SUARA UTAMA – Jakarta, 30 September 2025 – Sovereign wealth fund (SWF) Indonesia, Danantara Indonesia, akan meluncurkan proyek waste-to-power atau pengolahan limbah menjadi listrik mulai akhir Oktober 2025. Proyek ini rencananya beroperasi di Jakarta serta sejumlah kota besar di Jawa dan Bali.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengatasi persoalan sampah perkotaan sekaligus memperkuat bauran energi baru terbarukan. Menurut rencana, pemerintah juga akan menghapus tipping fee atau biaya buang sampah bagi pemerintah daerah, agar partisipasi dalam skema pengelolaan limbah menjadi listrik lebih luas.
“Peluncuran proyek waste-to-power diharapkan menjadi model transisi energi sekaligus solusi berkelanjutan bagi masalah persampahan di kota besar,” ujar seorang pejabat Danantara, dikutip dari Reuters, Selasa (30/9).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penguatan Portofolio SWF
Danantara Indonesia resmi dibentuk awal 2025 dengan mandat mengelola aset strategis negara. Beberapa BUMN besar seperti PLN, Pertamina, dan Telkom telah masuk dalam portofolio pengelolaan dana abadi ini.
Selain sektor energi dan infrastruktur, Danantara juga diarahkan untuk mendukung investasi hijau serta proyek ramah lingkungan, termasuk rencana Indonesia meluncurkan perdagangan karbon berbasis kehutanan.
Dukungan Kebijakan
Pengamat menilai, kehadiran proyek waste-to-power Danantara akan memperkuat target pemerintah dalam menekan emisi serta meningkatkan kapasitas energi bersih nasional. Namun, tantangan tetap ada, terutama terkait teknologi pengolahan limbah, kepastian regulasi, serta keterlibatan pemerintah daerah.
Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, pengamat kebijakan fiskal sekaligus Ketua Komite Tetap Fiskal Kadin Jawa Timur, menilai langkah Danantara sejalan dengan kebutuhan investasi hijau di Indonesia.
“Proyek ini penting tidak hanya dari sisi lingkungan, tetapi juga fiskal. Jika dikelola dengan baik, waste-to-power bisa mengurangi beban APBN dalam jangka panjang karena daerah tidak lagi tergantung pada biaya tipping fee, sekaligus membuka ruang baru bagi pembiayaan energi bersih,” kata Yulianto.
Menurutnya, konsistensi regulasi dan kepastian hukum akan menjadi faktor kunci agar proyek berjalan berkesinambungan. “Investor butuh kepastian, pemerintah daerah butuh kepastian, dan masyarakat butuh melihat hasil konkret. Tanpa itu, skema sebesar apa pun bisa terhambat,” tambahnya.
Dengan agenda ini, Indonesia diharapkan mampu mempercepat realisasi transisi energi sekaligus menunjukkan komitmen dalam mitigasi perubahan iklim di tingkat global.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














