Suara Utama,Jakarta –Pada hari Kamis (14/10/2024) Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) memaparkan hasil Survei Keragaan Produksi dan Harga Beras Nasional Oktober 2024.
Kegiatan pemaparan hasil survei tersebut dihadiri oleh unsur Pemerintahan, Akademisi,Praktisi, Pemerhati Pertanian, Kelompok Tani, Pewarta Media, Mahasiswa, dan Masyarakat.
Narasumber dalam pemaparan tersebut adalah Ferry Sitompul, selaku Ketua PATAKA.
Dalam pemaparannya, Ferry menyampaikan tujuan dari penyelenggaraan survei ini salah satunya adalah memperoleh data yang dapat membantu pemerintah, dalam menyediakan data terkini terkait perberasan guna menentukan kebijakan perberasan nasional berbasis ilmu (science-based policy).
Survei Keragaan Produksi dan Harga Beras Nasional PATAKA ini mengambil sampel
di 10 Provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Adapun responden yang terlibat dalam survei selama periode bulan Mei-September 2024 ini yaitu Petani sebanyak 870 responden, Pengepul sebanyak 115 responden, Penggilingan Padi sebanyak 56 Responden, Pedagang Beras sebanyak 235 Responden, Pengamat Pengairan sebanyak 54 Responden dan Pengamat Hama Penyakit Tanaman (HPT) sebanyak 54 Responden.
Hasil survei PATAKA menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas padi dari bulan Mei hingga September 2024. Rataan produktivitas padi terendah terjadi di bulan Juni 2024 yaitu 5,63 ton/ha, dan tertinggi di bulan September yaitu 5,93 ton/ha, dengan rataan bulanan dari Mei-September 2024 sebesar 5,79 ton/ha. Adapun rataan laju harga jual GKP petani mengalami kenaikan sebesar 3,27% per bulan dengan rataan harga jual GKP terendah
terjadi di bulan Mei 2024, yaitu sebesar Rp.5.493/kg. Kemudian tertinggi di bulan September 2024 sebesar Rp.6.248/kg, dengan rataan bulanan dari Mei-September 2024 sebesar Rp.5.901/kg.
Pada bulan Mei-Juli 2024 harga GKP petani berkisar antara Rp. 5.493-5.792/kg, berada
di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp.6.000/kg. Dengan demikian pada
periode Mei-Juli 2024 saatnya pemerintah melakukan penyerapan gabah dalam negeri yang
lebih besar melalui Perum Bulog. Namun jika dilihat dari data Bapanas terkait realisasi pengadaan beras dalam negeri, justru mengalami penurunan yang sangat signifikan di periode bulan Mei-Juli 2024. Sementara hasil survei PATAKA menunjukkan bahwa di periode bulan Agustus sampai September 2024, posisi harga jual GKP di tingkat petani berada di atas HPP yaitu berkisar antara Rp.6.103-6.248/kg. Dengan ini, seharusnya Pemerintah mengurangi penyerapan gabah/beras dalam negeri.
Selain itu, ada beberapa faktor produksi yang disurvei oleh PATAKA diantaranya, biaya
benih, pupuk, pestisida dan pengairan, dimana seluruhnya mengalami peningkatan. Hal ini
menandakan adanya kenaikan harga beberapa sarana prasarana produksi pertanian (Saprotan), atau peningkatan kuantitas penggunaan Saprotan yang dibeli selama periode masa tanam, dengan masa panen antara bulan Mei-September 2024. Beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan itu diantaranya adanya gagal tanam, kekeringan dan
serangan hama penyakit tanaman.
Hasil survei lainnya yaitu terkait indikator di tingkat pengepul. Ferry menyatakan bahwa
rataan harga beli GKP Pengepul per bulan sekitar Rp.5.949/kg, atau tumbuh rata-rata 3,24%
per bulan. Sementara, rataan Harga jual GKP pengepul per bulan sekitar Rp.6.420/kg atau tumbuh rata-rata 1,67% per bulan dengan margin atau keuntungan pengepul sekitar 7,99% atau Rp.471/Kg. Kemudian data menunjukkan bahwa rataan harga GKP yang dibeli pengepul terdapat gap dengan harga jual GKP di tingkat petani, dengan perbedaan (gap) berkisar Rp.48/kg atau 0,83%. Perbedaan gap antara harga jual petani dan harga beli pengepul, diduga adanya pihak lain atau perantara (preman gabah) yang mengambil keuntungan dengan jatah kisaran Rp.48/Kg.
Terkait volume beli GKP pengepul memiliki rataan per bulan sekitar 9,71 Ton/Minggu
atau tumbuh rata-rata 19,72% per bulan selama Mei-September 2024. Sementara volume jual GKP memiliki rataan per bulan sekitar 13,13 Ton/Minggu, atau tumbuh rata-rata 7,05% per bulan. Persentase volume gabah yang dijual lebih tinggi dari jumlah gabah yang dibeli rata-rata sebesar 54,11% per bulan. Hal ini menunjukkan adanya pola manajemen stok di tingkat pengepul. Kemudian hasil survei PATAKA juga menunjukkan bahwa pada musim panen raya Mei-Juni 2024, dan masa panen Agustus-September 2024, rataan volume jual GKP pengepul menurun, karena penggilingan tidak membeli gabah dari pengepul.
Selanjutnya Ferry menunjukkan data hasil survei terkait Volume Beli GKP Setara Beras dan Volume Jual Beras di Tingkat Penggilingan. Hasil menunjukkan bahwa volume pembelian GKP dan penjualan beras umumnya mengalami tren penurunan dari Mei hingga Juli 2024,Dengan pembelian GKP setara beras turun sebesar 46%, dan penjualan beras menurun dari bulan Mei-Juli 2024 sebesar 41%. Penjualan beras mengikuti pola serupa, turun dari 16,19 ton pada Mei menjadi 8,06 ton pada Juli 2024, dan naik kembali menjadi 10,65 ton pada Agustus 2024. Ini mengindikasikan adanya dinamika pasokan gabah dan permintaan beras.
Kemudian, terdapat kesenjangan antara volume pembelian GKP setara beras dan penjualan beras, dengan rata-rata selisih 33% per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa semua GKP yang dibeli langsung diolah menjadi beras, bahkan mengambil stok yang ada di penggilingan dalam mengoptimalkan pemberian pupuk subsidi, memberikan bantuan pestisida maupun bantuan program pengendalian OPT hama, serta memberikan bantuan peralatan atau mesin pertanian,Kelima, kondisi pengairan sawah pada beberapa daerah masih terjaga, meskipun telah memasuki musim kemarau. Namun Pemerintah harus tetap waspada menjaga kondisi pengairan kepada sawah-sawah milik petani, diantaranya dengan revitalisasi irigasi dan intensifikasi program pompanisasi sawah. Hal tersebut dimaksudkan agar produksi beras dalam negeri tetap terjaga, sehingga kedaulatan pangan dapat terwujud.yang sama. Faktor-faktor seperti kapasitas produksi dan permintaan pasar dapat memengaruhi kesenjangan ini.
Hasil survey PATAKA menunjukkan bahwa harga beli gabah kering panen (GKP) penggilingan dan harga jual beras mengalami tren kenaikan antara Mei hingga September 2024. Rata-rata harga beli GKP penggilingan per bulan mencapai Rp.6.540/kg atau naik 3,64% per bulan, dengan harga tertinggi pada September 2024 sebesar Rp6.863/kg.
Sementara harga jual beras meningkat rata-rata Rp.12.640/kg per bulan atau naik 1,5% perbulan, dengan puncaknya di Agustus 2024 sebesar Rp12.967/kg. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan permintaan di sepanjang rantai pasok. Adapun margin penggilingan mencapai Rp6.100/kg per bulan atau 48%.
Ferry juga menyampaikan bahwa ada gap antara harga jual GKP pengepul dengan harga beli GKP penggilingan selama Mei-September 2024 sebesar Rp250/kg per bulan.
Perbedaan gap antara harga jual GKP pengepul dan harga beli beli GKP penggilingan, diduga
adanya pihak lain atau perantara (preman giling) yang mengambil keuntungan dengan jatah
kisaran Rp.250/Kg per bulan.
Selanjutnya hasil survei PATAKA di tingkat pedagang beras menunjukkan bahwa
kecenderungan harga beras premium naik dari bulan Juni-Agustus 2024, dari harga Rp.14.199/kg menjadi Rp14.509/kg, dengan laju sekitar 1,90% per bulan, tetapi masih di bawah harga HET. Hal ini menurut Ferry disebabkan karena ketersediaan beras premium kebanyakan ada di pasar modern atau supermarket yang lebih mudah dipantau oleh
pemerintah, serta menandakan adanya ketaatan pelaku usaha terhadap regulasi.Sementara di pedagang beras tradisional, beras jenis premium kebanyakan dipasok dari penggilingan berupa beras curah kualitas premium dan sebagian besar masyarakat lebih memilih beras dengan kualitas medium.
Laju harga beras medium Survei PATKA sebesar 2,60% per bulan. Harga rata-rata beras medium dari bulan Mei-Juli 2024 hasil Survei PATAKA relatif stabil diharga Rp.12.803-12.670/kg, kemudian naik pada bulan Agustus yaitu sebesr Rp.13.165/kg dan di bulan September sebesar Rp.13.570/kg. Kecenderungan harga beras medium tidak berubah dari bulan Agustus-September 2024, disebabkan oleh suplai GKP dari petani dan beras dari penggilingan masih terjaga, serta pemerintah masih menyalurkan bantuan beras dan melakukan program Gerakan Pangan Murah dari Bapanas. Namun harga beras medium hasil Survey PATAKA relatif tidak terkendali, harga masih di atas HET.
PATAKA juga membandingkan harga beras medium dengan realisasi penyaluran SPHP oleh pemerintah. Hasil survei menunjukkan bahwa ternyata Beras SPHP yang merupakan instrumen untuk mengendalikan harga beras medium di pasaran, belum berhasil untuk mengendalikan harga beras medium agar berada di bawah HET. Terkait beras curah, laju harga beras curah tertinggi Survei PATAKA sebesar 1,20% per bulan. Dengan kisaran harga antara Rp.12.648-13.285/kg dan rata-rata sebesar Rp.12.960/kg, kemudian laju harga beras curah terendah Survei PATAKA sebesar 3,90% per bulan. Dengan kisaran harga antara Rp.11.481-12.181/kg dan rata-rata sebesar Rp.11.831/kg. Kecenderungan harga beras curah tidak berubah signifikan dari bulan Mei- September 2024, dan mendekati harga beras medium serta relatif masih di sekitar HET.
Selain itu Ferry juga menyampaikan terkait hasil survei di tingkat pengamat pengairan,
dimana sebagian besar sawah amatan selama periode Mei-September 2024 memiliki kondisi cukup air, meski cenderung menurun tetapi masih diatas 50% dari luas area sawah amatan.
Hal ini karena akhir Agustus 2024 di beberapa wilayah amatan sudah mulai memasuki musim hujan, dan sebagian petani di wilayah melakukan pompanisasi lahan sawah. Sebagian sawah amatan ternyata dari hasil survei PATAKA masih ada yang mengalami kekeringan dan kekurangan air di periode Mei-September 2024 yaitu sekitar 8-36%. Walaupun cenderung meningkat, tapi masih di bawah 50%. Hal tersebut dikarenakan hujan yang belum turun secara merata, dan kondisi irigasi yang belum dilakukan revitalisasi, sehingga sawah menjadi
tadah hujan.
Kemudian hasil survei PATAKA di tingkat pengamat hama penyakit tanaman
menunjukkan hasil bahwa sebagian besar sawah amatan mengalami peningkatan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada periode Mei-September 2024, penurunan produksi akibat OPT berkisar antara 14-20%. Hal ini menunjukkan bahwa serangan OPT masih bisa dikendalikan.
Dalam penutupan pemaparan hasil survei PATAKA, Ferry menyampaikan saran
kebijakan pertama, Perum Bulog perlu memperhatikan harga gabah yang berkembang di tingkat petani. Ketika harga GKP di bawah HPP maka Bulog harus meningkatkan penyerapan gabah/beras dalam negeri, sedangkan saat harga GKP di atas HPP maka Bulog harus mengurangi atau menghentikan penyerapan dalam negeri. Diharapkan Perum Bulog bisa mempertahankan/meningkatkan penyerapan gabah/beras dalam negeri sampai sekitar bulan agustus,Kedua, Badan Pangan Nasional melalui BUMN Perum Bulog menyalurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), maupun intensifikasi program Gerakan Pangan Murah (GPM), untuk membantu masyarakat miskin mendapatkan beras medium dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau. Hal tersebut dikarenakan harga beras medium di pedagang pasar sudah melebihi HET. Hal ini terjadi sebab beras medium lebih banyak dikonsumsi warga
berpenghasilan menengah ke bawah, selain itu dalam rangka menjaga tingkat inflasi nasional,Ketiga, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian RI dan Badan Pangan Nasional,perlu me-review besaran HPP untuk GKP. Hal tersebut memperhatikan harga jual GKP di tingkat petani yang berada di atas HPP (Rp 6.000/Kg). HPP perlu ditingkatkan dengan maksud agar Perum Bulog dapat menyerap lebih banyak GKP di tingkat petani, untuk dijadikan CPP komoditas beras, demi mendukung ketahanan pangan nasional,Keempat , Kementerian Pertanian perlu memberikan bantuan benih yang memiliki kualitas unggul, dan mampu bertahan dalam kondisi kemarau atau kekeringan, kemudian mengoptimalkan pemberian pupuk subsidi, memberikan bantuan pestisida maupun bantuan
program pengendalian OPT hama, serta memberikan bantuan peralatan atau mesin pertanian,Kelima, kondisi pengairan sawah pada beberapa daerah masih terjaga, meskipun telah memasuki musim kemarau. Namun Pemerintah harus tetap waspada menjaga kondisi pengairan kepada sawah-sawah milik petani, diantaranya dengan revitalisasi irigasi dan intensifikasi program pompanisasi sawah. Hal tersebut dimaksudkan agar produksi beras
dalam negeri tetap terjaga, sehingga kedaulatan pangan dapat terwujud.