SUARA UTAMA – Jakarta, 29 September 2025 – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa upaya pemerintah menagih tunggakan pajak dari kelompok pengusaha besar mulai menunjukkan hasil konkret. Hingga September 2025, tercatat 84 wajib pajak kategori jumbo telah melakukan pelunasan maupun cicilan dengan nilai total Rp5,1 triliun.
“Per September ini, terdapat 84 wajib pajak yang sudah melakukan pembayaran atau angsuran dengan total Rp5,1 triliun,” ujar Purbaya dalam keterangan pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Target Rp60 Triliun Hingga Akhir Tahun
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah masih membidik 200 penunggak pajak besar, mayoritas korporasi dan sebagian individu, dengan estimasi kewajiban mencapai Rp50–60 triliun. Purbaya menegaskan bahwa target tersebut harus rampung sebelum tahun ini berakhir.
“Kami kejar terus, sampai akhir tahun selesai. Mereka tidak bisa lari lagi,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam paparan APBN KiTa edisi September 2025, ia menekankan bahwa daftar 200 wajib pajak besar yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap akan menjadi sumber tambahan penerimaan negara, seiring kebutuhan belanja pemerintah yang semakin tinggi.
Peringatan dari Ekonom
Meski langkah agresif pemerintah menuai apresiasi, sejumlah ekonom memberi catatan. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai tidak semua pengusaha dalam daftar memiliki likuiditas yang cukup untuk segera melunasi kewajiban.
“Jika tak mampu membayar, solusinya bisa berupa penyitaan aset. Namun banyak aset sudah diagunkan ke bank. Hal ini bisa berujung sengketa hukum, bahkan memicu kebangkrutan dan PHK massal,” jelasnya.
Ia mengingatkan, bila kondisi tersebut terjadi, dampaknya bisa mencederai kepercayaan investor terhadap iklim usaha Indonesia. Karena itu, menurutnya strategi penagihan harus dilakukan secara adil, transparan, dan tanpa diskriminasi. “Kalau tidak, kredibilitas kebijakan akan dipertaruhkan,” tegasnya.
Komentar Yulianto Kiswocahyono
Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, Konsultan Pajak Senior sekaligus Ketua Komite Tetap Fiskal KADIN Jawa Timur, menambahkan bahwa konsistensi dan transparansi menjadi kunci dalam penagihan pajak macet.
“Langkah pemerintah patut diapresiasi, tapi harus dijaga agar tidak sekadar pencitraan jangka pendek. Penegakan hukum pajak harus konsisten, transparan, dan berbasis aturan. Jika prosesnya terlihat tebang pilih, kepercayaan publik dan dunia usaha akan terganggu,” kata Yulianto.
Menurutnya, penerimaan Rp5,1 triliun memang capaian penting, namun beban terbesar masih ada di sisa puluhan triliun yang harus dituntaskan. “Publik menunggu bukti apakah pemerintah benar-benar bisa menuntaskan, bukan hanya berhenti di klaim awal,” pungkasnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














