SUARA UTAMA, Jakarta – Pemerintah memperkirakan penerimaan pajak tahun ini tidak akan mencapai target yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Proyeksi terbaru menyebutkan bahwa total penerimaan pajak hingga akhir tahun hanya akan mencapai sekitar Rp2.076,9 triliun, atau 94,9% dari target sebesar Rp2.189,3 triliun.
Meski di bawah target, capaian ini masih menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp1.932,4 triliun.
Menanggapi proyeksi shortfall tersebut, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengoptimalkan penerimaan negara, termasuk melalui perbaikan administrasi dan penguatan sistem digital.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Beberapa quick win sudah mulai menunjukkan hasil. Efisiensi pemungutan berjalan, dan implementasi sistem Coretax juga terus membaik. Ini penting untuk menjaga keseimbangan antara belanja dan penerimaan negara,” ujar Bimo dalam rapat di kompleks DPR, Rabu (2/7/2025).
Salah satu upaya yang tengah difokuskan adalah peningkatan pengawasan terhadap restitusi pajak, baik untuk permohonan kelebihan bayar maupun restitusi pendahuluan.
“Kami akan memperketat pengawasan terhadap komponen harga pokok penjualan (HPP) yang diklaim sebagai pajak masukan, dengan menerapkan quality control dan metode audit sampling,” jelasnya.
Bimo juga memastikan bahwa proses restitusi tetap berjalan sesuai regulasi yang berlaku, namun tetap memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi dunia usaha.
“Kami kelola dengan bijak dan adil, selaras dengan undang-undang perpajakan,” tambahnya.
Sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi penurunan harga komoditas global, terutama di sektor batubara, DJP telah menyiapkan langkah alternatif yang akan diumumkan dalam waktu dekat.
Praktisi Pajak Soroti Implementasi Coretax dan Kepatuhan Sukarela
Sementara itu, praktisi pajak Eko Wahyu Pramono menilai strategi pemerintah merupakan langkah positif, namun menyoroti bahwa implementasi sistem Coretax masih menghadapi berbagai kendala di lapangan.
“Coretax seharusnya menjadi solusi efisiensi, tapi realitanya masih banyak menyulitkan wajib pajak, khususnya pelaku usaha kecil dan menengah. Masih ada laporan terkait sistem yang tidak sinkron, gangguan teknis, dan proses pelaporan yang rumit,” ujarnya.
Menurut Eko, modernisasi sistem perlu diimbangi dengan kesiapan infrastruktur, pelatihan petugas, serta sosialisasi menyeluruh kepada wajib pajak.
“Transformasi digital harus mempermudah, bukan menambah beban administrasi. Tanpa itu, kepercayaan terhadap sistem bisa menurun,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa pengawasan terhadap restitusi merupakan langkah tepat, namun harus tetap proporsional agar tidak berdampak negatif terhadap wajib pajak yang patuh.
“Pemerintah perlu menjaga agar pengawasan tidak berubah menjadi tekanan. Wajib pajak yang jujur harus tetap dilindungi, sementara potensi penyalahgunaan ditindak dengan tepat,” kata Eko.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya membangun sistem perpajakan yang adil, transparan, dan dipercaya oleh masyarakat.
“Peningkatan penerimaan negara tidak cukup hanya dari sisi teknis dan target, tapi harus dibarengi dengan peningkatan kepercayaan publik dan kepatuhan sukarela,” pungkasnya.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














