SUARA UTAMA – Jakarta, 15 September 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv. Pemeriksaan berlangsung pada Senin (15/9/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, terkait dugaan penerimaan gratifikasi selama masa jabatannya.
“Agenda pemeriksaan hari ini masih dalam rangka pendalaman dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi di lingkungan DJP Kementerian Keuangan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Budi menambahkan, pihaknya belum dapat memastikan apakah Haniv akan langsung dilakukan penahanan setelah pemeriksaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, Haniv juga pernah diperiksa pada Selasa (10/7/2025). Saat itu, ia memilih tidak memberikan keterangan kepada wartawan dan meninggalkan Gedung KPK tanpa komentar.
KPK menetapkan Haniv sebagai tersangka pada 12 Februari 2025. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Haniv diduga memanfaatkan posisinya di DJP pada periode 2015–2018 untuk meminta sejumlah dana dari pengusaha yang berstatus wajib pajak.
Menurut penyidik, sebagian dana digunakan untuk menopang bisnis fashion milik anaknya. Bahkan, Haniv disebut sempat mengirim surat elektronik berisi permintaan bantuan modal kepada beberapa pihak. Dari temuan awal, ia diduga menerima gratifikasi sekitar Rp804 juta.
Namun penyidik menemukan indikasi penerimaan lain. Secara keseluruhan, total gratifikasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya mencapai Rp21,5 miliar.
Atas dugaan perbuatannya, Haniv disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti, ia terancam pidana berat.
Komentar Anggota IWPI
Menanggapi kasus ini, anggota Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Eko Wahyu Pramono, menilai penanganan kasus gratifikasi di lingkungan perpajakan harus menjadi momentum perbaikan menyeluruh.
“Kasus ini memperlihatkan masih adanya celah penyalahgunaan kewenangan di institusi perpajakan. IWPI mendorong KPK dan Kementerian Keuangan untuk tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga memperkuat mekanisme pengawasan internal. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama agar kepercayaan wajib pajak tidak semakin tergerus,” ujar Eko.
Ia menambahkan, publik menunggu langkah konkret pemerintah dalam memastikan reformasi birokrasi perpajakan benar-benar berjalan, termasuk perlunya evaluasi menyeluruh atas integritas pejabat pajak.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














