SUARA UTAMA – Jakarta, 7 Oktober 2025 – Bjorka, hacker yang sudah lama menjadi sorotan, kembali menghebohkan dunia maya Indonesia. Kali ini, hacker yang dikenal dengan nama samaran tersebut diduga membocorkan data pribadi dari 341.000 personel Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Kebocoran data ini tak hanya mengejutkan, tetapi juga menyoroti seriusnya celah dalam sistem keamanan data negara.
Bocoran Data yang Mengguncang Dunia Maya
Aksi terbaru Bjorka ini terjadi beberapa hari setelah penangkapan seorang pria berinisial WFT (22) yang mengaku sebagai Bjorka. Namun, status asli WFT dalam peretasan ini masih belum jelas. Dalam unggahan yang dibuat oleh Bjorka, ia mengklaim telah mengakses dan membocorkan data milik 341 ribu anggota Polri yang meliputi nama lengkap, pangkat, satuan tugas, hingga kontak pribadi seperti nomor telepon dan email. Data ini diyakini berasal dari periode 2016 hingga 2017, yang berarti sebagian besar personel yang tercantum sudah tidak aktif.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kelemahan Sistem Keamanan Data Negara
Kasus ini menyoroti kerentanan serius dalam sistem keamanan data institusi negara. Menurut para ahli, kebocoran data semacam ini bukan hanya soal peretasan biasa, tetapi juga tamparan keras bagi kemampuan Indonesia dalam melindungi data pribadi warganya. Praktisi Hukum, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP., menyebutkan bahwa kebocoran ini menunjukkan bahwa pengelolaan data negara masih sangat lemah, meskipun Polri dan instansi terkait lainnya telah mengklaim memiliki sistem proteksi data yang ketat.
Yulianto menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi data pribadi setiap warganya, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Pasal tersebut menyatakan bahwa “Setiap Pengendali Data Pribadi wajib menjamin perlindungan Data Pribadi agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berwenang.” Kewajiban ini juga mencakup perlindungan terhadap data pribadi yang dimiliki oleh instansi pemerintah.
“Kebocoran data ini jelas menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi di Indonesia belum optimal. Negara wajib melindungi data pribadi warganya, sesuai amanat UU PDP yang juga mewajibkan negara untuk mengatur, mengawasi, dan memastikan agar data pribadi tidak jatuh ke tangan yang salah,” ujar Yulianto. “Jika negara tidak mampu menjaga data pribadi yang sangat sensitif, kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan dan lembaga negara akan terganggu.”
Tanggapan dari Polri dan Pemerintah
Kepolisian Republik Indonesia melalui Polda Metro Jaya mengonfirmasi bahwa mereka tengah menyelidiki kebocoran data ini, meskipun mereka menyatakan bahwa data yang bocor kemungkinan besar sudah tidak valid karena mencakup data lama. Namun, pihak Polri menegaskan bahwa penyelidikan tetap dilanjutkan untuk memastikan sumber dan keaslian data tersebut.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga diharapkan untuk turut terlibat dalam proses investigasi, mengingat pentingnya penguatan sistem keamanan siber di sektor publik. Lembaga-lembaga ini diharapkan dapat menyusun langkah-langkah strategis untuk memperkuat regulasi dan implementasi perlindungan data pribadi.
Komentar Praktisi Hukum
Eko Wahyu Pramono, seorang praktisi hukum ikut berkomentar pada masalah perlindungan data pribadi dan regulasi siber, Eko menilai kebocoran data ini sebagai suatu masalah yang sangat serius dalam konteks hukum. Menurutnya, insiden ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum memiliki regulasi perlindungan data yang memadai untuk menghadapi ancaman yang ada.
“Kebocoran data seperti ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa sistem perlindungan data pribadi di Indonesia masih jauh dari cukup. Meskipun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah mulai diberlakukan, namun implementasinya masih sangat lemah,” ujar Eko. “Lebih dari itu, pembocoran data ini tidak hanya berdampak pada privasi individu, tetapi juga pada integritas lembaga negara. Ini bisa mengancam kepercayaan publik terhadap institusi-institusi yang seharusnya menjamin keamanan data warganya.”
Eko juga mengingatkan bahwa kasus ini perlu ditangani dengan serius oleh pihak berwenang, tidak hanya dalam hal penegakan hukum terhadap pelaku, tetapi juga dalam memperbaiki regulasi dan teknologi yang digunakan untuk mengelola data.
“Penting bagi pemerintah untuk segera menguatkan regulasi dan meningkatkan infrastruktur keamanan data. Selain itu, kerjasama antara pihak pemerintah dan sektor swasta juga diperlukan untuk memastikan sistem keamanan yang lebih tangguh di masa depan,” tutupnya.
Pentingnya Regulasi Perlindungan Data Pribadi
Kebocoran data ini menjadi pengingat penting bagi Indonesia untuk segera merampungkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah lama tertunda. Selain itu, kejadian ini juga membuka mata publik dan pemerintah bahwa serangan siber semakin berkembang pesat dan lebih sulit dilawan. Tindak lanjut yang tegas, baik berupa kebijakan maupun langkah-langkah praktis, diperlukan untuk melindungi data warga negara dan mencegah kebocoran serupa di masa depan.
Kesimpulan
Insiden kebocoran data ini menegaskan bahwa di era digital, informasi adalah kekuatan. Siapa yang memiliki akses dan kontrol atas data pribadi akan menentukan arah kekuasaan di dunia maya. Oleh karena itu, saat ini pertanyaannya adalah siapa yang benar-benar siap menghadapi tantangan ini pemerintah, masyarakat, ataukah justru para hacker yang semakin canggih? Pemerintah dan lembaga terkait harus segera merespons kebocoran ini dengan penguatan regulasi dan sistem pengamanan data nasional agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














