyataan dan sikap Ade Armando yang kerap kontroversial di ruang publik sering memicu reaksi keras, terutama dari kelompok masyarakat yang menilai ada unsur penghinaan terhadap simbol-simbol agama.
Sementara itu, sebagian pihak lain berpendapat bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk kebebasan berekspresi akademik dan politik, selama tidak disertai niat merendahkan agama tertentu.
Seruan untuk Tetap Objektif
Rilisan ini menegaskan pentingnya membedakan antara opini dan fakta hukum.
Tuduhan penistaan agama terhadap Ade Armando pernah diproses hukum, namun belum menghasilkan vonis pengadilan.
Publik dan media diimbau tidak mengedepankan narasi provokatif, melainkan mengikuti perkembangan hukum secara resmi.
Pihak berwenang diharapkan bersikap transparan bila ada perkembangan baru dalam proses penyidikan atau gugatan lanjutan.
Kesimpulan
Hingga saat ini, status hukum Ade Armando masih belum terbukti bersalah secara hukum atas tuduhan penistaan agama. Segala bentuk opini atau klaim tentang pemenuhan unsur penistaan tetap harus merujuk pada proses hukum dan prinsip praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam sistem hukum Indonesia.
—
📰 Catatan Redaksi:
Rilisan ini disusun berdasarkan data publik dan sumber hukum terbuka. Informasi akan diperbarui bila ada perkembangan resmi dari aparat penegak hukum.
Penulis : Ziqro Fernando
Editor : Ziqro Fernando
Sumber Berita : Tim wartawan















