SUARA UTAMA – BUMN kembali mencuri perhatian publik. Di bawah kepemimpinan Erick Thohir, sejumlah program seperti efisiensi dan restrukturisasi telah berjalan, namun sorotan terhadap mismanajemen terus mengemuka—terutama dari Presiden Prabowo Subianto—yang belakangan “turun tangan” dalam bentuk instruksi langsung untuk mengatasi persoalan BUMN.
Pandangan Media & Respons Prabowo
- Dalam konferensi infrastruktur internasional, Presiden Prabowo mengungkapkan kekecewaannya terhadap BUMN Karya yang terus-menerus menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui permintaan Penyertaan Modal Negara (PMN). Pengamat menilai ini sebagai bentuk “luapan kejengkelan” secara terbuka (Rmol.id).
- Prabowo juga secara tegas menyindir bahwa ada “pengelolaan BUMN yang tidak masuk akal”—perusahaan yang merugi tetapi memiliki komisaris yang berlebihan. Ia meminta agar jumlah komisaris dipangkas menjadi maksimal empat hingga enam orang sesuai standar efisiensi (RCTI+).
- Sesuai arahan Prabowo, Menteri Erick Thohir menyatakan akan memangkas jumlah komisaris dan perjalanan dinas untuk BUMN sebagai upaya efisiensi operasional—khususnya di bank Himbara—dan tengah dibahas bersama CEO Danantara, Rosan Roeslani (detikcom).
- Selain itu, Prabowo memberi instruksi khusus kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara—bukan kepada Erick Thohir langsung—untuk membereskan persoalan BUMN, mengingat skala aset negara di BUMN cukup besar (lebih dari USD 1.000 triliun) (RCTI+).
- Kompas menilai BUMN saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada program transformasi digital dan ekspansi global yang patut diapresiasi. Namun, fakta bahwa masih banyak BUMN merugi menunjukkan “mismanajemen struktural” yang belum disentuh secara serius.
- Tempo lebih tajam. Mereka menyebut Erick Thohir terjebak dalam “politik pencitraan” BUMN: gencar kampanye keberhasilan, tetapi rapuh dalam audit mendalam. Tempo bahkan menyindir bahwa peran Prabowo turun tangan menandakan kepercayaan publik terhadap Erick kian merosot.
- Media Indonesia mencoba lebih moderat. Mereka menyoroti langkah Prabowo sebagai bentuk kepemimpinan kuat yang ingin memastikan BUMN sebagai tulang punggung ekonomi benar-benar sehat, bukan sekadar jargon.
Pendapat Akademisi & Pakar Ekonomi
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
- Prof. Faisal Basri (Ekonom UI) menilai mismanajemen BUMN bukan hanya soal Erick Thohir, melainkan warisan panjang tata kelola yang sarat kepentingan politik. “BUMN sering jadi sapi perah politik, bukan sekadar entitas bisnis,” ujarnya.
- Dr. Bhima Yudhistira (CELIOS) menambahkan bahwa beban utang BUMN, terutama di sektor konstruksi dan energi, berpotensi menjadi fiscal risk. Menurutnya, turun tangannya Prabowo harus dipandang serius agar ada intervensi langsung terhadap kebocoran dan tata kelola yang lemah.
- Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, menegaskan perlunya payung hukum yang lebih kuat agar pengelolaan BUMN tidak tunduk pada kepentingan sesaat.
Pandangan Politisi
- Politisi Koalisi Pemerintah menyambut positif langkah Prabowo. “Presiden menunjukkan kepemimpinan tegas. BUMN harus jadi lokomotif, bukan beban,” ujar seorang anggota DPR Komisi VI.
- Tokoh senior PDI-P bahkan menyebut bahwa kasus ini harus menjadi alarm agar jabatan Menteri BUMN tidak sekadar panggung politik, melainkan benar-benar dijalankan dengan profesionalitas.
Pandangan Ormas Islam dan Masyarakat Sipil
- Nahdlatul Ulama (NU) mengingatkan agar pengelolaan BUMN berbasis pada kepentingan rakyat kecil. “BUMN bukan milik elite, tetapi amanah konstitusi,” kata salah satu kiai muda NU.
- Muhammadiyah menekankan pentingnya akuntabilitas. Mereka mengingatkan bahwa setiap rupiah dalam BUMN adalah uang publik.
- LSM antikorupsi seperti ICW menyuarakan bahwa turunnya Prabowo harus dibarengi transparansi audit menyeluruh, agar publik tahu siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas carut-marut BUMN.
– Peran BPI Danantara : Penugasan pengendalian persoalan BUMN dialihkan ke BPI Danantara, bukan langsung melalui Erick Thohir (RCTI+).
Refleksi uraian opini tersebut, “turun tanganya” atau “Intervensinya” atau “menggkomandoi” Prabowo bukanlah retorika kosong, tetapi wujud nyata dari intervensi kebijakan. Erick Thohir memang “tersandera” oleh tekanan struktural: kritik atas pengelolaan, beban birokrasi, dan kebutuhan efisiensi. Langkah strategis seperti pengurangan komisaris dan pembagian beban tanggung jawab ke BPI Danantara mencerminkan upaya nyata reformasi, meskipun berada di bawah sorotan presiden.
Kesimpulan : Kisruh BUMN di era Erick Thohir menunjukkan bahwa persoalan tata kelola belum terselesaikan secara fundamental. Kritik terbuka Presiden Prabowo di forum internasional, instruksi pemangkasan komisaris, hingga penugasan khusus ke BPI Danantara menegaskan bahwa Erick Thohir kini berada dalam posisi “tersandera” antara beban warisan mismanajemen dan tuntutan kepemimpinan baru.
Langkah Prabowo turun tangan menunjukkan gaya kepemimpinan intervensi langsung: tidak segan mengoreksi menteri di muka publik dan mengambil alih koordinasi strategis. Hal ini bisa dibaca sebagai sinyal bahwa BUMN bukan hanya soal bisnis negara, tetapi juga simbol arah pemerintahan yang ingin menampilkan efisiensi, ketegasan, dan keberpihakan pada rakyat.
Namun, kritik publik tidak bisa diabaikan. Bila Presiden langsung mengendalikan BUMN, muncul pertanyaan: apakah kewenangan menteri sudah berkurang, atau justru ini cara baru untuk memastikan transparansi?
Menyimak kesimpulannya, maka saya menyampaikan rekomendasi yaitu :
- Audit Independen dan Transparan
- Pembatasan Komisaris dan Intervensi Politik
- Efisiensi Operasional yang Terukur
- Pemberdayaan BPI Danantara
- Kebijakan BUMN Berbasis Kepentingan Publik
Dengan rekomendasi tersebut, Prabowo diharapkan tidak hanya menjadi “pemadam kebakaran” sesaat, melainkan mampu melahirkan reformasi BUMN yang berkelanjutan.














