SUARA UTAMA, Surabaya – Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menggelar Webinar Nasional bertema “Lonceng Kematian di Pengadilan Pajak oleh Menteri Keuangan?” sebagai respons atas rencana Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru terkait persyaratan kuasa hukum pajak. Acara yang berlangsung secara daring ini diikuti lebih dari 1.000 peserta dari kalangan wajib pajak, akademisi, praktisi hukum, dan pemerhati kebijakan fiskal. Dalam webinar yang diselenggarakan melalui Zoom dan disiarkan di YouTube ini, hadir Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan dan ahli hukum pajak Dr. Alessandro Rey sebagai pembicara utama, dengan moderator Fungsiawan, S.E.
Isu yang Diangkat: Potensi Ketimpangan Keadilan Perpajakan
Dalam paparannya, Rinto menyampaikan kekhawatiran bahwa PMK yang dirancang Kementerian Keuangan dapat berimplikasi pada pembatasan akses wajib pajak terhadap pendampingan hukum dalam proses keberatan atau gugatan perpajakan. “Regulasi ini berpotensi bertentangan dengan prinsip independensi peradilan yang telah diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XXI/2023. Kami berharap proses transisi kewenangan pengadilan pajak ke Mahkamah Agung tetap berjalan sesuai tenggat waktu yang telah ditentukan, yakni paling lambat 31 Desember 2026,” ujar Rinto.
Sorotan atas Kewenangan Eksekutif dalam Proses Perpajakan. IWPI juga menyoroti banyaknya pelimpahan kewenangan kepada Kementerian Keuangan dalam bentuk PMK. Dalam pemaparannya, Rinto menyebutkan bahwa terdapat puluhan penyebutan PMK dalam berbagai undang-undang perpajakan, seperti UU KUP, UU PPN, dan UU PPh. Menurutnya, konsentrasi kewenangan ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan ketika otoritas fiskal juga memiliki andil dalam regulasi dan proses penyelesaian sengketa perpajakan. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat memengaruhi prinsip keadilan dan pemisahan kekuasaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pendapat Akademisi: Akses Hukum Perlu Dijaga
Dr. Alessandro Rey dalam pemaparannya menggarisbawahi pentingnya menjamin akses yang setara terhadap pendampingan hukum dalam proses perpajakan. Ia menilai, jika persyaratan kuasa hukum dibatasi secara ketat tanpa alasan yang proporsional, maka hal itu dapat mengurangi kesempatan wajib pajak untuk mendapatkan pembelaan yang memadai di pengadilan. “Dalam konteks negara hukum, setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum, termasuk dalam penyelesaian sengketa perpajakan,” ujar Alessandro.
Tanggapan Peserta: Harapan Akan Proses yang Adil
Webinar ini juga memberikan ruang bagi peserta untuk berbagi pengalaman. Salah satu peserta dari Bojonegoro menyampaikan kekhawatirannya terkait besarnya tagihan pajak yang diterimanya, yang menurutnya tidak sesuai dengan skala usahanya. Ia menyatakan kesulitan dalam mengakses proses keberatan dan berharap ke depan ada perbaikan dalam sistem pemeriksaan dan penegakan perpajakan agar lebih adil.
Rekomendasi dan Harapan IWPI
Sebagai penutup, IWPI menyampaikan lima poin rekomendasi kepada pemerintah:
1. Meninjau ulang rencana penerbitan PMK terkait kuasa hukum pajak.
2. Mendorong percepatan peralihan pengadilan pajak ke Mahkamah Agung sesuai putusan MK.
3. Menyederhanakan regulasi perpajakan dan menghindari konsentrasi kewenangan dalam satu lembaga.
4. Mengadakan audit menyeluruh terhadap struktur regulasi perpajakan oleh lembaga independen.
5. Meningkatkan edukasi perpajakan bagi wajib pajak dan aparatur fiskus.
IWPI menutup acara dengan harapan terciptanya sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan transparan. Dalam pernyataan resminya, IWPI menekankan pentingnya kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan sebagai fondasi bagi keberlangsungan keuangan negara.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














