SUARA UTAMA – Surabaya, 24 November 2025 — Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi korban kekerasan seksual di Indonesia. Dengan pendekatan yang lebih responsif terhadap kebutuhan korban, UU ini hadir sebagai langkah penting dalam mengatasi kekerasan berbasis gender yang selama ini sering kali terabaikan.
Perlindungan Hukum yang Lebih Kuat
Salah satu aspek utama dari UU TPKS adalah penguatan perlindungan bagi korban kekerasan seksual. UU ini tidak hanya fokus pada penghukuman pelaku, tetapi juga memberikan perhatian khusus pada pemulihan korban. Korban berhak mendapatkan pendampingan hukum yang memadai, serta perlindungan identitas untuk mencegah stigma dan memastikan keselamatan mereka selama proses hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, korban juga berhak menerima bantuan psikologis dan medis untuk pemulihan setelah mengalami kekerasan. Hal ini diatur dalam UU TPKS untuk memastikan korban tidak hanya mendapatkan keadilan hukum, tetapi juga dukungan emosional dan fisik yang diperlukan untuk proses pemulihan.
Pengaturan Sensitif terhadap Korban
UU TPKS menekankan agar proses penyelidikan dan persidangan dilakukan dengan cara yang lebih sensitif terhadap korban. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko reviktimisasi suatu kondisi di mana korban merasakan trauma lebih lanjut selama proses hukum. Oleh karena itu, UU ini memastikan bahwa korban dapat mengikuti proses hukum tanpa takut akan proses yang merugikan atau menambah beban psikologis.
Sanksi Tegas bagi Pelaku
Salah satu kekuatan UU TPKS adalah pengaturan hukuman yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan seksual. Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara yang lebih lama dan denda yang lebih besar. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan sanksi rehabilitasi atau pendidikan agar dapat mencegah terulangnya tindak kekerasan seksual di masa depan.
Pendapat Praktisi Hukum
Eko Wahyu Pramono, S.Ak., Praktisi Hukum dan Pajak serta pemegang Izin Kuasa Hukum (IKH) Pengadilan Pajak, memberikan pandangannya terkait UU TPKS. “UU TPKS telah memberikan perlindungan yang lebih maksimal bagi korban kekerasan seksual. Pendekatan yang sensitif terhadap korban dalam proses hukum adalah hal yang sangat dibutuhkan untuk memastikan korban tidak hanya mendapatkan keadilan, tetapi juga rasa aman dan pemulihan setelah trauma,” ujar Eko.
Namun, Eko Wahyu juga menyoroti bahwa “UU TPKS tidak mengakomodasi pendekatan Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif dalam kasus kekerasan seksual. Meskipun RJ dapat diterapkan dalam beberapa jenis tindak pidana untuk mencapai perdamaian antara korban dan pelaku, dalam kasus kekerasan seksual, RJ berisiko memperburuk keadaan korban. Pendekatan RJ mungkin tidak tepat karena dapat memaksa korban untuk berinteraksi langsung dengan pelaku, yang dapat memperburuk trauma mereka.”
Menurut Eko, “Oleh karena itu, UU TPKS menekankan proses hukum yang formal dan tegas sebagai cara untuk memberikan keadilan kepada korban tanpa harus memaksa mereka terlibat dalam proses rekonsiliasi dengan pelaku.”
Kesimpulan
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memperkenalkan perlindungan yang lebih komprehensif bagi korban kekerasan seksual, dengan pengaturan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan mereka. Dengan pemberian sanksi yang lebih berat terhadap pelaku serta perlindungan korban yang lebih baik, UU ini diharapkan dapat mengurangi kasus kekerasan seksual dan memberikan keadilan bagi para korban di Indonesia
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














