Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?

- Penulis

Kamis, 18 Desember 2025 - 12:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto Ilustrasi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi/foto jabarprov.go.id

Foto Ilustrasi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi/foto jabarprov.go.id

SUARA UTAMA – Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM tentang Penghentian Sementara Penerbitan Izin Perumahan di Wilayah Provinsi Jawa Barat yang diterbitkan pada 13 Desember 2025. Dalam surat edaran itu, bahwa ancaman bencana hidrometeorologi tidak hanya terjadi di Bandung Raya, tetapi hampir merata di seluruh wilayah Jawa Barat.

Potensi bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor dinilai semakin tinggi akibat tekanan pembangunan dan perubahan fungsi lahan (jabarprov.go.id)
Keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menghentikan sementara (moratorium) izin pembangunan perumahan memicu perdebatan luas. Di satu sisi, kebijakan ini dipuji sebagai langkah berani menyelamatkan lingkungan dan menertibkan tata ruang. Di sisi lain, ia dituding berpotensi mengorbankan kepentingan rakyat kecil yang membutuhkan hunian layak.

Pertanyaan mendasarnya sederhana namun tajam: siapa yang sebenarnya diuntungkan, dan siapa yang harus menanggung biayanya?

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan? Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sorotan Media Nasional: Dampak yang Tak Tunggal

Sejumlah media nasional menempatkan kebijakan penghentian izin perumahan di Jawa Barat sebagai isu strategis yang berdampak luas dan multidimensi. IDN Times menyoroti reaksi keras dari kalangan pengembang properti yang menilai kebijakan ini berpotensi menahan investasi dan menghambat pasokan rumah baru, khususnya rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Media ini menekankan adanya kekhawatiran backlog perumahan justru akan semakin membesar akibat terhambatnya perizinan.

Sementara itu, Bloomberg Technoz mengambil sudut pandang berbeda dengan melihat moratorium sebagai momentum koreksi tata kota. Dalam laporannya, Bloomberg Technoz menilai kebijakan ini dapat menjadi titik balik bagi Jawa Barat untuk memperbaiki tata ruang yang selama ini longgar, terutama di kawasan rawan banjir dan longsor. Media ini menegaskan bahwa pembangunan perumahan yang tak terkendali telah menimbulkan biaya ekologis yang jauh lebih mahal dibanding manfaat ekonomi jangka pendek.

Dari perspektif regional yang kuat, Pikiran Rakyat menekankan bahwa perluasan moratorium dari Bandung Raya ke seluruh Jawa Barat menunjukkan adanya kondisi darurat tata ruang. Media ini mengaitkan kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi dengan meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi, sekaligus mengingatkan bahwa kebijakan tersebut harus disertai kejelasan arah agar tidak menimbulkan kegamangan di masyarakat dan dunia usaha.

Adapun Detik.com mengangkat dimensi hubungan pusat dan daerah. Media ini mencatat adanya respons dari pemerintah pusat—khususnya kementerian yang menangani perumahan—yang menilai perlunya dialog dan sinkronisasi kebijakan. Detik menyoroti potensi benturan antara agenda nasional percepatan pembangunan rumah rakyat dengan kebijakan moratorium daerah yang bersifat menyeluruh.

Di sisi lain, Jawa Pos dan VOI (Voice of Indonesia) menempatkan kebijakan ini dalam konteks mitigasi bencana dan kegagalan tata kelola masa lalu. Kedua media tersebut menggarisbawahi bahwa penghentian izin perumahan tidak bisa dilepaskan dari lemahnya pengawasan dan maraknya alih fungsi lahan yang dibiarkan bertahun-tahun. Dalam kerangka ini, moratorium dipandang sebagai langkah keras yang lahir dari akumulasi pembiaran struktural.

Makna di Balik Pemberitaan

Jika disarikan dari pemberitaan media nasional, terdapat benang merah yang jelas: kebijakan stop izin perumahan bukan sekadar soal ya atau tidak, melainkan soal bagaimana negara—baik pusat maupun daerah—mengelola hak atas hunian, keberlanjutan lingkungan, dan kepastian usaha secara bersamaan. Media-media nasional sepakat dalam satu hal: tanpa desain kebijakan lanjutan yang adil dan terukur, moratorium berisiko memindahkan beban krisis dari lingkungan ke rakyat kecil.

BACA JUGA :  Langkah Bayangan Halus Gubernur Dedi Mulyadi Intervensi Kewenangan Bupati/Walikota Jawa Barat?

Sudut Pandang Lingkungan: Menahan Laju Kerusakan

Tak dapat dipungkiri, Jawa Barat berada pada titik rawan ekologis. Alih fungsi lahan pertanian, daerah resapan air, dan kawasan lindung menjadi perumahan telah berkontribusi pada banjir, longsor, dan krisis air bersih di berbagai wilayah. Dari perspektif ini, kebijakan stop izin perumahan dipandang sebagai rem darurat untuk menghentikan kerusakan yang kian tak terkendali.

Pendukung kebijakan menilai moratorium adalah bentuk kehadiran negara dalam melindungi kepentingan jangka panjang. Lingkungan yang rusak bukan hanya soal alam, tetapi juga soal keselamatan manusia dan keberlanjutan ekonomi daerah.

Sudut Pandang Sosial: Rakyat Kecil di Persimpangan

Namun persoalan perumahan bukan semata urusan bisnis pengembang besar. Di balik proyek-proyek perumahan, terdapat jutaan warga berpenghasilan rendah yang berharap pada rumah subsidi sebagai satu-satunya jalan memiliki hunian. Ketika izin dihentikan secara menyeluruh, kelompok inilah yang paling rentan terdampak.

Harga tanah melonjak, pasokan rumah menurun, dan backlog perumahan berpotensi membesar. Tanpa kebijakan pengimbang, moratorium justru bisa menciptakan paradoks: atas nama lingkungan, hak dasar atas tempat tinggal terancam terpinggirkan.

Sudut Pandang Ekonomi: Industri yang Tertahan

Sektor perumahan memiliki efek berganda yang besar—menyerap tenaga kerja, menggerakkan UMKM material bangunan, hingga meningkatkan pendapatan daerah. Penghentian izin secara tiba-tiba dapat menimbulkan ketidakpastian investasi dan memperlambat roda ekonomi lokal.

Kalangan pengusaha menilai, persoalan bukan pada pembangunan perumahan itu sendiri, melainkan pada penegakan aturan tata ruang yang lemah. Jika yang bermasalah adalah pelanggaran, maka yang ditindak seharusnya pelanggar, bukan seluruh sektor.

Konteks Kebijakan Nasional: Antara Target dan Realitas

Di tingkat nasional, pemerintah tengah mendorong agenda besar perumahan rakyat—termasuk target pembangunan jutaan rumah untuk mengurangi backlog nasional. Program ini menekankan percepatan perizinan, penyediaan lahan, dan sinergi pusat-daerah.

Di sinilah muncul ketegangan kebijakan. Ketika pusat mendorong percepatan pembangunan hunian, sementara daerah melakukan moratorium, sinkronisasi kebijakan menjadi krusial. Tanpa koordinasi yang jelas, kebijakan daerah berpotensi bertabrakan dengan agenda nasional, dan masyarakat kembali menjadi pihak yang kebingungan.

Tata Kelola: Masalah Inti yang Tak Boleh Diabaikan

Sesungguhnya, akar persoalan bukan sekadar “izin perumahan”, melainkan tata kelola ruang yang timpang. Lemahnya pengawasan, praktik perizinan yang transaksional, dan pembiaran terhadap pelanggaran selama bertahun-tahun telah menciptakan situasi darurat hari ini.

Moratorium bisa menjadi alat korektif—namun hanya jika disertai:pemetaan ulang kawasan lindung dan zona hunian,prioritas bagi perumahan rakyat dan vertikal, serta transparansi dan kepastian hukum dalam perizinan.

Tanpa itu, kebijakan stop izin berisiko menjadi simbol ketegasan yang miskin solusi.

Penutup: Jalan Tengah yang Mendesak

Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi membuka diskursus penting: pembangunan tidak boleh mengorbankan lingkungan, tetapi perlindungan lingkungan juga tak boleh menutup akses rakyat atas hunian layak. Jalan tengahnya bukan menghentikan segalanya, melainkan membenahi segalanya.

Moratorium seharusnya bersifat selektif, terukur, dan berjangka waktu jelas—memberi ruang bagi perumahan rakyat yang patuh tata ruang, sekaligus menutup rapat praktik pembangunan serampangan. Jika tidak, maka pertanyaan “siapa diuntungkan dan siapa dikorbankan” akan dijawab dengan satu kenyataan pahit: rakyat kecil kembali membayar harga dari kebijakan yang tidak tuntas.

Penulis : Tonny Rivani

Sumber Berita : Wartawan SUARA UTAMA

Berita Terkait

UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana
Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua
IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM
Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA
Hoax, Tegas Kepala BPBD kabupaten Probolinggo Perihal Video Bencana Banjir di Tiris Ribuan Rumah dan Jembatan Hancur
Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika
Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara
Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 18 Desember 2025 - 14:28 WIB

UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:26 WIB

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:21 WIB

IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM

Kamis, 18 Desember 2025 - 12:47 WIB

Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?

Kamis, 18 Desember 2025 - 11:44 WIB

Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA

Rabu, 17 Desember 2025 - 18:58 WIB

Hoax, Tegas Kepala BPBD kabupaten Probolinggo Perihal Video Bencana Banjir di Tiris Ribuan Rumah dan Jembatan Hancur

Rabu, 17 Desember 2025 - 18:17 WIB

Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika

Rabu, 17 Desember 2025 - 12:45 WIB

Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara

Berita Terbaru

Ilustrasi seorang lelaki tua duduk termenung dengan tatapan berat, menggambarkan pergulatan batin para pensiunan yang menghadapi penurunan pendapatan di masa senja. Janggut putih dan gurat usia pada wajahnya melambangkan perjalanan panjang pengabdian hidup yang kini diuji oleh kebijakan fiskal negara.

Berita Utama

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Des 2025 - 13:26 WIB