SUARA UTAMA – Jakarta, 2 Agustus 2025 — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus mempercepat transformasi digital di sektor perpajakan. Salah satu langkah strategis terbaru adalah memperbarui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, dengan fokus pada integrasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam platform Identitas Kependudukan Digital (Digital ID).
“Digital ID akan memperkaya dan mempertajam informasi tiap individu yang dibutuhkan untuk optimalisasi penerimaan pajak,” ujar Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Digital ID merupakan bentuk elektronik dari KTP yang dapat diakses melalui gawai, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 72 Tahun 2022. Identitas ini menyajikan data pribadi dan dokumen kependudukan dalam format digital yang dinamis dan terintegrasi, memudahkan verifikasi identitas secara real-time.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bimo menegaskan bahwa integrasi ini merupakan bagian dari pembangunan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), sebagaimana amanat Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018. Ia juga menyambut peluncuran Payment ID oleh Bank Indonesia pada 17 Agustus 2025 sebagai upaya sinergis membangun ekosistem layanan publik yang terhubung dan adaptif terhadap kemajuan teknologi.
“Kolaborasi ini bukan hanya soal teknis perpajakan, tapi mencerminkan arah kebijakan nasional dalam memperkuat ekosistem digital,” ujar Bimo.
Pembaruan perjanjian kerja sama (PKS) antara DJP dan Dukcapil ditandatangani pada 29 Juli 2025 dan kini mencakup tiga pilar utama: validasi NIK, pemutakhiran data kependudukan, dan layanan face recognition untuk memperkuat sistem administrasi dan pengawasan perpajakan. Tidak seperti sebelumnya yang diperbarui tiap tiga tahun, PKS kali ini diperpanjang menjadi lima tahun sebagai bentuk komitmen jangka panjang lintas lembaga.
Kritik Konstruktif
Meski mendukung langkah pemerintah dalam digitalisasi pajak, praktisi pajak Eko Wahyu Pramono memberikan catatan penting. Ia menegaskan bahwa transformasi digital tidak boleh sekadar mengejar efisiensi teknis, tetapi juga harus mengedepankan keadilan dan kemanusiaan, khususnya bagi sektor UMKM yang kerap menjadi kelompok paling rentan.
“Bayarlah pajak jika itu memang berkeadilan dan merupakan hak negara. Tapi perlu diingat, fiskus juga punya tanggung jawab besar: menghitung secara cermat, memperlakukan wajib pajak dengan adil, dan tidak membuat pajak menjadi mimpi buruk bagi pelaku UMKM,” ujar Eko.
Ia mengingatkan bahwa ketika seluruh data terhubung dan sistem semakin presisi, ada potensi tekanan psikologis dan administratif yang meningkat bagi wajib pajak kecil apalagi jika diiringi pendekatan yang terlalu represif.
“Teknologi bisa jadi pisau bermata dua. Kalau digunakan dengan empati dan prinsip proporsionalitas, ia bisa mendorong kepatuhan secara alami. Tapi kalau digunakan dengan pendekatan penegakan yang kaku, masyarakat bisa merasa diawasi secara berlebihan dan justru menarik diri,” tambahnya.
Menurut Eko, reformasi perpajakan yang sesungguhnya bukan hanya memperbesar penerimaan negara, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat. Ia menggarisbawahi pentingnya edukasi pajak, simplifikasi aturan, dan pembinaan kepada UMKM sebagai bagian integral dari transformasi.
“Adil itu bukan memperlakukan semua wajib pajak sama, tapi memberikan perlakuan yang setara berdasarkan kemampuan dan konteks masing-masing. UMKM tidak bisa disamakan dengan korporasi besar dalam perlakuan administratif maupun sanksi,” tegasnya.
Perpajakan yang Partisipatif dan Berkeadilan
Langkah DJP dan Dukcapil dalam membangun sistem digital berbasis NIK dan Digital ID menjadi fondasi penting bagi masa depan perpajakan Indonesia. Namun, seperti dikemukakan Eko, keberhasilan reformasi tidak semata diukur dari teknologi yang canggih, tetapi dari rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat.
Dengan dukungan lintas lembaga dan prinsip inklusivitas, DJP berharap fondasi sistem pajak digital akan semakin kuat dan kepatuhan wajib pajak tumbuh secara berkelanjutan. Adapun suara kritis dari para praktisi seperti Eko Wahyu Pramono menjadi pengingat penting bahwa transformasi digital harus tetap berpihak pada rakyat terutama yang kecil.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














