SUARA UTAMA, Palembang – Mak Jora-Jora…!!! Mungkin kata-kata itu masih asing bagi sebagian pembaca. Penulis maklum, karena ini adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh orang Komering. Komering adalah salah satu suku yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT). Saya mengangkat dan mengulas hal ini, karena ada kejadian unik beberapa waktu lalu terkait kata Mak Jora-Jora ini. Hal lainnya, mengingat penulis sendiri sebagai jolma kumoring (orang komering).
Sekitar 2 pekan lalu, di belakang saya berdirilah keponakan saya yang kebetulan saat ini sedang studi di Universitas Negeri Semarang. Tiba-tiba ia nyeletuk dekat telinga saya, “Mak Jora-Jora…!!!”. Sebagai sesama orang komering, saya mengerti apa yang ia katakan. Saya menatap wajahnya, untuk memastikan apa yang ingin ia sampaikan. Ternyata ia mengomentari rekan kerjanya yang sudah berkali-kali dapat musibah dan kecelakaan, tapi yang bersangkutan masih saja bicara rada angkuh, tinggi hati, suka merendahkan dan dzolim dengan orang lain.
Iseng saya membuka WA dan bertanya pada Meta AI, “Apa arti mak jora-jora”. Tak lama langsung ada balasan “Mak jora jora adalah istilah dalam bahasa Sunda yang popular di Jawa Barat dan Banten. Arti harfiah mak berarti ibu atau emak, jora-jora berarti berbicara atau berdiskusi dengan santai” jawaban AI itu membuat saya terkejut, karena berbeda sekali dengan makna dari bahasa Komering.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saya perlu mencari info langsung dari orang Sunda nich pikirku. Pertama saya WA dulu pak Drs. Agus Sofyan, M.Sc (pensiunan Departemen Kehutanan yang dulu bertugas di Palembang dan kini tinggal di Cianjur Jawa Barat). Tak lama beliau menelepon balik, yang kebetulan sedang di Jakarta tempat besannya bapak Muhammad Damiri Malisie dan ibu Fanin Nainggolan. Saya sampaikan maksud saya apa betul mak jora-jora adalah bahasa Sunda dan apa artinya. Aak Agus (begitu saya biasa memanggilnya) mengatakan ngak ada istilah itu dalam bahasa Sunda. Mak itu memang panggilan untuk mak, tapi jora-jora ndak ada dan belum pernah dengar.
Saya perlu juga second opinion lagi, teringatlah saya dengan Prof. Dr. H. Nugraha, SE.Ak, M.Si, CA, CPA, CFP. Salah satu guru besar (professor) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang juga pernah menjadi Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidik Akuntansi Indonesia (APRODIKSI). Saya menanyakan hal serupa dan mengkonfirmasi kebenaran jawaban AI tersebut tentang kata mak jora-jora.
Cukup panjang jawaban Prof Nug melalui WA. Namun salah satu jawaban beliau adalah “Kayaknya AInya rada kurang tepat, infonya dia ga punya. Didekatkan ke kata Emak dan kata Jora. Harus dimarahi tuh AInya” ujarnya bercanda. Lanjutnya, AI memang sering miss untuk info-info yang detail. Polanya dia mencari kata yang similiarity terdekat. Apalagi yang free, wah infonya suka aneh-aneh. So, intinya kata mak jora-jora tidak dikenal dalam bahasa Sunda.
Saat pagi tadi Sabtu 28 Desember 2024 saya baru sampai di parkiran Universitas PGRI Palembang, tiba-tiba hp saya berbunyi. Ternyata ayunda saya Zauyah Hodsay yang sedang berada di kota Serang – Banten menelepon. Ada obrolan keluarga yang kami bicarakan, terkait kepulangannya Minggu 29 Desember 2024 besok ke desa kami Riang Bandung Kecamatan Madan Suku II Kabupaten OKU Timur – Sumatera Selatan. Sekalian saya bertanya tentang makna kata mak jora-jora dalam bahasa komering yang ia fahami.
“Mak jora-jora sina hortina mak ingok-ingok, mak ingok di sai pengalaman-pengalaman mak holaw sebelumna. Kok pira kali ngalami sai mak holaw dan mak tuwon, tapi lokok tiulangi lagi. Misalnya kok pira kali mangsa musibah atau buhaban, tapi lokok mak jora. Jadi jolma juk sina sai ticawako mak jora-jora” jelas ayunda saya pakai bahasa komering. Artinya lebih kurang, mak jora-jora itu artinya tidak ingat-ingat, tidak ingat dengan pengalaman-pengalaman tidak baik sebelumnya. Sudah berapa kali mengalami kejadian tidak baik dan tidak benar, tapi masih diulangi lagi. Misalnya sudah berapa kali mendapat musibah atau sakit, tapi masih tidak jera. Jadi orang seperti itu dinamakan mak jora-jora.
Kamis 26 Desember 2024 lalu, setelah menghadiri pelepasan keberangkatan jenazah almarhumah Prof. Dr. Hj. Ratu Wardarita, M.Pd (guru besar Universitas PGRI Palembang yang meninggal pada Rabu 25 Desember 2024 lalu) dari komplek polygon Palembang ke Manggala Lampung, saya dan anak gadis Naila Aqilah Azzahra bersilaturahim ke rumah paman kami Nawawi Damiri di Lorong Bukit Baru II Bukit Lama Palembang. So, paman kami ini tentunya orang komering juga. Saya sempat menanyakan juga arti mak jora-jora. Ia mengatakan, mak jora-jora itu seperti bahasa Palembang tidak jera-jera. Ini sebutan untuk orang yang koras hulu (keras kepala) dan mak andongiko cawa (tidak mendengarkan nasehat). Istilah lainnya adalah bandel atau nakal.
Untuk menambah informasi tentang makna kata mak jora-jora, saya menelepon ibu Jumara Santi, S.PdI (guru agama di SMP Negeri 1 Belitang OKU Timur). Ibu guru yang saya kenal ini adalah orang komering yang berasal dari desa Rasuan Kecamatan Madang Suku I OKUT dan aktif di Facebook membahas bahasa komering. Sama seperti di atas, saya menanyakan apa yang ia ketahui tentang makna kata mak jora-jora.
“Artinya tidak pernah jera. Tidak kapok-kapok. Misalna kok pernah salah, lokok tiulangi lagi. Kok salah, tapi lokok tilakuko lagi. Lokok ditiluwotko lagi. Kesanna melakukan kesalahan sudah sangat kelewatan atau berlebihan” jelas Santi dengan bahasa campuran komering dan bahasa Indonesia. Pembaca media online nasional Suara Utama yang budiman, bisa kan menterjemahkan sendiri arti kalimat yang terakhir ini. Semoga bisa ya…kalau tidak, anda bisa bertanya dengan orang komering yang Anda kenal. “Man mak kita sapa lagi, man mak ganta idan lagi”.
Penulis : Zahruddin Hodsay
Editor : Zahruddin Hodsay
Sumber Berita : Desa Riang Bandung OKUT, Agus Sofyan, Nugraha, Zauyah Hosay, Nawawi Damiri, Jumara Santi