Pasca Ramadhan, 3i: Saatnya Naik Kelas, Bukan Turun Mesin

- Penulis

Jumat, 18 April 2025 - 17:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

WhatsApp Image 2025 04 18 at 17.11.25 Pasca Ramadhan, 3i: Saatnya Naik Kelas, Bukan Turun Mesin Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama
Dokumen Pribadi

SUARA UTAMA – Tulisan ini terinspirasi dari seorang ustadz dalam sebuah kajian Syawal yang mengangkat tema menarik berjudul “3i”: Irtifā‘, Ibtidā’ bil Khair, dan Istimrār. Tiga kata singkat, tapi punya makna mendalam bagi kita yang ingin menjaga semangat Ramadhan agar tidak lenyap begitu saja setelah Idul Fitri.

Ramadhan telah pergi. Bulan yang kita sambut dengan air mata dan kita isi dengan semangat luar biasa kini sudah berlalu. Tapi pertanyaannya: apa yang berubah dari diri kita?

Satu hal yang sering luput kita sadari adalah bahwa puncak dari Ramadhan bukanlah Idul Fitri, melainkan apa yang terjadi setelahnya. Kita telah dididik selama sebulan penuh dalam madrasah ilahi. Puasa, tarawih, tilawah, infak, qiyam, all out! Tapi apakah semua itu hanya untuk dirayakan sesaat, lalu kembali ke rutinitas lama?

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Pasca Ramadhan, 3i: Saatnya Naik Kelas, Bukan Turun Mesin Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bagi saya, Ramadhan adalah ajakan untuk “naik kelas”, bukan “turun mesin”. Sayangnya, banyak dari kita justru mematikan semangat begitu takbir Idul Fitri berkumandang.

Padahal, Syawal adalah momen penting untuk melakukan tiga hal besar: Irtifā‘ (peningkatan), Ibtidā’ bil Khair (perencanaan amal), dan Istimrār (kontinuitas amal). Inilah tiga “kata kerja besar” yang seharusnya menjadi fokus kita setelah Ramadhan.

  1. Irtifā‘: Berani Meningkat

Saya teringat satu hadis:

“Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia beruntung…” (HR. Al-Hakim)

Artinya jelas: Islam bukan hanya soal bertahan, tapi soal berkembang dan meningkat. Kita tidak boleh stagnan. Kalau setelah Ramadhan kita kembali malas membaca Qur’an, lalai shalat malam, enggan infak, maka kita telah menurun, bukan meningkat.

Para sahabat, usai Perang Badar (yang terjadi di bulan Ramadhan), justru semakin siap menghadapi tantangan berikutnya. Spirit Ramadhan mereka bawa ke dalam perencanaan jangka panjang umat. Itulah irtifā‘ yang nyata.

  1. Ibtidā’ bil Khair: Mulai Merancang Kebaikan Baru

Setelah naik kelas, tentu ada kurikulum baru. Begitu pula dalam hidup kita. Usai Ramadhan, kita perlu membuat “blueprint amal” untuk setahun ke depan. Bukan hanya soal ibadah, tapi juga bagaimana kita bisa lebih bermanfaat untuk keluarga, lingkungan, dan umat.

BACA JUGA :  Membumikan Hadis Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang visioner. Setelah Ramadhan, beliau tidak leha-leha. Beliau bangun Masjid Nabawi, mengatur pasar, merancang sistem sosial, bahkan mempersiapkan konstitusi umat lewat Piagam Madinah. Semua itu lahir dari perencanaan yang penuh ruh Ramadhan.

  1. Istimrār: Amal Itu Harus Konsisten

Nabi SAW pernah bersabda:

“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling terus-menerus, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sederhana, tapi dalam. Jangan buru-buru berhenti hanya karena Ramadhan telah selesai. Mungkin kita tidak bisa lagi tahajud setiap malam, tapi jangan tinggalkan semuanya. Konsistensi lebih penting dari intensitas sesaat.

Puasa enam hari di bulan Syawal bukan hanya soal pahala setahun penuh. Ia adalah simbol kesinambungan. Sebuah isyarat bahwa semangat Ramadhan harus tetap hidup, bahkan setelah kalender berubah.

Menuju Istiqomah

Ketiga hal tadi’ peningkatan, perencanaan, kontinuitas harus bermuara pada satu kata yang berat tapi mulia: Istiqomah.

Ketika sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW tentang satu pesan yang bisa menjadi pegangan hidup, beliau menjawab:

“Katakan: aku beriman kepada Allah, lalu istiqomahlah.” (HR. Muslim)

Istiqomah adalah ujian sejati keimanan. Ia bukan tentang satu momen heroik, tapi tentang kesetiaan dalam keseharian. Bahkan dalam hal kecil: menjaga shalat, menahan emosi, menepati janji, dan terus berbuat baik meski tidak dilihat manusia.

Akhirnya…

Banyak orang bersedih saat Ramadhan pergi. Tapi justru saat Ramadhan berlalu, Allah sedang menguji: siapa yang benar-benar lulus dari madrasah-Nya.

Maka mari jadikan Syawal bukan hanya bulan kembali makan siang, tapi bulan naik kelas keimanan.

Tetap tilawah, walau tidak seintens Ramadhan.
Tetap infak, walau tidak sebesar kemarin.
Tetap bangun malam, walau hanya dua rakaat.
Tetap berjuang menjadi hamba yang konsisten.

Karena dalam Islam, yang Allah cintai bukan yang tercepat, tapi yang paling tetap.

Penulis : Irawan

Sumber Berita : Ustadz Hasan (Tanggamus)

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 140 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Senin, 1 Desember 2025 - 13:17 WIB

Banjir Sumatera: Bukan Soal Warga Lalai Menjaga Hutan, Tapi Ulah Mafia Kekuasaan

Berita Terbaru