SUARA UTAMA – Kisruh tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Pati, Jawa Tengah, menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Lonjakan tarif yang drastis berujung pada demonstrasi besar-besaran dan krisis legitimasi pemerintah daerah. Dari Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kasus serupa tidak boleh terjadi di wilayahnya. Ia menghimbau agar tunggakan PBB-P2 tahun 2024 dihapus demi meredakan potensi konflik sosial dan menjaga kepercayaan publik.
Belajar dari Pati: Ketika Pajak Jadi Bom Waktu
Kebijakan Pemkab Pati menaikkan tarif PBB-P2 hingga ±250% pada tahun 2025 menjadi pemicu utama gejolak. Kenaikan itu diputuskan setelah tarif disebut tak naik selama ±14 tahun, dengan alasan menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tercantum dalam Perbup No. 17 Tahun 2025.
Namun, kenaikan ratusan persen ini dianggap tidak realistis. Rakyat kecil—petani, pedagang, hingga buruh—menilai tarif baru tidak sebanding dengan kemampuan mereka. Rabu, 13 Agustus 2025, ribuan warga menggelar demonstrasi besar di Pati, menuntut Bupati Sudewo mundur.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Merespons gejolak tersebut, Pemkab akhirnya membatalkan kenaikan tarif dan mengembalikan besaran PBB-P2 ke level tahun 2024. Bahkan, selisih pembayaran yang terlanjur dibayarkan dijanjikan dikembalikan (refund) kepada masyarakat.
Kronologi ini membuktikan bahwa kebijakan fiskal yang tidak sensitif terhadap kondisi rakyat bisa menjadi bom waktu sosial-politik.
Gubernur Dedi Mulyadi: Hapuskan Tunggakan 2024 dan Tahun – tahun sebelumnya di Jawa Barat
Melihat tragedi Pati, Gubernur Dedi Mulyadi menghimbau agar Jawa Barat tidak jatuh ke dalam lubang yang sama. Ia mengusulkan penghapusan tunggakan PBB-P2 tahun 2024 di seluruh Jabar.
Menurutnya, di tengah kondisi ekonomi rakyat yang masih berat akibat pandemi dan inflasi, beban tunggakan pajak justru bisa memicu keresahan. “Lebih baik kita mengorbankan sebagian penerimaan daerah daripada harus kehilangan kepercayaan rakyat,” tegas KDM.
Pandangan Pakar dan Masyarakat
- Akademisi Unpad menilai, pajak daerah harus memperhitungkan ability to pay (kemampuan bayar) masyarakat. “Kenaikan ratusan persen tanpa transisi adalah resep bencana,” tegasnya.
- Aktivis Ormas Islam menyatakan, PBB-P2 kerap menekan masyarakat kecil dan tak jarang menggerus penghasilan petani. Penghapusan tunggakan dipandang sebagai langkah adil.
- Politisi DPRD Jabar ada yang mendukung gagasan penghapusan tunggakan, namun sebagian mengingatkan dampaknya pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
- Ekonom independen menyarankan agar pemerintah daerah menggali penerimaan dari sektor usaha besar dan efisiensi belanja, bukan menekan rakyat kecil.
Pelajaran dari Pati untuk Jawa Barat
- Kenaikan ekstrem memicu gejolak – Pati jadi bukti nyata, kenaikan hingga 250% langsung berujung pada demonstrasi besar.
- Pembatalan setelah konflik lebih berbiaya – akhirnya Pemkab Pati membatalkan kebijakan dan harus melakukan refund, yang justru menambah kerugian politik dan administratif.
- Komunikasi publik penting – keputusan mendadak tanpa dialog luas membuat masyarakat merasa diperlakukan tidak adil.
- Alternatif solusi di Jabar – moratorium tunggakan 2024, relaksasi tarif secara bertahap, dan fokus pada wajib pajak besar.
Kesimpulan : Tragedi Pati adalah alarm keras bahwa PBB-P2 yang dikelola tanpa keadilan sosial akan berakhir pada gejolak rakyat. Dengan menuntut penghapusan tunggakan PBB-P2 tahun 2024, Gubernur Dedi Mulyadi bukan hanya bicara soal fiskal, melainkan soal legitimasi dan kepercayaan rakyat.
Jika Jawa Barat belajar dari Pati, maka kebijakan fiskal dapat diarahkan tidak sekadar mengejar angka penerimaan, tetapi juga menjaga harmoni sosial dan rasa keadilan.Adapun Rekomendasi :
- Segera bentuk regulasi (Perda/Perkada) untuk menghapus tunggakan PBB-P2 2024.
- Prioritaskan keadilan sosial dengan menghapus beban bagi petani, buruh, dan UMKM.
- Siapkan skema transisi tarif jika ada kenaikan, jangan melompat ratusan persen dalam satu tahun.
- Tutup defisit PAD lewat efisiensi belanja, optimalisasi pajak usaha besar, dan pengawasan kebocoran.
- Bangun komunikasi publik agar rakyat terlibat dalam setiap keputusan fiskal besar.














