Suara Utama – Tinjauan sistematis dan meta analisis yang dilakukan oleh Anna Meijer dan kolega pada tahun 2020 silam dengan judul dampak aktivitas fisik terhadap struktur otak dan fungsi neurofisiologis pada anak menemukan bahwa aktivitas fisik telah dikaitkan dengan berbagai manfaat fisik, perilaku, kognitif, dan akademis. Di sisi lain, semakin banyak literatur yang menunjukkan bahwa mayoritas populasi anak-anak bahkan tidak mencapai 60 menit aktivitas fisik intensitas sedang per hari yang direkomendasikan untuk anak-anak. Prevalensi gaya hidup sedentari di kalangan anak-anak meningkat pesat. Kurangnya aktivitas fisik yang nyata di kalangan anak-anak sangat mengkhawatirkan mengingat bukti yang ada mengenai manfaat aktivitas fisik terhadap perkembangan otak. Efek menguntungkan dari aktivitas fisik pada otak dianggap memiliki efek yang lebih tahan lama di masa kanak-kanak dibandingkan dengan masa dewasa, menunjukkan bahwa aktivitas fisik di masa kanak-kanak juga berkontribusi pada fungsi otak dalam kehidupan dewasa. Sejalan dengan ide ini, aktivitas fisik juga disarankan sebagai pengobatan potensial untuk meningkatkan perkembangan otak pada populasi klinis pediatrik, seperti anak-anak dengan depresi atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Studi intervensi olahraga menunjukkan efek menguntungkan pada gejala perilaku dan kognitif ADHD. Selain itu, fungsi otak yang berubah dan disfungsi kognitif telah ditemukan pada anak-anak yang mengalami obesitas dibandingkan dengan anak-anak yang lebih kurus. Studi terbaru menunjukkan bahwa olahraga juga memiliki efek menguntungkan pada kognisi pada populasi ini. Namun demikian, hingga saat ini, mekanisme saraf dasar mana yang memunculkan efek menguntungkan dari aktivitas fisik pada anak-anak masih belum banyak diketahui.
Temuan dari ilmu saraf fundamental telah mengidentifikasi beberapa jalur yang dapat memengaruhi struktur otak dan fungsi neurofisiologis melalui aktivitas fisik. Aktivitas fisik tunggal (atau aktivitas fisik jangka pendek) telah terbukti secara langsung meningkatkan aliran darah otak dan memicu peningkatan neurotransmiter yang memfasilitasi proses kognitif (misalnya epinefrin, dopamin. Efek langsung yang dihasilkan dari aktivitas fisik tunggal ini sering disebut sebagai efek akut. Aktivitas fisik berkelanjutan yang lebih lama (aktivitas fisik jangka panjang) dianggap memicu jalur tambahan yang memberikan efek menguntungkan pada perkembangan otak. Aktivitas fisik jangka panjang telah terbukti meningkatkan kadar faktor neurotropik (misalnya faktor neurotropik yang berasal dari otak dan faktor pertumbuhan saraf), yang diketahui meningkatkan pembentukan pembuluh darah saraf dan neurogenesis. Efek berkepanjangan dari aktivitas fisik jangka panjang ini sering disebut sebagai efek kronis. Efek akut dan kronis yang diamati menunjukkan bahwa aktivitas fisik berpotensi mengubah struktur otak dan fungsi neurofisiologis melalui mekanisme diferensial.
Penelitian pada anak telah mengungkapkan hubungan antara kebugaran fisik—yang dianggap sebagai ukuran tidak langsung aktivitas fisik jangka panjang —dengan struktur otak serta fungsi neurofisiologis. Mengenai struktur otak, misalnya, studi pencitraan resonansi magnetik (MRI) cross-sectional pada anak-anak usia 9-10 tahun menunjukkan bahwa kebugaran aerobik yang lebih tinggi berkaitan dengan volume otak yang lebih besar, termasuk volume ganglia basal dan hipokampus bilateral. Mengenai fungsi neurofisiologis, sejumlah studi elektroensefalografi (EEG) cross-sectional pada anak-anak usia 9-10 tahun menunjukkan bahwa kebugaran aerobik yang lebih tinggi berkaitan dengan alokasi sumber daya atensi yang lebih besar pada tugas-tugas yang mengukur pengendalian interferensi, fleksibilitas kognitif, pemrosesan bahasa dan pemrosesan matematika. Meskipun studi potong lintang ini menunjukkan hubungan antara kebugaran fisik dan mekanisme saraf serta mendukung gagasan bahwa aktivitas fisik jangka panjang memiliki efek menguntungkan pada otak anak, studi hubungan ini tidak memberikan bukti kausal. Sebaliknya, studi efektivitas intervensi, seperti uji coba terkontrol acak (RCT) dan uji coba silang, diperlukan untuk mengevaluasi efek kausal. Hal ini seperti dikutip dari tinjauan sistematis dan meta analisis yang dilakukan oleh Anna Meijer dkk yang dipublikasi 5 tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Studi ini merupakan tinjauan sistematis dan meta-analisis pertama yang berfokus pada efek kausal aktivitas fisik terhadap struktur otak dan fungsi neurofisiologis anak-anak dari sampel sehat dan klinis. Berdasarkan 26 studi dengan desain RCT atau crossover yang mewakili 973 anak yang unik, hasilnya memberikan bukti perubahan yang diinduksi aktivitas fisik pada pengukuran neuroimaging, khususnya efek menguntungkan aktivitas fisik dalam skala kecil terhadap fungsi neurofisiologis anak-anak. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya aktivitas fisik bagi perkembangan otak anak-anak.
Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh John Best yang dipublikasi pada fahun 2010 dengan judul Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Fungsi Eksekutif Anak: Kontribusi Penelitian Eksperimental tentang Latihan Aerobik mengungkapkan bahwa Fungsi eksekutif adalah istilah umum yang mencakup proses kognitif yang bertanggung jawab untuk mengatur dan mengendalikan perilaku yang diarahkan pada tujuan. Meskipun masih menjadi bahan perdebatan, salah satu kerangka teori terkemuka menyatakan bahwa Fungsi Eksekutif terdiri dari tiga komponen dasar: inhibisi, pembaruan memori kerja, dan pergeseran. Ketiga komponen ini diyakini terikat oleh beberapa proses dasar yang sama, tetapi digunakan secara berbeda berdasarkan tugas yang dihadapi untuk memandu perilaku. Studi analisis faktor mendukung kerangka kerja ini pada dewasa muda dan juga menunjukkan bahwa Fungsi Eksekutif anak-anak diatur dengan cara yang serupa, meskipun mungkin tanpa komponen inhibisi yang jelas.
Berdasarkan kerangka kerja komponen ini, tugas yang berbeda tampaknya memerlukan komponen fungsi eksekutif yang berbeda, misalnya, tugas flanker Eriksen menilai inhibisi dengan mengharuskan anak-anak untuk menghambat perhatian terhadap pengalih perhatian dan untuk fokus secara sempit pada stimulus target.
Sirkuit saraf di dalam korteks prefrontal (PFC) sangat penting untuk fungsi eksekutif dimana tidak seperti wilayah otak lain yang bertanggung jawab atas pemrosesan motorik dan sensorik, perkembangan bicara dan bahasa, serta perhatian, PFC matang di akhir masa remaja. Selama periode imaturitas ini, perubahan progresif dan regresif (misalnya, mielinisasi dan pemangkasan sinaptik) terjadi secara bersamaan dan sebagian didorong oleh pengalaman anak. Periode perkembangan otak yang berlarut-larut ini diparalelkan dengan periode perkembangan kognitif yang berlarut-larut. Fungsi eksekutif melibatkan proses kompleks dan non-otomatis yang mengoordinasikan proses kognitif tingkat rendah dengan cara yang berorientasi pada tujuan, fungsi eksekutif yang mengikuti jadwal perkembangan yang lebih panjang, mencapai kematangan pada suatu titik di masa remaja atau awal dewasa. Seiring bertambahnya usia, anak-anak dan remaja menunjukkan kompetensi yang lebih besar pada tugas-tugas yang menilai setiap komponen fungsi eksekutif secara individual, tetapi juga pada tugas-tugas yang memerlukan koordinasi beberapa komponen (misalnya, memanipulasi informasi dalam memori kerja sambil menghambat informasi yang mengganggu).
Perkembangan kognitif dan saraf yang berlarut-larut ini mungkin menjadi salah satu petunjuk untuk memahami mengapa fungsi eksekutif anak-anak sensitif terhadap efek latihan aerobik. Baik fungsi eksekutif maupun sirkuit saraf yang mendasarinya masih belum matang di akhir masa kanak-kanak dan bahkan remaja, dan oleh karena itu, pengalaman tertentu dapat memfasilitasi perkembangan mereka atau meningkatkan fungsi mereka untuk sementara. Latihan aerobik tampaknya menjadi pengalaman yang akan berdampak positif pada fungsi Eksekutif dan sirkuit saraf pendukungnya.
Penulis :
dr. Hendriko, M.A.R.S., Sp.KFR
Anggota IDI Cabang Kota Bogor – Dokter RS Hermina Bogor














