SUARA UTAMA – Menteri Abdul Kadir Karding (P2MI), meminta masyarakat untuk mencari pekerjaan di luar negeri sebagai langkah mengatasi tingginya angka pengangguran.
Pernyataan tersebut disampaikan Karding dalam acara talkshow dan peresmian Migrant Center di Gedung Prof. Soedarto, Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, pada Kamis (26/6).
“Di Jateng ada (hampir) 1 juta (pengangguran) yang belum terserap, anda (mahasiswa) calon (tenaga kerja) yang tidak terserap, maka segera berpikir ke luar negeri,” ujar Karding.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tengah tantangan ekonomi dan meningkatnya jumlah pencari kerja, Menteri Karding menyuarakan ajakan yang tak biasa: masyarakat diminta mulai melirik peluang kerja di luar negeri.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Menteri Karding menyebut bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih berada di angka 5,32% per Februari 2025, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini setara dengan sekitar 7,6 juta orang, dengan konsentrasi tertinggi terjadi di kalangan usia produktif 20–34 tahun.
Berikut beberapa poin terkait pengangguran di Indonesia per Februari 2025 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS):
- Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Angka 5,32% menunjukkan bahwa ada sekitar 5,32% dari angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.
- Jumlah Pengangguran: BPS juga mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025.
- Perbandingan dengan Tahun Sebelumnya: Beberapa sumber menyebutkan bahwa jumlah pengangguran naik sekitar 83.000 orang atau 1,11% dibandingkan Februari 2024, meskipun TPT nya menurun.
- TPT Lulusan SMK: Data BPS juga menunjukkan bahwa TPT lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi yang tertinggi, yaitu mencapai 8%.
“Jangan hanya terpaku di dalam negeri. Negara-negara seperti Jepang, Jerman, Korea Selatan, bahkan Kanada, sedang membuka banyak peluang kerja untuk tenaga asing, khususnya di bidang kesehatan, teknologi, dan manufaktur,” ujar Karding.
Ia menekankan bahwa bekerja ke luar negeri bukanlah tanda kegagalan dalam negeri, melainkan strategi global untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan warga. Menurutnya, banyak negara maju justru sangat terbuka terhadap tenaga kerja dari Asia Tenggara karena dinilai tangguh dan cepat beradaptasi.
Karding juga mengutip bahwa pada tahun 2024, remitansi atau kiriman uang dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) mencapai Rp 128 triliun, naik 9% dari tahun sebelumnya. “Ini jelas kontribusi nyata bagi perekonomian. Tapi yang paling penting adalah bagaimana warga kita bisa memperoleh pengalaman, keterampilan, dan jaringan global,” tambahnya. menurut Dewan Nasional Keuangan Inklusif.
Tanggapan Beragam dari Pakar dan Masyarakat
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia, Dr. Siti Marlia, menilai usulan ini sebagai langkah realistis, asalkan dibarengi perlindungan hukum dan pelatihan yang memadai.
“Kita tidak bisa menutup mata bahwa pasar kerja dalam negeri belum mampu menyerap semua angkatan kerja. Tapi jangan juga asal kirim tenaga kerja tanpa kesiapan,” ujar Siti.
Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Migran Mandiri, Andi Setiawan, mengingatkan pentingnya jalur legal untuk bekerja di luar negeri.
“Kami mendukung dorongan ini, tapi mohon pastikan pemerintah memperketat pengawasan terhadap agen ilegal yang sering menipu calon pekerja,” katanya.
Di sisi masyarakat, suara yang muncul cukup beragam. Bagi beberapa pencari kerja, wacana ini membuka harapan baru di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan di tanah air. Namun, ada pula yang khawatir bahwa pemerintah terlalu mudah melepas tanggung jawab pembangunan ketenagakerjaan dalam negeri.














