SUARA UTAMA. “Mulutmu Harimaumu” Ardhi (2021) bahwa suatu perkataan bisa menjadi senjata tajam sehingga bisa menyakiti orang lain jika tidak dijaga. Sepertinya pepatah ini mempunyai tuah yang tidak bisa dianggap remeh temeh dalam kehidupan sosial masyarakat. Kesalahan sedikit apapun yang menjadi ucapan seseorang, terutama seseorang yang terkenal, public figure atau pejabat publik tentunya senantiasa menarik perhatian masyarakat. Walaupun hanya dalam bentuk candaan sekalipun.
Hal ini dikaitkan masih aktualnya Informasi pemberitaan oleh berbagai media mengenai profil seorang pendakwah Maulana Habiburahman atau kita kenal Gus Mitfah, terutama menyangkut dengan persoalan ungkapan kata-kata yang tidak seharusnya diungkapkan pada penjual es teh Sunhaji. Potongan video ucapan Gus Miftah beredar dan viral dimedia sosial (detik.com, 05/12/2024). Perjalanannya potongan ucapan tersebut melebar sampai pada hal-hal yang terkait dengan pribadi dan kebiasaan Gus Mitfah: kondisi keluarganya di Lampung, mengenai nasab keturunan KH Ageng Muhammad Besari, tersinggungnya seorang seniman senior Yogyakarta yati pesek. Selain itu pula diramaikan oleh berbagai konten-konten media sosial tentang Gus Miftah, sampai ada yang memparodikan gaya gerak-geriknya, rambutnya bahkan ungkapan-kata yang dilontarkan pada saat memberikan ceramah Menjadi bahan guyonan netizen.
Sumber dasar candaan humor yang diucapkan oleh Gus Miftah pada Sunhaji adalah dalam acara salawatan di lapangan Soepardi. Wasitan, Kabupaten Magelang rabu (20/11/2024). Seolah dianggap hal biasa, karena saking terbiasanya candaan itu disampaikan pada saat Gus Miftah dalam memberikan ceramah agama, semuanya dianggap serba permisif saja.
ADVERTISEMENT
![Menyoal Canda Gus Miftah Dalam Etika Komunikasi 3 IMG 20240411 WA00381 Menyoal Canda Gus Miftah Dalam Etika Komunikasi Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama](https://suarautama.id/wp-content/uploads/2024/04/IMG-20240411-WA00381.jpg)
SCROLL TO RESUME CONTENT
Suatu candaan adalah salah satu variasi dalam proses komunikasi agar kondisi yang berlangsung tidak kaku, resmi, formil dan tegang. Namun sebaliknya dikondisikan menjadi ringan, tidak kaku dan adanya pelepasan energi untuk ekpresi tertawa.
Persoalannya apabila disampaikan oleh seseorang dengan kapasitas tertentu secara formal dan disampaikan di ruang publik, akan membawa konsekuensi logis tertentu. Tentunya ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan ketika niat berkomunikasi akan dilakukan. Dampak dan aspek Etika Komunikasi yang meliputi kepatutan dan kepantasan senantiasa menjadi prioritas utama.
Bercanda bagian Kehidupan Manusia
Dalam intensitas komunikasi yang terus berlangsung dan penuh dinamika terkadang memunculkan ketegangan-ketegangan terutama menyangkut hal-hal yang serius, ketegangan ini muncul karena proses komunikasi yang dilakukan antar manusia selalu kaku, resmi dan formal. Hal ini tentunya akan menumbuhkan kekhawatiran bagi manusia itu sendiri didalam berkomunikasi. Sehingga pada proses komunikasi, manusia seringkali memvariasikan dengan candaan-candaan yang mengarah pada kelucuan (humor) efeknya memunculkan reaksi tertawa sebagai ungkapan spontanitas. Diharapkan dalam candaan humor ini terciptanya suasana cair, tenang, rileks dan tertawa. Konsep bercanda, humor dan tertawa ada suatu keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, orang yang suka bercanda biasanya selera humornya tinggi dan pasti akan membuat siapapun yang berada didalam lingkungan tersebut akan tertawa.
Dimanapun seseorang dalam interaksi sosialnya selalu menyisipkan candaan-candaan sebagai bagian dari jiwanya yang suka humor. Sehingga suasana kondisi yang dibangun penuh dengan hal-hal yang membuat orang lainnya nyaman, tenang dan menikmatinya dalam lingkungan yang kondusif.
Secara positif manfaat bercanda dan tertawa sangat baik dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. bahwa ketika seseorang tertawa, tubuh melepaskan hormon endorfin dan dopamin yang dapat meningkatkan mood dan mengurangi stress.(lee Berk dalam Munchor UMY 2023). Sedangkan menurut Steven Sultanoff dalam Munchor UMY 2023, Dalam situasi yang sulit bercanda dapat membantu seseorang untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda dan menemukan solusi yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.
Namun dalam sumber yang sama Steven Sultanoff (2023) menegaskan sebaliknya bercanda yang berlebihan atau tidak pantas dapat menyebabkan konsekuensi yang serius, seperti menyakiti perasaan orang lain atau memperburuk situasi yang sudah buruk.
Dua pemikiran diatas apabila kita telaah sebagai bagian dari kehidupan manusia terkait dengan bercanda, humor ketika dikelola dengan baik dan selalu melihat batasan etika komunikasi tentunya akan memberikan semangat hidup dalam nilai-nilai keadaban bagi manusia, dan senantiasa akan mewarnai kehidupan manusia dalam kesehariannya.
Rambu Etika Komunikasi dalam Bercanda
Ketika kita berkomunikasi di ruang publik tentunya tidak sembarangan asal ucap, kita mengeluarkan kata-kata candaan yang masuk pada batasan ruang-ruang privat seseorang lainnya seperti : kehormatan, kondisi seseorang, agama, ras, kondisi fisik hal-hal ini apabila tidak dipertimbangkan, bukan tidak mungkin akan memunculkan persoalan-persoalan kedepan.
Penggunaan kata-kata yang wajar dan proporsional hendaknya disampaikan dengan penuh keadaban. Kata-kata candaan yang diucapkan oleh siapapun dapat menimbulkan multitafsir bagi siapapun yang mendengar, menyimak dan memaknainya. Selain itu pula aspek situasi, kondisi dan konteks menjadi bagian dari salah satu prioritas.
Lebih penting lagi dari pada itu, ketika seseorang melekat didalamnya sebagai seorang tokoh masyarakat, pejabat publik, opinion leader, public figure ataupun seorang infiuencer sekalipun mulai dari kepala sampai ujung kaki akan tetap menjadi perhatian publik dan dimaknai secara terus-menerus, termasuk tindak dan tutur kita.
Suka tidak suka siapapun tokoh publik akan senantiasa menjadi panutan dan tauladan bagi masyarakat, ketika cara berkomunikasinya banyak memberikan nilai-nilai kebaikan dan manfaat bagi publik. Sebaliknya apabila hal-hal yang disampaikan memberikan muatan makna negatif publik akan menilai sebaliknya. Mensitir pendapat Haryatmoko (2007) Dalam Etika Komunikasi terdiri dari tiga dimensi, masing-masing menjelaskan pada kita adanya dimensi yang terkait dengan perilaku aktor komunikasi, adanya penghormatan dan perlindungan atas hak individual (martabat dan kehormatan) selanjutnya adalah menjaga harmoni masyarakat.
Jangan sampai ada Gus-Gus Mitfah lainnya yang bercanda dalam tuturan yang tidak pas, mengingat kultur masyarakat kita masih memegang nilai-nilai toleran, menghargai ruang privat dimana prosesnya dibungkus dalam etika komunikasi. Semuanya merupakan wujud dari warisan nilai-nilai luhur kultur nenek moyang kita yang kita dapatkan dan harus kita jaga sepanjang hayat dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis : Agus Budiana