SUARA UTAMA,Merangin – Miris! Di tengah upaya pemerintah daerah menggemborkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), justru muncul fakta mencengangkan: pasar trans yang terletak di belakang Pasar Baru Kota Bangko hingga kini beroperasi tanpa izin resmi.
Lahan pasar seluas 1,4 hektar yang diketahui merupakan milik almarhum H. Amir, disebut-sebut sudah lama dijadikan area aktivitas jual beli, namun tidak memiliki satu pun izin usaha pasar, apalagi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maupun izin pengelolaan lain yang seharusnya menjadi dasar hukum operasional.
Kondisi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar: ke mana perhatian Pemerintah Kabupaten Merangin? Bagaimana mungkin sebuah kawasan yang jelas-jelas berfungsi sebagai pasar, dengan aktivitas ekonomi setiap hari, bisa berjalan tanpa regulasi yang jelas dan tanpa kontribusi sepeser pun bagi kas daerah?
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara di sisi lain, para pedagang kecil di pasar resmi justru dibebani retribusi harian dan kewajiban pajak yang ketat. Ketimpangan inilah yang kini menuai sorotan publik.
Seorang warga Kota Bangko, Rudi (45), mengaku kecewa melihat lemahnya pengawasan dari pihak Pemkab.
“Kita bukan iri dengan pedagang di pasar trans itu, tapi kalau mau adil ya harus sama-sama patuh aturan. Masa pasar sebesar itu enggak punya izin dan enggak nyetor PAD? Pemerintah jangan diam saja, seolah menutup mata,” ujar Rudi dengan nada kesal.
Warga lainnya, Rahma (52), turut menyesalkan sikap pemerintah yang dinilai hanya jadi penonton.
“Kalau memang lahan itu belum resmi jadi pasar, ya harus ditertibkan. Jangan nunggu masalah baru bertindak. Sudah jelas pasar itu ramai tiap hari, tapi hasilnya enggak masuk kas daerah. Sayang sekali, potensi PAD dibiarkan begitu saja,” katanya.
Ironisnya, beberapa sumber di lapangan menyebutkan bahwa aktivitas di lahan tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas dari dinas terkait. Padahal, menurut aturan, setiap bentuk kegiatan perdagangan yang memanfaatkan fasilitas umum atau lahan yang dijadikan pasar wajib memiliki izin usaha dan menyetor retribusi kepada pemerintah daerah.
Banyak pihak menilai, diamnya Pemkab Merangin atas persoalan ini menunjukkan lemahnya penegakan regulasi dan pengawasan tata ruang. Ketika pemerintah justru memilih “menonton”, maka potensi kebocoran PAD pun semakin besar.
Kini, masyarakat berharap agar Pemkab Merangin segera turun tangan dan menertibkan keberadaan pasar trans tersebut. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan dan mengelola potensi daerah akan semakin menurun.
“Jangan sampai ada kesan pemerintah takut menindak hanya karena lahan itu milik orang tertentu. Kalau benar ingin Merangin maju, ya harus tegas menegakkan aturan tanpa pandang bulu,” pungkas Rudi.
Penulis : Ady Lubis
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














