SUARA UTAMA – Pemerintah menegaskan komitmennya menjaga daya beli masyarakat di tengah fluktuasi harga energi dan nilai tukar rupiah. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, hingga 31 Agustus 2025, realisasi subsidi dan kompensasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mencapai Rp218 triliun atau 43,7 persen dari total pagu Rp498,8 triliun tahun 2025.
“Dari sisi anggaran, pagu subsidi dan kompensasi untuk tahun 2025 sebesar Rp498,8 triliun dengan realisasi hingga Agustus mencapai Rp218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari pagu tersebut,” ungkap Menkeu dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (30/9), dikutip dari laman resmi Kemenkeu.
Menurut Menkeu, besarnya realisasi subsidi dan kompensasi dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak mentah dunia (ICP), depresiasi rupiah, serta peningkatan volume barang bersubsidi. Meski pemerintah telah menyesuaikan harga BBM dan tarif listrik sejak 2022, sebagian besar harga jual masih di bawah tingkat keekonomian.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemerintah tetap memberikan subsidi dan kompensasi untuk menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat, sehingga masyarakat dapat menikmati harga BBM, LPG, listrik, dan pupuk lebih murah melalui subsidi,” jelasnya.
Sebagai contoh, harga Pertalite saat ini Rp10.000 per liter, padahal harga keekonomian mencapai Rp11.700 per liter. Artinya, APBN menanggung Rp1.700 per liter atau 15 persen. Untuk solar, masyarakat hanya membayar Rp6.800 per liter dari harga keekonomian Rp11.950 per liter, sehingga APBN menanggung Rp5.150 per liter atau 43 persen. Sementara itu, LPG 3 kg bahkan masih disubsidi hingga 70 persen dari harga keekonomian.
“Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” tegas Menkeu.
DPR Ingatkan Penyaluran Lebih Efisien
Menanggapi laporan Menkeu, anggota Komisi XI DPR RI, Vivi Sumanti, menekankan perlunya pengawasan ketat agar subsidi benar-benar diterima masyarakat yang membutuhkan.
“Subsidi memang penting untuk menjaga daya beli, tetapi harus dipastikan tidak salah sasaran. Jangan sampai dinikmati kelompok mampu atau diselewengkan dalam distribusinya,” kata Vivi di sela rapat kerja.
Pandangan Pengamat Ekonomi
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Bhima Yudhistira, menilai langkah pemerintah menjaga harga melalui subsidi masih relevan, terutama di tengah gejolak ekonomi global. Namun ia mengingatkan agar pemerintah mulai mendorong transformasi subsidi ke arah bantuan langsung.
“Selama ini subsidi energi banyak dinikmati masyarakat menengah atas. Solusi jangka panjang adalah menggeser sebagian anggaran subsidi ke skema bantuan sosial langsung berbasis data terpadu, agar lebih adil dan efisien,” ujarnya.
Suara Pengusaha: Stabilitas Harga Jadi Prioritas
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menilai subsidi energi berperan penting dalam menjaga stabilitas harga dan biaya produksi, khususnya bagi sektor UMKM dan transportasi.
“Bagi dunia usaha, terutama transportasi dan UMKM, subsidi solar maupun listrik sangat membantu menjaga biaya operasional. Namun pemerintah juga perlu memastikan bahwa subsidi ini tidak mengurangi ruang fiskal untuk program pembangunan jangka panjang,” kata Shinta.
Ormas Islam Dorong Subsidi Lebih Tepat Sasaran
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan agar kebijakan subsidi tidak hanya fokus pada energi, tetapi juga diarahkan untuk mendukung kebutuhan dasar masyarakat kecil.
“Subsidi energi memang penting, tapi jangan lupakan aspek lain seperti pangan dan pendidikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa subsidi benar-benar menjadi instrumen keadilan sosial, bukan hanya angka dalam APBN,” ujar Haedar.
Senada, Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan perlunya kontrol distribusi LPG 3 kg agar tidak dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak berhak.
“Banyak keluhan di lapangan terkait kelangkaan LPG 3 kg. Ini menandakan ada masalah dalam distribusi. Pemerintah harus memperketat pengawasan agar tabung gas bersubsidi hanya sampai ke rumah tangga miskin,” tegas Yahya.
Konsumsi Barang Bersubsidi Terus Naik
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, konsumsi barang bersubsidi meningkat sepanjang Januari–Agustus 2025. Konsumsi BBM tumbuh 3,5 persen, LPG 3 kg naik 3,6 persen, pelanggan listrik bersubsidi naik 3,8 persen, dan pupuk melonjak hingga 12,1 persen.
“Ini peningkatan terbesar. Kondisi ini mengindikasikan bahwa subsidi menjadi instrumen penting untuk menjaga kestabilan harga serta daya beli masyarakat. Namun, peningkatan volume ini juga memerlukan perhatian agar penyaluran subsidi lebih terkendali dan tepat sasaran,” pungkas Menkeu.














