SUARA UTAMA, Surabaya – Lonjakan jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan Pajak dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan publik dan praktisi. Fenomena ini dinilai mencerminkan adanya tantangan serius dalam penyelesaian sengketa di tingkat administrasi, khususnya di lingkup Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam banyak kasus, putusan Pengadilan Pajak justru menguatkan posisi Wajib Pajak (WP), yang memunculkan pertanyaan terkait kualitas dan akurasi penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) di tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Perlu Penguatan Penyelesaian di Hulu
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Konsultan Pajak Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP menegaskan bahwa mekanisme penyelesaian administratif seperti keberatan dan mediasi di tingkat KPP perlu diperkuat untuk mencegah eskalasi sengketa ke ranah pengadilan.
“Jika banyak sengketa berakhir di pengadilan, bisa jadi ada mekanisme yang belum berjalan optimal di tingkat awal. DJP perlu menguatkan jalur penyelesaian administratif dan memastikan keterbukaan dalam prosesnya,” ujar Yulianto dalam keterangan tertulisnya.
Pemblokiran Rekening: Langkah Terakhir, Bukan yang Pertama
Yulianto juga menyoroti praktik pemblokiran rekening wajib pajak yang terkadang dilakukan secara represif dan minim komunikasi. Ia menilai, tindakan ini dapat menimbulkan keresahan serta ketidakpastian, khususnya di kalangan pelaku usaha.
“Pemblokiran sebaiknya menjadi opsi terakhir setelah upaya dialog dan peringatan dijalankan. Tujuannya bukan hanya penegakan, tetapi juga menjaga kepercayaan WP terhadap sistem perpajakan,” tegasnya.
Ia merujuk pada kasus yang dialami UD Pramono di Boyolali, yang sempat mengalami pemblokiran rekening dan memicu reaksi di media sosial. Kasus tersebut akhirnya direspons dengan dialog antara otoritas pajak dan wajib pajak, yang menurut Yulianto menjadi contoh penting perlunya pendekatan yang lebih hati-hati.
Evaluasi Internal dan Akuntabilitas
Yulianto menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap SKP yang dibatalkan oleh pengadilan. Ia mendorong DJP agar menjadikan putusan tersebut sebagai bahan introspeksi institusional.
“Setiap SKP yang dibatalkan seharusnya menjadi momentum evaluasi internal agar proses ke depan lebih akurat, objektif, dan adil,” tambahnya.
Dampak Terhadap Iklim Usaha
Lebih jauh, Yulianto mengingatkan bahwa tindakan perpajakan yang tidak tepat sasaran dapat merusak iklim usaha serta menurunkan kepercayaan wajib pajak. Ia menegaskan perlunya pergeseran paradigma dari pendekatan koersif ke pendekatan edukatif dan komunikatif.
“Dalam sistem perpajakan modern, negara seharusnya tampil sebagai mitra pembina, bukan sekadar penindak. Pendekatan yang humanis justru akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela,” jelasnya.
Dorongan Reformasi Struktural DJP
Sebagai bentuk solusi jangka panjang, Yulianto mendorong dilakukannya reformasi struktural di internal DJP. Ia mengusulkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penguatan komunikasi publik, serta penerapan sistem evaluasi kinerja berbasis objektif dan transparan.
“Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pilar utama reformasi perpajakan. Dengan begitu, kepercayaan publik akan tumbuh, dan penerimaan pajak bisa meningkat secara berkelanjutan,” pungkas Yulianto.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














