Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

- Penulis

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dr. Firman Tobing

Dr. Firman Tobing

Oleh: Dr. Firman Tobing

Akademisi/Anggota Pusat Analisa Kebijakan Hukum & Ekonomi Indonesia

SUARA UTAMA, Riau – Satuhal yang tidak dapat dipungkiri yang terjadi akhir-akhir ini adalah kondisi penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dan “sakit”. Fenomena ini terjadi karena aparat penegak hukum yang merupakan elemen penting dalam proses penegakkan hukum sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus pidana. Implikasi nyata dari kondisi ini adalah hukum kehilangan ruhnya yakni keadilan.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Krisis Penegakan Hukum di Indonesia Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejenak kita menilik secara singkat perjalanan dari masa ke masa di mana hukum tidak diorientasikan pada upaya mewujudkan keadilan. Hukum cenderung digunakan sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan oleh penguasa negara. Pada masa kolonialisme, hukum dijadikan alat untuk menjajah warga pribumi. Pada masa Presiden Soekarno hukum dijadikan alat revolusi. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto hukum dijadikan alat pembangunan. Adapun pada masa reformasi sampai sekarang hukum dijadikan alat kekuasaan (politik). Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyabab “sakitnya” penegakkan hukum di Indonesia. Hukum tidak diorientasikan sebagaimana seharusnya yakni mewujudkan keadilan, namun dijadikan alat untuk mencapai tujuan oleh para penguasa negara.

Sebagai suatu gambaran bagaimana krisis dan daruratnya penegakan hukum dapat dilihat dari berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat penegak hukum melanggar aturan-aturan yang seharusnya mereka tegakkan, seperti perilaku korupsi dalam bentuk menerima suap, gratifikasi, penyalahgunaan wewenang (penangkapan sewenang-wenang, main hakim sendiri, penyiksaan), pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bentuk melakukan kekerasan, perlakuan tidak manusiawi, memanipulasi proses hukum (mempengaruhi putusan), yang dapat menimbulkan sanksi pidana dan kode etik, serta merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum itu sendiri.

Reformasi Penegakan Hukum, Suatu Keniscayaan

Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem hukum dalam suatu negara berperan sebagai pilar utama untuk menciptakan ketertiban, keadilan, dan keseimbangan sosial dengan mengatur perilaku warga negara, melindungi hak asasi manusia, menyelesaikan konflik, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan memastikan distribusi sumber daya yang adil dan kesetaraan di masyarakat melalui seperangkat aturan yang jelas dan penegakan hukum yang adil. Dengan kata lain, sistem hukum di suatu negara akan sangat mempengaruhi dan menentukan bagaimana jalannya sistem pemerintahan di negara tersebut, karena hukum merupakan pilar penting yang menjadi representasi baik buruknya suatu pemerintahan.

Negara Republik Indonesia berpedoman kepada Pancasila sebagai falsafah atau way of life, artinya Indonesia berpedoman kepada nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Salah satu di antaranya, yaitu sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akan tetapi, pada kenyataannya, ketidakadilan acap kali terjadi di negara ini, utamanya berkenaan dengan konteks penegakan hukum, yang memunculkan istilah “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas” sekaligus bertentangan dengan prinsip hukum yang adil dan setara, seperti yang diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang menjamin perlakuan sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara.

BACA JUGA :  May Day: Kapolri Serukan Pekik Perjuangan Buruh

Penegakan hukum yang berkeadilan adalah suatu keharusan dalam negara yang menganut asas negara hukum (rechtsstaat) seperti Indonesia yang sudah terintegrasi dengan Pancasila dan UUD 1945. Asas yang mengedepankan bahwa semua warga negara harus tunduk pada hukum (bukan pada kekuasaan) yang di dalamnya mencakup HAM, adanya supremasi hukum (memamtuhi aturan-aturan hukum), adanya pemisahan kekuasaan, tindakan pemerintah harus berdasarkan pada UU, lembaga peradilan yang independen, serta persamaan di depan hukum (equality before the law).

Secara normatif dan dalam perkembangannya hingga saat ini, Indonesia telah memiliki sistem hukum dan berbagai regulasi pendukung yang relatif lengkap. Namun secara praktik, masih banyak tantangan yang muncul seperti ketimpangan perlakuan dalam konteks penegakan hukum, korupsi aparat penegak hukum, dugaan kriminalisasi terhadap kelompok-kelompok tertentu dan impunitas bagi para elit yang pada akhirnya berujung pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum itu sendiri. Mereformasi penegakan hukum, tidak bisa lagi hanya produk di atas kertas, ia harus dilakukan secara struktural dan kultural, Dari sisi aparat penegak hukum harus diawasi secara ketat agar tidak menyalahgunakan kekuasaan dan memastikan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak. Kedua, negara harus mampu menjamin akses bantuan hukum yang berkualitas dan terjangkau bagi kelompok rentan agar mereka mampu memperjuangkan hak-nya secara adil. Selanjutnya, negara juga harus mampu menjamin jalannya proses hukum secara terbuka dan partisipatif untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Hal tersebut sekaligus memperkuat citra dan legitimasi hukum di mata masyarakat. Terakhir, negara juga perlu memastikan seluruh lapisan masyarakat mendapatkan pendidikan hukum yang layak serta aparat penegak hukum juga harus mampu menanamkan prinsip keadilan substantif, bukan sekedar prosedural. Dengan “secercah” harapan: terciptanya penegakan hukum yang berkeadilan, yang mampu menjadi fondasi utama bagi terciptanya negara hukum yang sesungguhnya, dimana hukum bukan alat kekuasaan, tetapi pelindung bagi keadilan sosial dan martabat manusia. SEMOGA..

Penulis : Zulfaimi

Editor : Zulfaimi

Sumber Berita : SUARA UTAMA

Berita Terkait

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS
Opini: Bayi Panda Raksasa Pertama Indonesia — Harapan Baru Konservasi dari Pelukan Sang Induk
Oknum BRI Unit Banyuanyar Bungkam, Diduga Tidak Profesional Karepe Dewe
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Jumat, 12 Desember 2025 - 16:54 WIB

FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS

Jumat, 12 Desember 2025 - 14:45 WIB

Opini: Bayi Panda Raksasa Pertama Indonesia — Harapan Baru Konservasi dari Pelukan Sang Induk

Berita Terbaru

Dr. Firman Tobing

Hukum

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Des 2025 - 15:21 WIB