SUARA UTAMA – Jakarta, 23 September 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah untuk meningkatkan gizi pelajar justru menuai sorotan tajam. Sejak diluncurkan, berbagai laporan kasus keracunan massal muncul di sejumlah daerah, menimbulkan pertanyaan serius mengenai aspek keamanan pangan dalam distribusi program ini.
Ribuan Korban Keracunan
Data Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sedikitnya 45 kasus keracunan yang terjadi sejak program MBG bergulir. Dari catatan tersebut, jumlah korban mencapai 4.711 orang yang tersebar dari tingkat PAUD hingga SMA.
Laporan senada datang dari lembaga riset ekonomi INDEF, yang mengungkapkan lebih dari 4.000 siswa menjadi korban keracunan dalam kurun delapan bulan terakhir. Sementara itu, CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives) mencatat 1.530 anak mengalami gejala sakit akibat konsumsi makanan dari MBG.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasus di Lapangan
Salah satu insiden besar terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ratusan siswa SMPN 8 Kupang mengalami diare, mual, dan muntah usai mengonsumsi makanan MBG. Kejadian serupa juga dilaporkan di berbagai daerah lain dengan pola gejala yang hampir sama.
Investigasi dan Tanggapan
BGN menegaskan pihaknya telah membentuk tim investigasi khusus untuk menelusuri rantai distribusi, mulai dari pemasok bahan, pengolah makanan, hingga pendistribusian di sekolah. Tujuannya, memastikan standar keamanan pangan dijalankan ketat agar kasus serupa tidak terus berulang.
Kritik dan Desakan Moratorium
Praktisi hukum dan kebijakan publik, Eko Wahyu Pramono, menilai program MBG sudah sampai pada titik darurat. Menurutnya, jumlah korban yang mencapai ribuan bukan lagi masalah teknis semata, melainkan cerminan kegagalan sistemik.
“Program ini seharusnya dimoratorium segera. Tidak pantas negara mempertaruhkan keselamatan anak-anak dengan dalih distribusi gizi. Sebelum ada evaluasi menyeluruh terhadap rantai pasok, standar higienitas, serta mekanisme kontrol kualitas, MBG justru berpotensi jadi bencana sosial,” ujar Eko.
Senada dengan itu, CISDI mendesak pemerintah untuk segera menghentikan sementara program MBG.
“Dengan lebih dari lima ribu anak menjadi korban keracunan di berbagai daerah, pemerintah tidak bisa lagi menutup mata. MBG harus dimoratorium, sambil dilakukan evaluasi menyeluruh dari sisi penyediaan makanan, standar gizi, keamanan pangan, variasi menu, hingga mekanisme distribusi. Kalau tidak, keselamatan anak-anak akan terus dipertaruhkan,” tegas CISDI.
Tantangan Program
Program MBG sejatinya bertujuan mulia, yakni memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses gizi seimbang. Namun, buruknya standar keamanan pangan, lemahnya kontrol kualitas, dan praktik distribusi yang tidak merata berpotensi menjadikan program ini bumerang.
Ke depan, pemerintah diharapkan tidak hanya mengejar target kuantitas penerima, tetapi juga memastikan kualitas makanan benar-benar aman dan layak konsumsi. Tanpa perbaikan serius, MBG bisa kehilangan legitimasi sebagai program unggulan pemerintah.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














