SUARA UTAMA – Jakarta, 9 September 2025 – Ketegangan antara Ferry Irwandi, CEO Malaka Project, dengan institusi TNI khususnya Satuan Siber TNI kian mencuri perhatian publik. Perseteruan ini mencuat setelah Brigjen Juinta Omboh Sembiring bersama sejumlah perwira tinggi TNI mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi hukum terkait dugaan tindak pidana yang disebut-sebut melibatkan Ferry.
Tuduhan dan Respons Ferry
Meskipun detail dugaan tindak pidana belum dipublikasikan secara terbuka, langkah hukum tersebut langsung direspons Ferry dengan tegas.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya tidak lari ke mana-mana, Jenderal! Kalau memang harus diproses hukum, saya siap,” ujarnya dalam sebuah pernyataan, menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindak pidana sebagaimana disebut pihak TNI.
Kritik Publik dan Organisasi Sipil
Langkah TNI menuai sorotan tajam dari organisasi masyarakat sipil. Amnesty International Indonesia menilai tindakan Satuan Siber TNI melaporkan dugaan tindak pidana ke kepolisian merupakan bentuk campur tangan militer di ranah sipil yang tidak semestinya.
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menegaskan bahwa tugas pokok TNI di ranah siber seharusnya terbatas pada pertahanan negara, bukan mengawasi kebebasan berekspresi masyarakat sipil.
“Ketika militer menggunakan instrumen hukum untuk menjerat ekspresi warga, itu ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi dan supremasi sipil,” ujarnya.
Amnesty juga meminta Menteri Pertahanan dan Panglima TNI segera mengoreksi langkah ini serta mendesak Komisi I DPR RI untuk memanggil Panglima TNI. Polri juga diingatkan agar tidak terintimidasi oleh intervensi militer dalam penanganan kasus sipil.
Pandangan Akademisi Hukum
Menurut Eko Wahyu Pramono, Mahasiswa Ilmu Hukum, kasus ini bisa menimbulkan preseden berbahaya dalam praktik ketatanegaraan Indonesia.
“Ketika militer mulai masuk ke ranah sipil, apalagi terkait kebebasan berekspresi di ruang digital, ada risiko besar terhadap prinsip civil supremacy. Dalam negara demokrasi, pengawasan ekspresi publik seharusnya tetap berada di bawah otoritas sipil, bukan militer,” jelasnya.
Eko menambahkan bahwa jika batas kewenangan ini tidak ditegakkan, masyarakat bisa kehilangan rasa aman dalam menyampaikan pendapat secara bebas di ruang digital.
Panglima TNI Belum Terlibat Langsung
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi maupun bukti yang menunjukkan bahwa Panglima TNI secara pribadi terlibat dalam konflik dengan Ferry Irwandi. Perseteruan masih terbatas pada langkah hukum Satuan Siber TNI dan sejumlah perwira tinggi yang mendukungnya.
Catatan Redaksi
Kasus ini masih berada pada tahap awal dan belum ada keputusan hukum final. Publik kini menunggu transparansi dari aparat penegak hukum serta klarifikasi resmi dari TNI mengenai dasar tuduhan yang dilayangkan terhadap Ferry.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














