SUARA UTAMA – Surabaya, 28 Oktober 2025 — Pajak tidak hanya soal angka dan peraturan, melainkan juga tentang keadilan sosial serta keberpihakan negara kepada masyarakat. Pandangan tersebut disampaikan oleh Eko Wahyu Pramono, S.Ak, anggota Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) sekaligus pemegang Izin Kuasa Hukum (IKH) Pajak, dalam pemaparannya kepada wartawan SUARA UTAMA pada Selasa (28/10/2025) di Surabaya.
Dalam kesempatan tersebut, Eko menegaskan bahwa konsep substance over form seharusnya tidak berhenti sebagai jargon akademik, tetapi menjadi prinsip utama dalam sistem perpajakan nasional yang berkeadilan.
“Kita sering kali terjebak pada bentuk formal, bukan pada substansi. Padahal pajak itu bukan hanya what, tapi juga why, mengapa kebijakan dibuat, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang menanggung akibatnya,” ujar Eko.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pajak Sebagai Instrumen Keadilan Sosial
Eko menilai pajak seharusnya menjadi alat keadilan sosial dan pemerataan ekonomi, bukan semata-mata kewajiban administratif. Ia juga menyoroti perlakuan pajak yang masih membedakan antara warga negara dan orang asing.
“Warga negara Indonesia dikenai pajak atas penghasilan di seluruh dunia (worldwide income), sementara orang asing hanya atas penghasilan lokal (territorial income). Ini menyangkut asas keadilan yang seharusnya dikaji ulang,” tegasnya.
Pembelajaran tentang Substansi dan Formalitas
Dalam bagian lain paparannya, Eko membagikan pengalaman pribadinya semasa kuliah pada tahun 2018. Saat itu, dalam ujian komprehensifnya, ia mendapat topik mengenai leasing suatu hal yang belum ia pahami dengan baik.
“Saya waktu itu tidak mengerti leasing, tapi bisa lulus juga. Dari situ saya belajar bahwa substansi sering kali lebih penting daripada sekadar formalitas,” kenangnya sambil tersenyum.
Eko menjelaskan bahwa pengalaman tersebut menjadi pengingat penting bahwa dalam dunia perpajakan, pemahaman substansi ekonomi di balik transaksi jauh lebih bermakna daripada sekadar bentuk atau tata cara administratif. Prinsip inilah yang menurutnya perlu diterapkan dalam praktik perpajakan di Indonesia.
Dorongan Reformasi Efisiensi dan Kepastian Hukum
Lebih lanjut, Eko mengkritisi lamanya proses penyelesaian keberatan pajak yang hingga kini masih ditetapkan selama 12 bulan tanpa perubahan berarti sejak regulasi tahun 1983.
“Jika ingin ekonomi bergerak cepat, proses keberatan sebaiknya dipersingkat menjadi enam bulan. Dengan begitu, sistem menjadi lebih efisien dan mampu mendukung percepatan arus ekonomi nasional,” katanya.
Menurut Eko, sistem perpajakan yang ideal harus berdiri di atas lima pilar utama, yaitu efisiensi, keadilan, kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sosial.
“Jika hukum pajak tidak efisien, perputaran uang akan tersendat. Dan bila hukum tidak adil, kepatuhan masyarakat juga akan menurun,” jelasnya.
Kritik terhadap Kebijakan Fiskal yang Tidak Berimbang
Eko juga menyoroti kebijakan fiskal yang dinilainya belum berpihak kepada masyarakat kecil, terutama dalam hal subsidi kendaraan listrik.
“Bayangkan, masyarakat kecil membeli kebutuhan sehari-hari dikenai PPN, sementara pengusaha mobil listrik justru mendapat subsidi. Padahal dananya bersumber dari pajak rakyat. Ini jelas tidak selaras dengan prinsip keadilan,” ujarnya.
Ajakan untuk Mengedepankan Substansi dalam Kebijakan Pajak
Menutup paparannya, Eko menyerukan agar seluruh pihak yang terlibat dalam dunia perpajakan mulai dari konsultan, praktisi, hingga aparat fiskus meninjau kebijakan dengan pendekatan yang lebih substansial.
“Jangan berhenti pada angka dan pasal. Pahami juga alasan di balik setiap kebijakan. Di situlah ruh perpajakan yang sesungguhnya,” pungkasnya.
Tentang IWPI (Ikatan Wajib Pajak Indonesia)
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) merupakan organisasi yang berfokus pada edukasi, advokasi, dan penguatan hak serta kewajiban wajib pajak di Indonesia. IWPI berkomitmen untuk mewujudkan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berkeadilan sosial sesuai dengan nilai-nilai konstitusi dan tujuan pembangunan nasional.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














