Oleh: Mas Andre Hariyanto, Pimpinan Jurnalis & Wartawan Media Nasional Suara Utama, Dapur Pena dan Ini Kabar
SUARA UTAMA – Menjadi wartawan bukan sekadar pekerjaan mencari berita atau menulis laporan untuk memenuhi halaman media. Profesi wartawan sejatinya adalah amanah besar – sebuah tanggung jawab moral, sosial, bahkan spiritual. Karena di balik setiap kata yang tertulis, ada konsekuensi yang tidak hanya di dunia, tetapi juga di hadapan Allah di akhirat kelak.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra’: 36)
Ayat ini menjadi pengingat kuat bagi siapa pun yang berprofesi sebagai penyampai informasi, khususnya wartawan. Setiap berita yang ditulis, setiap kata yang dipublikasikan, akan ditanya: Apakah itu benar? Apakah itu menimbulkan kebaikan atau justru fitnah?
Tugas Mulia, Tapi Penuh Ujian
Wartawan sejatinya adalah “penjaga kebenaran” dan “penyampai nurani masyarakat.” Namun di era digital yang serba cepat dan penuh informasi hoaks, godaan untuk menulis tanpa verifikasi, membuat judul bombastis, atau menyebarkan berita demi klik dan popularitas sangat besar.
Padahal Rasulullah SAW telah memperingatkan:
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta jika ia menceritakan setiap apa yang didengarnya.” (HR. Muslim)
Artinya, seorang wartawan sejati tidak boleh asal menulis, apalagi menyebarkan kabar yang belum jelas kebenarannya. Setiap informasi harus diuji, ditelusuri sumbernya, dan disampaikan dengan niat tulus untuk menegakkan kebenaran.
Tinta Wartawan Adalah Amanah
Tinta seorang wartawan bisa menjadi pahala yang mengalir, tetapi bisa pula menjadi dosa yang berat. Ketika tulisannya menyebarkan kebenaran, menenangkan masyarakat, atau menegakkan keadilan – maka setiap huruf akan menjadi saksi amal kebaikan.
Namun jika tulisannya menimbulkan fitnah, kebencian, dan kebohongan, maka tinta itu bisa menjadi “racun sosial” yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Karena itu, wartawan bukan sekadar pekerja pena, tetapi juga pejuang nilai. Dalam dunia yang penuh manipulasi, wartawan harus berani menjadi pembawa cahaya – bukan bara api perpecahan.
Integritas dan Niat yang Lurus
Setiap wartawan perlu selalu memperbarui niatnya. Menulis bukan semata karena profesi, tapi karena ibadah. Integritas adalah kunci utama — menulis dengan hati nurani, bukan atas tekanan, bukan karena imbalan, tetapi karena tanggung jawab moral dan iman.
Sebuah tulisan mungkin hanya dibaca sesaat oleh manusia, tetapi tercatat abadi oleh malaikat. Maka berhati-hatilah dengan apa yang ditulis dan disiarkan. Karena pena wartawan adalah saksi yang kelak berbicara di hari pengadilan akhirat.
Profesi wartawan memang berat, namun sangat mulia bila dijalankan dengan kejujuran dan ketulusan. Dunia membutuhkan wartawan yang tidak hanya cerdas, tapi juga beriman; tidak hanya berani, tapi juga berakhlak.
Semoga para wartawan, termasuk penulis, senantiasa diberi kekuatan untuk menjaga kebenaran tulisan, menjunjung etika, dan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas setiap kata yang diabadikan.
Penulis : Andre Hariyanto
Editor : Aisyah Putri Widodo
Sumber Berita : Redaksi Suara Utama














