SUARA UTAMA, Merangin – Proyek pembangunan Ruang Laboratorium Komputer serta pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan mebel untuk 28 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Tahun Anggaran 2023, kembali menjadi sorotan tajam publik.
Dari total anggaran sekitar Rp 8,8 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), proyek ini terbagi atas Rp 4,8 miliar untuk pembangunan ruang laboratorium komputer, Rp 3,325 miliar untuk pengadaan sarana TIK, dan Rp 705,6 juta untuk pengadaan mebel. Namun, di lapangan, hasilnya jauh dari harapan.
Selain mendapat bangunan laboratorium komputer, 28 sekolah dasar penerima program ini juga memperoleh sarana penunjang berupa alat TIK dan mebel.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk TIK, masing-masing sekolah seharusnya mendapatkan 15 unit Chromebook, 1 unit infokus, dan 1 unit perangkat wifi tanpa kabel.
Sedangkan untuk mebel, setiap sekolah memperoleh meja, kursi, dan dua unit almari besi.
Namun, hasil investigasi di lapangan menunjukkan berbagai permasalahan serius.
Beberapa Chromebook dilaporkan rusak sejak diantar ke sekolah dan hingga kini belum ada penggantian dari pihak penyedia.
Bahkan, ada salah satu sekolah, almari besi tidak pernah diterima, padahal tercantum dalam paket pengadaan sebanyak dua unit per sekolah.
Sementara itu, kondisi sebagian ruang laboratorium komputer yang dibangun melalui DAK 2023 juga terlihat mangkrak dan tidak layak pakai.
Ada yang belum dicat, plafon rusak, hingga lantai belum selesai dikerjakan.
Beberapa bangunan bahkan tidak dapat digunakan karena instalasi listrik belum dipasang sesuai standar.
Proyek ini dilaksanakan saat H. Abd Gani, S.Pd., M.E. menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merangin, dengan Riskandi sebagai Kabid Pembinaan SD sebelum berpindah tugas menjadi Kasi di Kantor Camat Nalo Tantan.
Sejumlah aktivis pendidikan dan tokoh masyarakat menilai proyek ini menjadi potret lemahnya pengawasan dan dugaan pembiaran dari pihak dinas.
“Bayangkan, uang miliaran rupiah dikucurkan, tapi hasilnya rusak, tidak lengkap, bahkan ada yang mangkrak. Ini jelas kegagalan sistem pengawasan,” ujar seorang aktivis pendidikan di Merangin.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik menilai aparat penegak hukum terkesan menutup mata.
“Kalau rakyat kecil yang salah, cepat ditindak. Tapi kalau proyek miliaran seperti ini, seolah tak ada yang peduli. Hukum seperti ini hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” sindirnya.
Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam dan segera turun tangan mengusut proyek bernilai besar ini.
Sebab, jika dibiarkan, dana pendidikan yang seharusnya memperkuat fasilitas sekolah justru akan menjadi ajang pemborosan dan penyalahgunaan anggaran.
“Negara rugi, anak-anak tak bisa belajar komputer, sementara bangunan labor mangkrak dan alat rusak. Kalau begini terus, pendidikan hanya jadi proyek, bukan pengabdian,” ujar salah satu kepala sekolah penerima program dengan nada kecewa.
Penulis : Ady Lubis
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














