Kaidah Pendidikan Menurut Islam

- Writer

Rabu, 5 Juli 2023 - 10:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto Dokumentasi Suhardi, Alia Olivia Ramadhani,Kaidah Pendidikan Menurut Islam

Foto Dokumentasi Suhardi, Alia Olivia Ramadhani,Kaidah Pendidikan Menurut Islam

Penulis Oleh : Alia Olivia Ramadhani dan Suhardi

Manajemen Pendidikan Islam FITK IAIDU Asahan

SUARA UTAMA, Konsep ini berasal dari bahasa Inggris concept yang berarti idea behind everything,idea or general idea. Kata ini juga berarti gambaran umum atau abstrak tentang sesuatu. Dalam kamus bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan kenampakan atau garis besar huruf,Ide atau pemahaman yang terlepas dari peristiwa konkrit, Objek, proses, atau gambaran mental yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami hal lain. Lepaskan gagasan bahwa berjuang tanpa tujuan tidak ada artinya. Seperti orang yang bepergian tanpa tujuan, tidak mendapatkan apa-apa selain pengalaman di sepanjang jalan.

Pada hakekatnya, pendidikan merupakan upaya untuk tidak kehilangan orientasi dan kemantapan dalam pelaksanaannya. Namun, sebelum masuk ke tugas dan tujuan pendidikan Islam, terlebih dahulu harus dijelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan Islam. Definisi pendidikan Islam didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, oleh karena itu tujuan dalam hal ini adalah untuk menciptakan orang-orang Kamil setelah menyelesaikan proses pendidikan.

“Profesor H.Muhamad Daud Ali, SH berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha manusia secara sadar untuk mengembangkan potensi orang lain atau menanamkan nilai-nilainya kepada orang lain dalam masyarakat. Kedua, dengan pelatihan, di mana Anda melatih seseorang untuk melakukan tugas-tugas tertentu untuk mendapatkan keterampilan untuk tugas tersebut. Ketiga, melalui indoktrinasi, yang meliputi cara orang meniru atau mengikuti apa yang diajarkan orang lain, tanpa si penerima mampu mempertahankan nilai-nilai yang diajarkan. Menyikapi masalah pendidikan selalu menarik perhatian.

Persepsi dan pemikiran yang berbeda menunjukkan bahwa masalah pendidikan Islam tidak terpecahkan. Kemajuan peradaban manusia dan adanya ilmu pengetahuan baru di bidang ini, yang cenderung mempengaruhi arah, arah, bentuk dan sistem pendidikan Islam, menuntut para profesional pendidikan untuk mempertimbangkan atau bahkan mengevaluasi konsep pendidikan yang valid dan terpercaya. panjang Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu kebutuhan, tugas sosial, instrumen pengarah pertumbuhan yang mempersiapkan, membuka dan membentuk disiplin kehidupan.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Kaidah Pendidikan Menurut Islam Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konsep pendidikan secara menyeluruh dalam konteks Islam berlabuh pada pengertian istilah ta’lim, tarbiyah dan ta’dib, yang harus dipahami bersama. Ketiga istilah ini memiliki makna yang dalam bagi manusia, masyarakat dan lingkungan yang saling berhubungan dalam hubungannya dengan Tuhan. Ungkapan ini juga menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam formal dan informal.

Idealnya, sebelum membahas pendidikan Islam dalam konteks pengembangan potensi manusia, sangat penting untuk melihat terlebih dahulu pandangan Islam tentang manusia itu sendiri. Perspektif ini setidaknya membantu untuk mengenali sosok manusia yang sebenarnya dalam konsep filsafat pendidikan Islam. Konsep ini terutama berkaitan dengan kedudukan seseorang sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek pendidikan.

Ajaran Islam memandang manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Dari perspektif ini pula, filsafat pendidikan Islam menempatkan kondisi manusia dan segala aspeknya dalam konteks pendidikan. Berbeda dengan pemikiran tersebut, pandangan filsafat pendidikan Islam berbeda dengan filsafat pendidikan umum, yang konsepnya diturunkan dari pemikiran para ulama (non-muslim) yang mengingkari prinsip pandangan ini secara umum. Menurut para peneliti tersebut, orang biasanya ditempatkan pada posisi netral. Dalam Al-Qur’an, manusia disebut dengan berbagai nama, antara lain al-basyar, al-insan, bani adam dan al-ins. Judul ini mengacu pada deskripsi tugas yang harus dilakukan orang. Untuk memahami peran orang dalam hubungan ini, perlu dipahami konsep yang terkait dengan nama-nama tersebut. (Afifuddin Harisah, 2018:16).

Konsep Tarbiyah

Termatarbiyah berasal dari kata rabb yang menurut Anis bermakna tumbuh dan berkembang. Pengertian seperti ini juga diberikan oleh Al-Qurthubiy yang menyatakan bahwa pengertian dasar kata rabb menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya Sementara itu, menurut Al-Asfahany, kata al-Rabb bisa berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap. (Dr.Al Rasyidin, 2008:107).

Menurut Al-Nahlawi, termatarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: rabba-yarbu (bertambah dan tumbuh), rabiya-yarbadengan wazankhafiya-yakhfa (menjadi besar), rabba-yarubbu dengan wazanmadda-yamuddu (memperbaiki), menguasai urusan, menuntun, dan memelihara. (Dr. Al Rasyidin,2008:108).

Menurut Al-Yasu’iy, secara etimologis, termatarbiyah mempunyai tiga pengertian, yaitunasy’at yang berarti pertumbuhan, berusia muda meningkat dewasa,taghdziyyah yang berarti memberi makan dan mendewasakan, danmemperkembangkan, seperti yurbyal-shadaqah, yang berarti membuat berembang harta yang telah disedekahkan sebagaimana ungkapan (QS, al-Baqarah 2:276).

يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦

Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

Shihab menyatakan bahwa kata rabb sebagaimana terdapat pada ayat kedua surah al-Fâtihah,

الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٢

Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Seakar dengan kata tarbiyah, yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya. Berdasar hal itu, Shihab kemudian memberi arti rubûbiyah sebagai kependidikan atau pemeliharaan. Dalam arti ini, maka apapun bentuk perlakuan Tuhan (al-Rabb) kepada makhluk-Nya, harus diyakini bahwa yang demikian itu, sama sekali tidak terlepas dari sifat kepemeliharaan dan kependidikan-Nya. Karenanya, kata rabb dalam surah al-Fâtihah di atas dapat berarti Murabbi atau pendidik. Berdasar pengertian ini, sebagaimana dikemukakan al-Syaibany, maka arti ayat kedua sûrahal-Fâtihah bermakna bahwa Allah Swt adalah Pendidik yang Maha Agung bagi seluruh alam semesta, bukan hanya mendidik manusia saja, tetapi Pendidik bagi makhluk seluruhnya.

Dalam konteks pemeliharaan Allah terhadap manusia, menurut Ridha tarbiyah itu mencakup: tarbiyah khalqiyyah (pemeliharaan fisikal), yaitu menumbuhkan dan menyempurnakan bentuk tubuh serta memberikan daya jiwa dan akal, tarbiyah syar’iyyahta ‘limiyyah (pemeliharaan syariat dan pengajaran), yaitu menurunkan wahyu kepada salah seorang di antara mereka untuk menyempurnakan fithrah manusia dengan ilmu dan amal.

Jika istilah tarbiyah diambil dari f’il madhinya (rabbayânf) maka ia memiliki arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, membesarkan dan menjinakkan. Pemahaman tersebut diambil dari salah satu ayat dalam QS. Al- Isra’: 24, Yang artinya “…dan kasihanilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka mendidikku sewaktu kecil.” Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan orang tua kepada anak-anaknya, yang tidak saja mendidik pada domain jasmani, tetapi juga domain rohani.

Menurut Fahral-Razi, istilah rabbayáni tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga afektif. Di tempat lain, SyedQuthb. Menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak dan menumbuhkan kematangan mentalnya Dua pendapat ini memberikan gambaran bahwa istilah tarbiyah mencakup tiga domain pendidikan, yaitu kognitif (cipta), afektif (rasa) dan psikomotorik (karsa) dan dua aspek pendidikan, jasmani dan rohani.

Secara filologis, konsep tarbiyah selalu dikaitkan dengan konsep tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah SWT Dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk (QS. Al- Zumar:62), memberi rezeki (QS. Hud: 6) menguasai dan dan mengatur alam semesta (QS. Ali Imran: 26-27) dan memelihara alam dan isinya (QS. Al-Fatihah: 2) Hal ini mengandung arti bahwa esensi pendidikan Islam harus mengandung pengembangan jiwa tauhid rububiyah. Tanpa itu maka pendidikan Islam akan kehilangan makna.

Tarbiyah dapat juga diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbâni) kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur.” Sebagai proses, tarbiyah menuntut adanya penjenjangan dalam transformasi ilmu pengetahuan, mulai dari pengetahuan yang dasar menuju pada pengetahuan yang lebih kompleks. Pengetian tersebut diambil dari QS. Ali Imran: 79 yang artinya “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya,” dan hadis Nabi SAW. (Afifuddin Harisah,2018:23-24).

Foto Dokumentasi Suhardi, Alia Olivia Ramadhani,Kaidah Pendidikan Menurut Islam

Foto Dokumentasi Suhardi, Alia Olivia Ramadhani,Kaidah Pendidikan Menurut Islam

Artinya:”Jadilahrabbani yang penyantun, memiliki pemahaman dan pengetahuan. Disebut rabbini karena mendidik manusia dari pengetahuan tingkat rendah menuju pada tingkat tinggi” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas)

Para pakar pendidikan dan ulama banyak mengemukakan konsep makna dan filosofi pendidikan Islam yang sekilas tampak berbeda-beda, tapi tidak perlu dipertentangkan. Pendidikan Islam yang dilakukan harus mencakup proses transformasi kebudayaan, nilai dan ilmu pengetahuan, serta aktualisasi terhadap seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Upaya ini merupakan suatu kombinasi harmonis untuk mencetak peserta didik ke arah insan kamil, yaitu insan sempurna yang tahu dan sadar akan diri dan lingkungannya.Mushtafaal-Maraghi membagi aktivitas tarbiyah dengan dua macam:

Tarbiyah khalqiyyah

Yaitu pendidikan yang terkait dengan pertumbuhan jasmani manusia, agar dapat dijadikan sebagai sarana dalam pengembangan rohaninya.

Tarbiyah diniyyah tahdzibiyyah

Yaitu pendidikan yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan akhlak dan agama manusia, untuk kelestarian rohaninya Pemetaan dalam pengertian tarbiyah ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak sekedar menitik beratkan pada kebutuhan jasmani, tetapi diperlukan juga pengembangan kebutuhan psikis, sosial, etika, dan agama untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu mengandung arti bahwa pengembangan kreativitas peserta didik tidak boleh bertentangan dengan etika ilahiyah yang ditetapkan di dalam kitab suci.

Dalam klasifikasi yang berbeda, Ismail Haqi al-Barusawi membagi tarbiyah pada aspek sasarannya:Kepada manusia, sebagai makhluk yang memiliki potensi rohani, maka dapat diartikan dengan proses pemberian nafsu dengan berbagai kenikmatan, pemeliharaan hari nurani dengan berbagai kasih sayang, bimbingan jiwa dengan hukum-hukum syariah, pengarahan hati nurani dengan berbagai etika kehidupan, dan penerangan rahasia hati dengan hakikat pelita: Kepada alam semesta, yang tidak memiliki potensi rohani, maka tarbiyah diartikan dengan pemeliharaan dan pemenuhan segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab yang menopang eksistensinya. (Afifuddin Harisah,2018:25-26).

Dalam Al-Quran memang tidak ditemukan secara khusus istilah al-tarbiyah, tetapi ada istilah yang senada dengan al-tarbiyah, yaituar- rabb, rabbayam, ribbiyan, rabbani. Selain itu, dalam sebuah Hadits Nabi digunakan istilah rabban. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.

BACA : Kopdar Pemred dan MM RSU di Warung Kopi Klotok Bahas Penerbitan Jurnal ISSN

Selanjutnya, Fabrurrazi (1978) berpendapat bahwa ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-tarbiyah yang mempunyai makna al-tarmijah (pertumbuhan dan perkembangan). Menurutnya, kata rabberyani tidak hanya mencakup pengajaran yang bersifat ucapan (domain kognitif), tetapi juga meliputi pengajaran sikap dan tingkah laku (domain afektif). Sedangkan Sayyid Quthb(1987) menafsirkan kata ablayan sebagai pemeliharaan anak serta menumbuhkan kematangan sikap mentalnya. Apabila istilah al-tarbiyah diidentikkan dengan bentuk madinya rabbayan sebagaimana yang tertera dalam QS Al-Isra’: 24 (kama rabbayamshagha) dan bentuk mudlarz-nyamurabbi dalam QS Asy-Syu’ara:18 (alam nurablukafinavalida), al-tarbiyah mempunyai arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara. membesarkan, menumbuhkan. memproduksi, dan menjinakkan. Hanya saja dalam konteks kalimat dalam QS Al-Isra’ lebih luas, mencakup aspek jasman-rohani, sedang dalam QS Asy- Syu’ara hanya mencakup aspek jasmani Selanjutnya, istilah rabbaniyyin disebutkan dalam Al Quran: Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya (QS Ali Imran: 79). (Syamsul Kurniawan, 2015:18-19).

Dengan mencermati ayat di atas, bisa dipahami bahwa arti altarbiyah (sebagai padanan dari) adalah proses transformasi ilmu pengetahuan. Proses rabbani bermula dari proses pengenalan, hapulan, dan ingatan yang belum menjangkau proses pemahaman dan penalaran. Ahli pendidikan Islam, Al-Baidhawi, menyatakan bahwa tarbiyah bermakna “menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaan” secara rabbani bertahap. Sementara Naquibal-Attas menjelaskan, bahwa tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara, menjaga, dan membina semua ciptaanya termasuk manusia, binatang, dan tumbuhan. Kosakata Rabb dijadikan salah satu rujukan dalam menyusun konsep pendidikan Islam oleh para ahli didik. (Syamsul Kurniawan, 2015:20).

Adapun kata tarbiyah merupakan bentukan dari asalnya rabbabermakna tumbuh dan berkembang. Konsep ini menunjukkan konsep pendidikan adanya proses perkembangan baik dari sisi kognitif, afektif, maupun piskomotorik ditambah dua aspek pendidikan jasmani dan rohani. Konsep  ini bersandarkan pada firman Allah pada (QS. al-Isra’ 17:24). Bisa dikatakan jika hasil dari konsep tarbiyah akan mencakup keseluruhan dari aspek dan komponen-komponen pendidikan. (Saifuddni, Sa’ronih Amin, Dkk, 2023:271).

Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID

Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID

Dalam literatur berbahasa Arab, kata tarbiyah mempunyai berbagai jenis definisi yang intinya sama mengacu pada proses pengembangan potensi yang dianugerahkan pada manusia. Di antara definisi tersebut, sebagai berikut:

Tarbyiah adalah proses pengembangan dan bimbingan jasad, akal, dan jiwa yang dilakukan secara berkelanjutan sehingga mutarabbi (anak didik) bisa dewasa dan mandiri untuk hidup di tengah masyarakat. Tarbiyah adalah kegiatan yang disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian bijak dan menyenangkan, tidak membosankan.”

Tarbiyah adalah mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yang mudah diterima, sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tarbiyah adalah kegiatan yang mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan dan perasaan memiliki terhadap anak didik ” (Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, 2019:20).

Para ahli memberikan definisi tarbiyah, bila diidentikkan dengan arrabb sebagai berikut;

Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti ar-rabb adalah pemilik, tuan, maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha mengubah, dan yang maha menunaikan.”

Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan.

Menurut, Fahrur Raziar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-tarbiyah, yang mempunyai arti at-tanwiyah yang berarti (pertumbuhan dan perkembangan).”

Al-Jauhari yang dikutip oleh al-Abrasy memberi arti kata tarbiyah dengan rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara, dan mengasuh.”

Menurut Al-Attas, secara semantik istilah tarbiyah tidak tepat dan tidak memadai untuk membawakan konsep pendidikan dalam pengertian Islam, sebagaimana dipaparkan: “Istilah  yang dipahami dalam pengertian pendidikan sebagaimana digunakan di masa kini tidak bisa ditemukan dalam leksikon-leksikon bahasa Arab besar. Tarbiah dipandang sebagai pendidikan, dikembangkan dari penggunaan Al-Qur’an dengan istilah raba dan rabba yang berarti sama, tidak secara alami mengandung unsur-unsur esensial pengetahuan, intelegensi dan kebajikan yang pada hakikatnya merupakan unsur-unsur pendidikan yang sebenarnya. Jika sekiranya dikatakan bahwa suatu makna yang berhubungan dengan pengetahuan disusupkan ke dalam konsep rabba, maka makna tersebut mengacu pada pemilikan pengetahuan dan bukan penanamannya. (Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, 2019:21-22).

BACA : Purnatugas KKN Mahasiswa IAIDU Asahan di Desa Pematang Sei Baru

Istilah tarbiyah terlalu luas untuk mengungkapkan hakikat dan operasionalisasi Pendidikan berbasis Al-Qur’an. Sebab kata tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Oleh karenanya, penggunaan istilah tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah bahasa Arab. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa Latin Educatio atau dalam bahasa Inggris Education. Kedua kata tersebut dalam batasan pendidikan Barat lebih banyak menekankan pada aspek pisik dan material. Sementara Pendidikan berbasis Al Qur’an, penekanannya tidak hanya aspek tersebut. akan tetapi juga pada aspek psikis dan immaterial. (Zainal Arif, Zulfitria, 2021:87).

Sering digunakan dalam menyebutkan praktik pendidikan Islam adalah terminologi al-tarbiyah seperti penggunaan istilah at-Tarbiyahal-Islamiyah yang berarti pendidikan Islam. Istilah tarbiyah dipakai untuk menunjukkan pendidikan secara berkesinambungan, artinya sesuai dengan tahapan-tahapan kehidupannya dan hanya mengacu kepada kepemilikan pengetamin bukan penanaman. (Abdul Latif Hutagaol, Dkk, 2022:126)

Al-Jauhari memberi arti at-tarbiyah, rabbah, dan rabba, dengan memberi makan, memelihara, dan mengasuh. Kata dasar or-robb, yang mempunyai pengertian yang luas antara lain: memiliki, menguasai, mengatur, memelihara, member makan, menumbuhkan, mengembangkan, dan berarti pula mendidik.  (Nur Kholik 2020: 152)

Pada dasarnya memang tarbiyah berarti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memlihara membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang dan menjinakkan. Penerapannya dalam bahasa Arab tidak hanya terbatas pada manusia saja, tetapi meluas kepada spesies-spesies lain dan medan medan sematik lainnya, untuk mineral, tumbuh- tumbuhan dan hewan Karena tarbiyah sebagai sebuah istilah dan konsep yang dapat diterapkan untuk berbagai spesies, maka menurut Naquibal-Attas, ia tidak cukup cocok untuk menunjukkkan pendidikan dalam arti Islam yang dimaksudkan hanya untuk manusia saja. (Dr. Nurhadi, 2019:54).

Selamat Milad Mubarak Lembaga AR Learning Center yang Ke-3 Tahun. 7 Juni 2020 - 7 Juni 2023. Foto: Mas Andre Hariyanto (SUARA UTAMA)

Selamat Milad Mubarak Lembaga AR Learning Center yang Ke-3 Tahun. 7 Juni 2020 – 7 Juni 2023. Foto: Mas Andre Hariyanto (SUARA UTAMA)

Kata tarbiyah merupakan bentuk mashdar dari rabba  yurabbiy tarbiyatan. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.” (QS. Al-Isra’: 24). (QS. Al-Isra’: 24). Dalam terjemahan ayat di atas, kata tarbiyah digunakan untuk mengungkapkan pekerjaan orangtua mengasuh anaknya sewaktu kecil. (Dr.Rahmat Hidayat, 2016:6).

Di lain pihak istilah tarbiyah tampaknya merupakan terjemahan dari istilah latin educare dan educatio yang bahasa inggrisnya educate dan education.

Konotasi kata ini menurut Naquibal-Attas yaitu menghasilkan, mengembangkan dari kepribadian yang tersembunyi atau potensial yang di dalam proses menghasilkan dan mengembangkan itu mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material. Atau kalau toh dalam istilah educatio maupun education ada pula pembinaan intelektual dan moral, sumber pelaksanaannya bukanlah wahyu, melainkan semata-mata hasil spekulasi filosofis tentang etika yang disesuaikan dengan tujuan fisik material orang- orang sekuler. Jadi, penyusupan makna esensial lain yang membawa unsur fundamental pengetahuan ke dalam istilah tarbiyah hanyalah merupakan tindakan yang mengada-ada, karena makna bawaan struktural konseptual tarbiyab tidak secara alami mencakup pengetahuan sebagai salah satu di antaranya. ( AhmadSyah, 2008: 141-142).

BACA : JURNALIS SUARA UTAMA: Kedepankan Kode Etik Jurnalistik,Profesionalisme,dan Integritas

Menurut Musthafa Al-Ghalayani, at-tarbiyah adalah penanaman etika yang mulia pada anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.”

Tarbiyah merupakan transformasi pengetahuan dari satu generasi kegenerasi, atau dari orang tua kepada anaknya. Transformasi pengetahuan ini dilakukan dengan penuh keseriusan agar peserta didik memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur. Dengan terbentuknya individu seperti itu maka suatu pendidikan dapat terealisasikan tujuannya. Dalam pendidikan (tarbiyah) ini mencakup ranah kognitif, afektif, psikomotorik, ketiga ranah tersebut harus dimiliki peserta didik, agar apa yang jadi visi misi lembaga institusi tertentu bisa terwujud tujuan pendidikannya, untuk itu maka pendidik dalam mendidik harus memiliki rasa keseriusan, keikhlasan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Agar peserta didik menjadi sosok yang diharapkan dan bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga masyarakat. (M. AsymarA. Pulungan, 2022:251).

Tarbiyah secara etimologi mempunyai banyak arti diantaranya pendidikan (education), pengembangan (upbringing), pengajaran (teaching). perintah (instruction), pembinaan kepribadian (breeding), memberi makan (raising), mengasuh anak,” memimpin,” (Parida Jaya, 2020:66).

Konsep Ta’lim

Akar kata ta’lim adalah alima ( علم ). Menurut Ibnal-Manzhur’s kata ini bisa memiliki beberapa arti, seperti mengetahui atau mengenal, mengetahui atau merasa, dan memberi kabar kepadanya Kemudian menurut Luis Ma’luf, kata al-‘ilm yang merupakan mashdar dari ‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar- benarnya (Idrakal-syai’ bihaqiqatih), sementara kata ‘alima bermakna mengetahui dan meyakininya (arafatuhwatayaqqanah).

Selamat Milad Mubarak Lembaga AR Learning Center yang Ke-3 Tahun. 7 Juni 2020 - 7 Juni 2023. Foto: Mas Andre Hariyanto (SUARA UTAMA)

Selamat Milad Mubarak Lembaga AR Learning Center yang Ke-3 Tahun. 7 Juni 2020 – 7 Juni 2023. Foto: Mas Andre Hariyanto (SUARA UTAMA)

Dalam al-Qur’an, kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan fi’il. Dalam bentuk ism, kata yang seakar dengan  hanya disebutkan sekali, yaitu mu’allamun (مُعَلَّمْ) yang terdapat pada (QS, al-Dukhan 44: 14).

ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَّجْنُونٌ ﴿١٤

Artinya: “Kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila”

Kemudian, dalam bentuk fi’il, kata yang seakar dengan talîm disebut dalam duabentuk, yaitu fiil mâdliy dan mudlari Dalam bentuk fi’ilmâdliy, kata ini disebutkan sebanyak 25 kali dalam 25 ayat pada 15 sûrah, yaitu (Q.S, al-Baqarah 2:31, 32, 239, 251, 282), (Q.S, al-Nisa’ 4:113), (Q.S, al-Maidah 5:4, 110), (Q.S, al-An’am 6:9), (Q.S, Yûsuf 12:37, 68 dan 101), (Q.S, al-Kahf 18: 65 dan 66), (Q S, Thâhâ 20: 71),  (Q.S, al-Anbiyâ 21:80), (Q.S, al-Syu’arȧ 26:49), (Q.S, al-Naml 27: 16), (Q.S, Yâsîn 36:69), (Q.S, al-Najm 53:5), (QS, al-Rahman 55:2-4), (Q.S, al-Alaq 96:4-5).  Kemudian, dalam bentuk mudlâri‘, kata yang setara degan  disebutkan sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada delapan surah, yaitu (Q.S, al-Baqarah 2: 102, 129, 151, 282), (Q.S, Ali Imrân 3:48, 79, dan 164),  (Q.S, al-Maidah 5:4), (Q.S, al-Nahl 16:103),  (QS, al-Kahf 18:66), (Q.S, al-Hujurat 49:16), (Q.S, Yûsuf 12:6-12), (QS. al-Jumu’ah: 62).

Menurut Atabik Ali A. Muhdlor, kata  sepadan dengan kata darrasa, terambil dari ‘allama-yu’allimu, taʼliman, yang secara bahasa berarti mengajar atau mendidik 16 Menurut Ridha ta’lim adalah proses transmisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Argumentasinya didasarkan pada firman Allah.

Dan Dia mengajarkan kepada Adam perbendaharaan ilmu pengetahuan (al- Asma’ kullaha), kemudian memaklumkannya kepada para malaikat.Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan (يُعَلِّمُ) kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan (يُعَلِّمُ) kepadamu apa yang belum kamu ketahui.Kalimat wayu’allimuhumal-kitab waal-hikmah pada ayat di atas menjelaskan aktivitas kependidikan yang dilakukan Rasulullah Saw, yang tidak hanya terbatas pada mengajarkan tilawah al-Qur’an, tetapi juga mengupayakan proses pensucianal-jism dan al-ruh (tazkiyah), sehingga dengan kesucian diri itu manusia dapat memahami al-kitab dan al-hikmah serta meraih pengetahuan-pengetahuan lain yang belum mereka ketahui. Al-Asfahany menyatakan bahwa ta’lim adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering, sehingga berbekas pada dinmuta’allim. (Dr. Al-Rasyidin, 2008:110-111).

BACA JUGA :  Pelix Bukega Terpilih Badan Formatur Ipmade Jog-lo

BACA : Muzakarah Pemahaman Menyimpang Pada Pondok Pesantren Al-Zaytun Jawa Barat

Di samping itu, taʼlim juga adalah menggugah untuk mempersepsikan makna dalam pikiran. Karenanya, sebagaimana dikemukakan Jalal”, dalam konteks ta’lim, apa yang dilakukan Rasulullah Saw bukan sekedar membuat umat Islam bisa membaca apa yang tertulis, melainkan dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan amanah. Karenanya, masih menurut Jalal, ta’lim mencakup: pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan,  perintah untuk melaksanakan apa yang diketahui, danpedoman bertingkah laku. Pendapat Jalal ini dengan sendirinya membantah pandangan yang menyatakan bahwa pengertian yang paling tepat untuk menterjemahkan  adalah pengajaran Padahal, dalam terma  terkandung makna ilmu dan amal. Dalam al-Qur’an Surat Muhammad :19, Allah Swt berfirman

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ ﴿١٩

Artinya: “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.”

Kalimat fa’lam (فَاعْلَمْ) pada ayat atas tentu tidak memadai bila diterjemahkan dan dimaknai hanya sekedar mengetahui secara teoritis. Sebab, bagaimana mungkin seseorang yang hanya memiliki pengetahuan teoretik bisa sampai pada tingkatan pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah? Karenanya, kalimat falam harus dimaknai mengetahui dalam arti berpengaruh dan berinteraksi dalam jiwa seseorang. Sebab dalam al-Qur’an, Allah Swt menyatakan bahwa: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama’ (orang-orang yang berilmu pengetahuan).

Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan al-‘ulama’ adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran atau berilmu pengetahuan dan ia sendiri hidup dan mengamalkan kebenaran atau semua al-Ilm yang diketahuinya tersebut. Dalam pengertian ini, ulama bukanlah seseorang yang dalam dirinya terakumulasi sejumlah ilmu pengetahuan, terutama tentang al-Âlîm, tetapi ilmu pengetahuan itu menjadi bagian integral dari perkataan, sikap bathin, dan perbuatannya. Pengetahuannya tentang al-Âlîm tersebut dihayati dan diamalkan- nya, dan dengan demikian ia sampai pada kondisi atau tingkatan takuť kepada Allah Swt. Karenanya, taʼlîm dapat dimaknai sebagai proses menyampaikan dan menanamkan ilmu ke dalam diri seseorang sehingga berpengaruh terhadap akal, jiwa, dan perbuatannya.  (Dr. Al-Rasyidin, 2008:112-113).

Ta’lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata ‘allama, diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat allamahual- tim memiliki arti mengajarkan ilmu kepadanya. Pendidikan, dalam istilah tarbiyalı, tidak saja tertumpu pada domain kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik, sementara pengajaran (talim) lebih mengarah pada aspek kognitif, seperti pengajaran mata pelajaran matematika. Pemadanan kutu ini ngaknya kurung relevan, sebab menurut pendapat yang lain. dalam proses  masih menggunakan domain afektif. (Mahmud Yunus, 1973: 277)

Muhammad Rasyid Ridha (1373 H: 262) mengartikan ta’lim dengan: “proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.” Pengertian ini didasarkan atas firman Allah SWT Dalam QS. Al- Baqarah ayat 31 tentang proses transmisi pengetahuan (allama) Tuhan kepada Nabi Adam as. Proses transmisi itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis asma’ yang diajarkan oleh Allah kepadanya.Dalam ayat lain, yaitu QS. Al-Baqarah: 151 disebutkan:

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ ﴿١٥١

Artinya : “Dan mengajarkan (yu’allim) kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (Sunnah) serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui Ayat ini menunjukkan perintah Allah SWT Kepada rasul-Nya untuk mengajarkan (ta ‘lim) kedua hal tersebut kepada umatnya. Menurut (Muhaimin, 2005: 45), pengajaran pada ayat itu mencakup teoretis dan praktis, sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal-hal yang mendatangkan manfaat dan menampik kemudharatan. Pengajaran mencakup ilmu pengetahuan dan al-hikmah (kebijaksanaan). Guru matematika misalnya, akan berusaha mengajarkan al-hikmah matematika, yaitu pengajaran nilai kepastian dan ketepatan dalam mengambil sikap dan tindakan dalam kehidupannya, yang dilandasi oleh pertimbangan rasional dan perhitungan yang matang Inilah suatu usaha untuk menguak annatullah dalam alam semesta melalui pelajaran matematika. (Afifuddin Harisah, 2018:26-27).

Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini cenderung dipahami sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas anak didik. Kecenderungan semacam ini, pada batas-batas tertentu telah menimbulkan keberatan pakar pendidikan untuk memasukkan  ke dalam pengertian pendidikan. Menurut mereka  hanya merupakan salah satu sisi pendidikan (Mahmud Yunus, 1979: 21).

Kemudian sebagai landasan pemikiran berikutnya dalampendidikan Islam dapat dirujuk. Menurut pemahaman (Naquibal-Attas1988: 112), ta’lim mengandung pengertian mendidik, yaitu pendidikan bagi manusia. Di samping itu juga pengertian itu mempunyai hubungan erat dengan kondisi pendidikan ilmu dalam Islam. (Syamsul Kurniawan, 2015:20).

Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa  hanya mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim).  juga mewakili ungkapan proses dari tidak tahu menjadi tahu (QS. al-Baqarah: 239). Dari perkataan Sa’ad bin Waqash, memberi makna anak-anak yang tidak tahu tentang riwayat Rasulullah saw., diajarkan sehingga menjadi tahu. Namun, istilah  dari beberapa ayat sebagaimana disebutkan di atas menunjukkan bahwa ilmu yang bisa untuk dialihkan meliputi semua ilmu termasuk di antaranya sihir. Sehingga memang istilah tersebut le- bih dekat pada pengajaran bukan pendidikan. Karena pendidikan dalam pengertian Islam tentu saja harus mengarah pada manusia yang lebih baik, sesuai peran dan fungsinya di dunia ini. (Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, 2019:22). konsep  bagaimanapun juga tidak bisa diabaikan, mengingat salah satu metode mencapai tujuan dengan melalui proses ta’lîm. (Zainal Arif, Zulfitria, 2021:90).

Istilah ta’lim digunakan dalam rangka usaha memberi pengetahuan mengenalkan dan tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, sebab sedikit kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang dibebabkan oleh pemberian pengetahuan. (Abdul Latif Hutagaol, Dkk, 2022:126). Sedangkan kata ta’lim lebih fokus pada perenungan (pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah). Tentu sudah masuk fase dewasa.Pencapaian ilmu pengetahuan melebihi imitasi atau peniruan atau dongeng yakni ilmu pengetahuan yang di dapat berdasarkan argumen atau berfikir secara mendalam. (Nur Kholik, 2020:154-155).

Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan dalam Islam adalah ta’lim. Menurut Abdul Fattah Jalal konsep-konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut: Pertama, ta’lim adalah proses pembelajaran terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembanagn fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian init digali dari firman Allah swt. Pengembanagn fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya orang belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya, baik karena meninggal atau karena. usia tua renta Kedua, proses  tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam domain kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan afeks: Pengetahuan yang hanya sampai pada batas-batas wilayah kognisi tidak akan mendorong seorang untuk mengamalkannya, dan pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka atau taklid. Padahal al-Qur’an sangat mengecam orang yang hanya memiliki pengetahuan semacam ini.

Ahmad Syalabi, disebutkan, bahwa lembaga- lembaga pendidikan masa awal Islam atau pun praislam disebut dengan lembaga ta’lim dengan sebutan kuttab. Pada lembaga tersebut terdapat pengembangan kecakapan intelektual, bakat, akhlak, dan sebagainya. Ini merupakan lembaga pertama yang muncul di dunia Islam. Syalabi menyatakan, kuttab adalah tempat pendidikan dan pengajaran (ta’lim) membaca dan menulis. Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (An-Nahl:78).

Dari pengertian diatas, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik, sebagai upaya untuk mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia lebih maju dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan karena seseorang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dibekali dengan berbagai potensi untuk mengembangkan keterampilannya tersebut agar dapat memahami ilmu serta memanfaatkannya dalam kehidupan. (Dr. Nurhadi, 2019:60-61).

Al-Asfahani menyebutkan bahwa Ta’lim adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering, sehingga berbekas pada diri mu’allim, disamping itu, ta’lim adalah menggugah untuk mempersepsikan makna dalam pikiran, karenanya, sebagaimana dikemukakan jalal, dalam konteks ta’lim, apa yang dilakukan Rasulullah bukan sekedar membuat umat islam bisa membaca apa yang tertulis, melainkan dapat membaca dengan renungan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan amanah. (M. AsymarA. Pulungan, 2022:251).

Kata ta’lim menurut Hans Wher dapat berarti pemberitahuan tentang sesuatu (information), nasihat (advice) perintah (intruction), pengarahan (direction), pengajaran (teaching), pelatihan (training), pembelajaran (schooling), pendidikan (education), dan pekerjaan sebagai magang, masa belajar suatu keahlian (apprenticeship).  (Parida Jaya, 2020:64).

Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya (ketrampilan). “kata ta’lim dalam al-Qur’an menunjukkan sebuah proses pengajaran, yaitu menyampaikan sesuatu berupa ilmu pengetahuan. hikmah, kandungan kitab suci, wahyu, sesuatu yang belum diketahui manusia, keterampilan membuat alat pelindung, ilmu laduni (ilmu yang langsung dari Allah), nama-nama atau simbol dan rumus-rumus yang berkaitan dengan alam jagat raya, dan bahkan ilmu terlarang seperti sihir. Ilmu-ilmu baik yang disampaikan melalui proses  tersebut dilakukan oleh Allah Swt, malaikat, dan para nabi. (Parida Jaya, 2020:65-66).

Konsep Ta’dib

Menurut Ibnal-Manzhur, arti asal kata addaba adalah al-dua’ yang berarti undangan. Kata ini kemudian digunakan dalam arti undangan kepada suatu perjamuan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Saw bersabda:”Al-Qur’an ini adalah (undangan) perjamuan Allah di atas bumi, maka belajarlah dari perjamuanNya.”

Dalam Mu’jamal-Wasith, kata addaba diterjemahkan dalam arti: melatihkan perilaku yang baik dan sopan santun,mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berperilaku sopan, pelatihan atau pembiasaan, dan mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan, dan memberi tindakan.

Menurut Shalaby, terma ta’dîb sudah digunakan pada masa Islam klasik, terutama untuk pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana para khalifah. Pada masa itu, sebutan yang digunakan untuk memanggil guru adalah muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-Jahiz, menyatakan bahwa terma muaddib berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru para putera khalifah disebut muaddib dikarenakan mereka bertugas mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu kepada mereka. Dalam melaksanakan tugas edukatifnya, para muaddib tinggal bersama peserta didiknya. Hal itu dimaksudkan agar mereka tidak hanya sekedar mengajar, tetapi juga dapat mendidik jasmani dan ruhani peserta didik.

Berdasarkan kutipan di atas, tampak bahwa terma ta’dîb tidak hanya menekankan aspek pemberian ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan watak, sikap, dan kepribadian peserta didik. Karenanya, tugas seorang muaddib bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga melatih dan membimbing peserta didik agar mereka hidup dengan adab, baik secara jasmani maupun ruhani.

Meskipun sudah dikenal sejak lama, bahkan digunakan dalam praktik pendidikan masa awal Islam, istilah ta’dîb untuk menyebutkan makna pendidikan dalam Islam digagas dan dipopulerkan kembali oleh Syed Mohammad Naquibal-Attas, guru besar dan pendiri International Instituteof Islamic ThoughtandCivi- lization, Malaysia. Menurut al-Attas, kata ta’dib merupakan terma yang paling benar untuk menyebutkan istilah pendidikan dalam konteks Islam. Penggunaan terma ta’dîb untuk menyebutkan istilah yang paling sesuai untuk pendidikan dalam Islam didasarkan pada hadis Rasulullah Saw. Tuhanku telah mendidikku dan menjadikan pendidikanku sebaik-baik pendidikan. (Dr. Al-Rasyidin, 2008:113-114).

Kata addaba dalam hadis di atas dimaknai al-Attas dalam arti mendidik. Kata addabadengan berbagai bentuk derivasinya, sering digunakan Rasulullah Saw untuk menyebutkan aktivitas mendidik. Dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw menyatakan: “Barang siapa yang merawat tiga orang anak perempuan lalu mendidik mereka (faaddabahunna), menikahkan mereka, dan berbuat baik kepada mereka, maka ia akan mendapat surga”. Dalam kitab AunulMa’bûd dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan addabahunna adalah mendidik dan mengajar dengan pendidikan syari’at Islam. Kemudian, dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw berkata: Seorang laki-laki yang mendidik (yuaddiba) putranya lebih baik dari pada bershadaqah satu sha’. (Dr. Al-Rasyidin, 2008:115).

Ta’dib biasanya dipahami dalam pengertian pendidikan sopan santun. tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. Ta’dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya orang berpendidikan adalah orang yang berperadaban Sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan. (Naquibal-Attas1988: 66) menulis, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan. Pengertian ini bertolak dari hadis Nabi SAW: “Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik (hasil) pendidikanku”

Hadis lain yang diriwayatkan Malik bin Anas: “Aku diutus untuk memperbaiki kemuliaan akhlak”

Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa kompetensi Muhammad sebagai rasul dan misi utamanya adalah pembinaan akhlak. Karena itulah, maka seluruh aktivitas pendidikan Islam seharusnya memiliki relevansi dengan peningkatan kualitas budi pekerti sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ta’dib, sebagaimana yang disebutkan (Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir 2006:20-21). adalah upaya dalam pembentukan adab (tata krama) terbagi atas empat macam ta’dib adab al-haqq. pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran. yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan. (Afifuddin Harisah, 2018:27-28).

ta’dib adab al-khidmah, pendidikan spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang Raja (Malik) dengan menempuh tata krama yang pantas, ta ‘dib adab al-syari’ah, pendidikan tata krama spiritual dalam syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada tata krama yang mulia, ta’dib adab al- shuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berperilaku mulia di antara sesama. (Afifuddin Harisah, 2018:29).

Ta’dib mengandung pengertian mendidik yaitu pendidikan bagi manusia. Di samping itu juga pengertian itu mempunyai hubungan erat dengan kondisi pendidikan ilmu dalam Islam. kata ta’dib seperti termuat pada sabda Rasulullah Saw “AdabbaniRabbifaahsanatadibi“, memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan bahwa beliau dididik oleh Allah sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-baik pendidikan. Oleh karenanya Rasulullah Saw merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan. (Syamsul Kurniawan, 2015:20).

Al-Attas berpendapat bahwa konsep ta’dib adalah konsep yang harus diaplikasikan dalam pendidikan secara komprehensif, tentu hal ini akan memberikan pengaruh besar terhdap peserta didik. Sederhananya konsep ta’dib yaitu usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi yang membawa siswa atau peserta didik terdorong dan tergerak jiwanya serta hatinya untuk berperilaku dan bertindak tanpa meninggalkan adab atau sopan santun yang sesuai dengan syari’at Islam. Dengan menerapkan konsep ta’dib dalam pendidikan islam maka lembaga pendidikan islam tersebut telah mendorong peserta didik untuk meningkatkan adab dan sopan santun. Apabila konsep ta’dib ini di terapkan di era 5.0 maka akan membangkitkan dan menggerakkan jiwa peserta didik untuk tetap menerapkan nilai nilai ajaran islam di zaman sekarang ini. (Saifuddi, Sa’ronih Amin, Dkk, 2023:271).

Makna ini hampir sama dengan definisi yang diberikan al-Jurjani, yakni ta ‘dib adalah proses memperoleh ilmu pengetahuan (ma’rifah) yang dipelajari untuk mencegah pelajaran dari bentuk kesalahan. (Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, 2019:24). Konsep adab, al-Attas ini adalah memperlakukan objek-objek tersebut sesuai dengan aturan, wajar dan tujuan terakhirnya adalah kedekatan spiritual kepada Tuhan. Berkenaan dengan hal ini, maka dah juga dikaitkan dengan syariat dan tauhid. Orang yang tidak beradab adalah orang yang tidak menjalankan syari’at dan tidak beriman (dengan sempurna). Maka orang beradab, menurut al-Attas adalah orang yang baik yaitu orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan Yang Hak, memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya dan orang lain dalam masyarakat, berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab.” (Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, 2019:25).

Konsep ta’dib adalah konsep pendidikan yang bertujuan menghasilkan individu beradab, yang mampu melihat segala persoalan dengan teropong worldview Islam. Mengintegrasikan ilmu-ilmu sains dan humanioradangan ilmu syari’ah. Sehingga apa pun profesi dan keahliannya, syar’iah dan worldview Islam tetap merasuk dalam dirinya sebagai parameter utama Individu-individu yang demikian ini adalah manusia pembentuk peradaban Islam yang bermartabat. Dalam tataran praktis, konsep ini memerlukan proses Islamisasi ilmu pengetahuan ter- lebih dahulu. Karena, untuk mencapai tujuan utama konsep pendidikan ini, ilmu-ilmu tidak hanya perlu diintegrasikan akan tetapi, ilmu yang berparadigma sekuler harus diislamkan basis filosofisnya. (Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, 2019:26-27).

Konsep ta’dib dalam perumusan arah dan tujuan aktivitasnya, tetapi dengan modifikasi tertentu, sehingga tujuan tidak sekedar dirumuskan dengan kata-kata singkat fadhilah, tetapi rumusan tujuan pendidikan yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada pertumbuhan dan pembinaan keimanan. keislaman dan keihsanan, di samping juga tidak mengabaikan pertumbuhan dan pengembangan intelektual peserta didik. (Zainal Arif, Zulfitri, 2021:90).

Istilah ta’dib adalah terminology paling tepat untuk menyebut pendiidkan Islam, sebab struktur konsep ta ‘dib sudah mencakup unsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (taʼlim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa makna pendidikan Islam merujuk pada istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang dipakai secara bersamaan. Berbeda dengan pendapat Al-Attas, Konferensi Internasional Islam di Mekah tahun 1977 mengartikan pendidikan Islam mencakup tiga pengertian sekaligus yakni tarbiyah, ta’lim, ta’dib. (Abdul Latif Hutagaol, Dkk, 2022:126).

Ta’dib adalah berasal dari kata benda dan mempunyai kata kerja adaba yang berarti mendidik. Bentuk kata ini belum tertuju dan memerlukan tujuan (objek) yang dalam pendidikan objek tersebut ialah manusia. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata adab diartikan sebagai sopan santun, budi pekerti dan tatak rama. Namun peradaban diartikan sebagai hasil seluruh budi daya manusia, baik secarapersonal maupun komunal (kelompok). Jadi, ta’dib titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. Menurut Mustofa Rahman yang dikutip oleh Hujair Sanaky bahwa lafal to’dib setidaknya memiliki empat macam arti, pendidikan (education),ketertiban (discipline),hukuman untuk kebaikan (punishment, chastisemen), dan hukuman demi ketertiban (disciplinarypunishment) Dari hal tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa makna ta’dib tertuju pada pembentukan akhlak. (Nur Kholik, 2020:155-156).

Konsep ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang komprehensif, karena aspek-aspek ilmu dan proses pencapainya mesti dicapai dengan pendekatan atauhidy dan objek-objeknya diteropong dengan pandangan hidup Islami (worldview Islam), 185 Pendekatan tawhidy adalah pendekatan yang tidak dikotomis 186 dalam melihat realitas. Menurut al-Attas, pendidikan Islam bukanlah seperti pelatihan yang akan menghasilkan spesialis. Melainkan proses yang akan menghasilkan individu baik (insan adabi), yang akan menguasai pelbagai bidang studi secara integral dan koheren yang mencerminkan padandangan hidup Islam. (Nurhadi, 2019:80).

Muhammad Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta’dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia waktu itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut dinamai kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan al-Adab al-Shaghir yang ditulis oleh Ibnal-Muqaffa (w. 760 M). Seorang pendidik pada waktu itu disebut Mu’addib.

Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. (Rahmat Hidayat, 2016:6).

Berita Terkait

Pentingnya Kejujuran : Sebuah Tinjauan Berdasarkan Hadis
Inkubasi Bisnis Wiji Unggul 2024 Ditutup dengan Sukses: UMKM Tangguh dan Adaptif
Realitas Semu Program Sinetron Televisi
Gerakan Solidaritas Komisi 4 DPRD Pandeglang untuk Korban Banjir di Dua Kecamatan
Miris, Masyarakat Kecewa Bayar Air PDAM Terdouble
Dampak kenaikan UMK 2025 dan Ancaman PHK
Rapat Forum Kader Pemuda Bela Negara Bahas Rencana Kerja Tahun 2025
Pembangunan gapura di wilayah RW-09 Suspected manipulatif
Berita ini 106 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 12 Desember 2024 - 11:01 WIB

Inkubasi Bisnis Wiji Unggul 2024 Ditutup dengan Sukses: UMKM Tangguh dan Adaptif

Rabu, 11 Desember 2024 - 17:24 WIB

Realitas Semu Program Sinetron Televisi

Rabu, 11 Desember 2024 - 14:43 WIB

Gerakan Solidaritas Komisi 4 DPRD Pandeglang untuk Korban Banjir di Dua Kecamatan

Selasa, 10 Desember 2024 - 11:23 WIB

Miris, Masyarakat Kecewa Bayar Air PDAM Terdouble

Senin, 9 Desember 2024 - 16:25 WIB

Dampak kenaikan UMK 2025 dan Ancaman PHK

Minggu, 8 Desember 2024 - 08:09 WIB

Rapat Forum Kader Pemuda Bela Negara Bahas Rencana Kerja Tahun 2025

Sabtu, 7 Desember 2024 - 13:25 WIB

Pembangunan gapura di wilayah RW-09 Suspected manipulatif

Jumat, 6 Desember 2024 - 21:10 WIB

Sejarah Jembatan Ampera

Berita Terbaru

FOTO : Coach Fahmi Beri Motivasi Bisnis dan Jihad di Pesantren Bisnis Indonesia (Andre Hariyanto/SUARA UTAMA)

Berita Utama

Coach Fahmi Bekali Semangat Bisnis dan Kepemimpinan di SPC 5 Jatim

Sabtu, 14 Des 2024 - 14:32 WIB

Artikel

Jangan Jadikan Suamimu Tahanan Kota

Sabtu, 14 Des 2024 - 10:31 WIB

Hukum

Wartawan Jadi Korban Penipuan Belanja Kamera Online

Sabtu, 14 Des 2024 - 08:02 WIB