SUARA UTAMA – Surabaya, 21 Oktober 2025 – Sistem hukum yang digunakan Indonesia saat ini memiliki akar panjang dari tradisi hukum Eropa kontinental. Dikenal dengan istilah civil law, sistem ini lahir di Prancis pada awal abad ke-19, kemudian diadopsi oleh Belanda, dan akhirnya diterapkan di Indonesia pada masa penjajahan. Hingga kini, pengaruhnya masih menjadi fondasi utama sistem hukum nasional.
Lahir dari Revolusi dan Rasionalitas Prancis
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sistem civil law modern berawal dari lahirnya Code Civil des Français atau Napoleonic Code pada tahun 1804, di bawah pemerintahan Napoleon Bonaparte. Kode hukum tersebut disusun untuk menghapus hukum feodal yang beragam antarwilayah Prancis pascarevolusi dan menggantinya dengan aturan hukum yang tertulis, seragam, dan rasional.
Kodifikasi itu menandai perubahan besar dalam sejarah hukum dunia. Dalam sistem ini, undang-undang menjadi sumber hukum tertinggi, sementara hakim bertugas menafsirkan dan menerapkan hukum sesuai dengan teks yang ada, bukan menciptakan hukum baru. Prinsip kepastian hukum dan persamaan di hadapan hukum menjadi nilai utama yang diusung.
Belanda Mengadaptasi Sistem Prancis
Ketika Prancis menguasai Belanda pada akhir abad ke-18, sistem hukum baru tersebut ikut diperkenalkan di sana. Setelah memperoleh kemerdekaan, Belanda memilih untuk mengadaptasi sistem hukum Prancis ke dalam konteks negaranya sendiri. Hasilnya adalah Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, yang diresmikan pada 1838.
Sistem ini menegaskan prinsip bahwa semua hukum harus dikodifikasikan secara tertulis. BW kemudian menjadi model utama dalam praktik hukum Belanda dan menjadi dasar hukum yang dibawa ke wilayah jajahannya, termasuk Hindia Belanda.
Pewarisan ke Hindia Belanda dan Lahirnya Hukum Nasional
Di Indonesia, sistem civil law mulai diterapkan pada abad ke-19 ketika Belanda memperkenalkan BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan WvK (Wetboek van Koophandel) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Awalnya hanya berlaku bagi warga Eropa, sistem ini kemudian juga diterapkan sebagian bagi golongan pribumi melalui asas konkordansi, yakni prinsip penerapan hukum yang sama seperti di negeri penjajah.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa seluruh hukum peninggalan kolonial tetap berlaku selama belum diganti oleh peraturan baru. Dengan demikian, civil law tetap menjadi fondasi utama sistem hukum Indonesia hingga kini.
Hukum Indonesia: Antara Warisan dan Pembaruan
Hingga saat ini, pengaruh civil law masih sangat kuat di Indonesia. Hukum perdata dan dagang nasional masih berpedoman pada KUHPerdata dan KUHD yang berasal dari hukum Belanda. Sistem hukum Indonesia juga masih menempatkan undang-undang tertulis sebagai sumber hukum utama, dan putusan hakim (yurisprudensi) belum memiliki kekuatan mengikat secara formal seperti dalam sistem common law.
Meski demikian, praktik hukum Indonesia perlahan mengalami transformasi. Dalam beberapa dekade terakhir, yurisprudensi Mahkamah Agung mulai dijadikan pertimbangan penting dalam memutus perkara, menunjukkan adanya pergeseran menuju sistem yang lebih dinamis.
Praktisi hukum Eko Wahyu Pramono menilai, perkembangan ini adalah bagian dari proses modernisasi hukum di Indonesia.
“Sistem civil law memberikan kepastian hukum, namun Indonesia perlu menyeimbangkannya dengan keadilan sosial dan fleksibilitas seperti dalam common law. Itulah arah reformasi hukum yang ideal,” ujar Eko Wahyu Pramono saat ditemui Suara Utama di Jakarta, Senin (20/10).
Menuju Sistem Hukum Indonesia yang Berkarakter Nasional
Pemerintah bersama lembaga hukum kini tengah mendorong pembaruan kodifikasi hukum nasional agar lebih sesuai dengan realitas masyarakat modern. Upaya ini meliputi pembaruan KUHP, hukum ekonomi digital, dan perlindungan konsumen, tanpa meninggalkan prinsip dasar civil law.
Nilai-nilai Pancasila dan hukum adat juga menjadi dasar moral dalam membangun sistem hukum yang tidak hanya menjamin kepastian, tetapi juga menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kesimpulan
Perjalanan civil law dari Prancis ke Belanda hingga Indonesia menunjukkan bagaimana sebuah sistem hukum dapat beradaptasi lintas budaya dan waktu. Di tangan bangsa Indonesia, warisan itu tidak hanya dipertahankan, tetapi juga dikembangkan agar selaras dengan cita-cita kemerdekaan dan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sebagaimana disampaikan Eko Wahyu Pramono, reformasi hukum Indonesia tidak berhenti pada kepastian, tetapi harus terus bergerak menuju keadilan substantif yang hidup di tengah masyarakat.
“Hukum yang baik bukan hanya tertulis dengan rapi, tetapi mampu memberikan keadilan bagi setiap warga negara,” tegasnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














