SUARA UTAMA – Jakarta, 11 Oktober 2025 – Pasar saham Amerika Serikat (AS) terguncang tajam pada perdagangan Jumat waktu setempat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif besar-besaran terhadap impor dari Tiongkok. Indeks utama Wall Street kompak melemah, menandai hari terburuk sejak April tahun ini.
Indeks S&P 500 anjlok 2,7%, Nasdaq Composite jatuh 3,6%, sementara Dow Jones Industrial Average turun sekitar 1,9%. Saham-saham teknologi seperti Nvidia, Apple, Tesla, dan Amazon menjadi korban utama aksi jual massal investor.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Fundamental: Ketegangan Dagang dan Valuasi Mengkhawatirkan
Penyebab utama penurunan tajam ini berasal dari ketegangan perdagangan AS–Tiongkok yang kembali memanas. Trump mengancam akan memberlakukan tarif hingga 100 persen pada produk impor strategis dari Beijing, terutama di sektor teknologi dan manufaktur.
Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran baru atas rantai pasok global, terutama bagi perusahaan semikonduktor dan industri elektronik yang bergantung pada bahan baku dan komponen asal Tiongkok.
Selain itu, sejumlah analis menilai valuasi saham-saham teknologi sudah berada di zona gelembung, dengan harga yang jauh melampaui kinerja fundamental perusahaan.
“Kombinasi antara valuasi tinggi, kebijakan proteksionis, dan suku bunga yang belum turun membuat pasar berada di wilayah berisiko,” kata analis pasar dari Bank of America, dikutip Sabtu (11/10).
Bank sentral AS, The Federal Reserve, juga belum memberikan sinyal jelas mengenai pemangkasan suku bunga, yang membuat biaya modal tetap tinggi dan menekan prospek pertumbuhan korporasi.
Teknikal: Sinyal Negatif dari Grafik Harga
Dari sisi teknikal, pelemahan tajam ini memperlihatkan tembusnya level support penting di area 50-day moving average untuk S&P 500, yang selama ini menjadi indikator psikologis investor. Penembusan tersebut diikuti oleh lonjakan volume jual hingga dua kali lipat dari rata-rata harian, menunjukkan tekanan jual yang kuat.
Beberapa indikator momentum seperti Relative Strength Index (RSI) juga menunjukkan kondisi oversold, menandakan potensi rebound teknikal dalam jangka pendek, meski arah utama masih menurun (bearish).
Jika tekanan berlanjut, indeks S&P 500 berpotensi menguji support berikutnya di kisaran 6.350 poin, sedangkan resistance jangka pendek berada di 6.700 poin.
Komentar Ahli: Risiko Global Bisa Merembet ke Indonesia
Menurut Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, praktisi pajak dan analis ekonomi, gejolak di Wall Street berpotensi memberikan efek rambatan ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Koreksi saham AS bukan hanya soal ketegangan politik, tetapi mencerminkan kecemasan investor terhadap arah ekonomi global. Indonesia bisa terkena imbas melalui dua jalur: arus modal asing dan tekanan nilai tukar,” ujar Yulianto kepada SUARA UTAMA, Sabtu (11/10).
Lebih lanjut, Yulianto menjelaskan bahwa jika tekanan berlanjut, investor asing cenderung menarik dana dari pasar saham dan obligasi negara berkembang untuk mengamankan aset dalam dolar AS.
“Bank Indonesia perlu waspada terhadap volatilitas pasar global. Fundamental kita masih cukup kuat, tapi gejolak eksternal bisa menekan rupiah dan memperlambat investasi,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa investor domestik sebaiknya tetap rasional dan tidak panik menghadapi situasi ini.
“Koreksi seperti ini adalah bagian dari siklus pasar. Justru bagi investor jangka panjang, momen seperti ini bisa menjadi peluang untuk akumulasi saham-saham berfundamental kuat,” tutup Yulianto.
Prospek dan Strategi Investor
Para analis memperkirakan pasar akan tetap bergejolak dalam beberapa pekan mendatang hingga ada kejelasan terkait arah kebijakan perdagangan AS dan respons dari pemerintah Tiongkok.
Investor disarankan untuk beralih ke sektor defensif seperti kebutuhan pokok, kesehatan, dan utilitas yang lebih tahan terhadap gejolak ekonomi.
Selain itu, strategi hedging menggunakan opsi jual (put options) dan diversifikasi aset ke emas atau obligasi menjadi langkah bijak untuk melindungi portofolio dari tekanan lanjutan.
Kesimpulan
Kombinasi antara ketegangan geopolitik, valuasi tinggi, dan tekanan teknikal membuat pasar saham AS kembali dalam fase koreksi tajam.
Jika pemerintah AS tidak segera menenangkan pasar dengan kebijakan yang lebih terukur, risiko penurunan lanjutan bisa membesar dan menular ke bursa global, termasuk Asia dan Indonesia.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














