SUARA UTAMA, Surabaya, 29 Oktober 2025 — Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah mengkaji ulang wacana pemangkasan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini sebesar 11 persen. Langkah ini menjadi bagian dari strategi menjaga daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi dan penurunan penerimaan negara.
Dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (29/10), Purbaya menegaskan bahwa keputusan penurunan tarif PPN belum akan dilakukan dalam waktu dekat. Pemerintah menunggu stabilitas penerimaan pajak dan cukai serta hasil evaluasi ekonomi hingga kuartal I 2026.
“Kami masih menghitung ulang. Kalau penerimaan pajak dan cukai sudah benar-benar stabil, baru kita lihat kembali kemungkinan penyesuaian PPN,” ujar Purbaya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dorongan Dunia Usaha: Hati-Hati Namun Positif
Dari kalangan dunia usaha, Yulianto Kiswocahyono, S.E., S.H., BKP, Konsultan Pajak Senior sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, menyampaikan pandangan bahwa langkah tersebut perlu dikaji secara matang.
“Penurunan tarif PPN bisa menjadi sinyal positif bagi daya beli dan pelaku usaha. Namun, pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menurunkan penerimaan negara dan memperlebar defisit fiskal,” tegas Yulianto.
“Yang terpenting adalah konsistensi kebijakan dan transparansi fiskal. Dunia usaha membutuhkan kepastian agar bisa menyesuaikan strategi bisnis dengan kebijakan pajak pemerintah,” tambahnya.
Pertimbangan Fiskal dan Risiko Defisit
Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga triwulan III tahun 2025, penerimaan pajak mengalami perlambatan, yang menyebabkan ruang fiskal semakin terbatas. Dalam situasi ini, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan pemangkasan tarif PPN tidak menimbulkan risiko defisit yang berlebihan.
“Kebijakan pajak tidak bisa diambil terburu-buru. Kita harus pastikan keseimbangannya antara stimulus ekonomi dan keberlanjutan fiskal,” ujar Purbaya menegaskan kembali.
Langkah Selanjutnya
Kajian mendalam akan melibatkan Direktorat Jenderal Pajak, lembaga riset fiskal, serta masukan dari pelaku ekonomi nasional dan daerah. Pemerintah menargetkan hasil kalkulasi ulang selesai pada awal tahun depan sebelum diputuskan dalam sidang kabinet ekonomi.
Wacana penurunan tarif PPN sebelumnya juga mendapat perhatian dari kalangan legislatif, di mana beberapa anggota DPR mengusulkan agar tarif bisa diturunkan menjadi sekitar 8 persen untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Kesimpulan
Pemerintah memastikan bahwa penurunan tarif PPN masih sebatas kajian dan belum ditetapkan secara resmi. Kajian tersebut dilakukan sebagai langkah antisipatif untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan keberlanjutan fiskal nasional.
SUARA UTAMA mencatat bahwa langkah pemerintah ini menandai pendekatan hati-hati dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional menjelang tahun fiskal 2026.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














