SUARA UTAMA – Ketegangan militer antara Thailand dan Kamboja kembali memanas dan berujung pada konflik terbuka yang mengejutkan kawasan. Wilayah sengketa perbatasan, yang sebelumnya sempat diredam lewat berbagai jalur diplomatik, kini menjadi medan pertempuran yang meresahkan stabilitas regional ASEAN. Banyak pihak kini mulai menyoroti urgensi mediasi diplomatik untuk menghentikan eskalasi, dan muncul pertanyaan strategis: apakah Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dapat memainkan peran kunci dalam meredakan konflik ini?
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Thailand dan Kamboja kembali meletus di kawasan sengketa perbatasan dekat kuil Preah Vihear, memicu baku tembak antar militer yang menewaskan belasan personel dari kedua pihak dan memaksa ratusan warga sipil mengungsi. Meskipun konflik ini berakar dari klaim historis atas wilayah, ketegangan saat ini diperburuk oleh faktor nasionalisme domestik, militerisasi perbatasan, serta lemahnya mekanisme penyelesaian konflik regional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
ASEAN Terancam Gagal Menjaga Perdamaian Kawasan?
Konflik Thailand-Kamboja bukan baru pertama kali terjadi. Sengketa wilayah kuil Preah Vihear telah menjadi duri lama yang mengancam integritas ASEAN sebagai kawasan damai. Kegagalan mencegah konflik antar anggota dapat menjadi preseden buruk dan melemahkan posisi ASEAN di mata dunia. Oleh sebab itu, diperlukan figur kuat yang tidak hanya dihormati secara militer, tetapi juga mampu menjembatani dialog atas dasar keamanan kolektif.
Mungkinkah Prabowo Berpeluang Jadi Mediator? Beberapa analis menilai Prabowo Subianto berpotensi menjadi tokoh kunci untuk mediasi, karena:
- Status Ganda: Sebagai Menteri Pertahanan dan Presiden RI terpilih, Prabowo memiliki posisi strategis di internal pemerintahan sekaligus dalam diplomasi kawasan.
- Pengaruh Diplomatik: Prabowo memiliki hubungan bilateral yang baik dengan kedua negara, serta telah menunjukkan pendekatan pragmatis dalam diplomasi pertahanan.
- Prestasi Negosiasi Global: Keberhasilan Prabowo dalam memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi pertahanan global dan kerja sama internasional (termasuk dengan AS, Eropa, dan Tiongkok) membuktikan kapasitas negosiasinya.
- Kredibilitas Militer: Latar belakang militer Prabowo dapat memberikan rasa hormat dari kedua pihak yang sedang bertikai—terutama dalam konteks dialog keamanan.
Sikap dan Sorotan Media Nasional
Kompas (23 Juli 2025) dalam editorialnya menyebut:
“ASEAN kembali diuji. Jika dibiarkan, konflik Thailand-Kamboja akan mengikis kepercayaan terhadap arsitektur keamanan regional. Indonesia sebagai negara terbesar dan pemimpin de facto ASEAN tidak bisa tinggal diam.”
The Jakarta Post menulis bahwa Indonesia perlu memainkan pendekatan “preventive diplomacy” seperti yang pernah dilakukan saat krisis Laut China Selatan. Mereka menekankan bahwa figur seperti Prabowo dapat diterima di kalangan militer Thailand dan Kamboja, yang merupakan kunci dari dialog damai.
Tempo dalam ulasan opininya menggarisbawahi bahwa Prabowo “memiliki kredibilitas militer dan pengalaman negosiasi bilateral yang unik di antara para pemimpin ASEAN saat ini,” sehingga menjadi calon kuat untuk misi diplomatik regional.
Sorotan dan Pendapat Media Internasional
Bangkok Post menurunkan analisis mendalam yang menyebut bahwa “kehadiran Indonesia—terutama melalui figur militer senior seperti Prabowo—bisa menenangkan kekhawatiran militer Thailand terhadap dominasi diplomasi Kamboja di forum internasional.”
Khmer Times di Kamboja menyoroti bahwa Prabowo dikenal memiliki relasi baik dengan pemerintahan Hun Manet dan dihormati sebagai tokoh militer yang tidak berpihak:
“Indonesia tidak punya kepentingan teritorial, tapi punya modal kepercayaan. Prabowo bisa menjadi penengah yang adil.”
The Diplomat (media spesialis Asia-Pasifik) bahkan menyebut ini sebagai “a test case for Indonesia’s regional leadership under Prabowo.” Dalam artikelnya yang berjudul “Will Prabowo Be ASEAN’s Problem Solver?”, mereka menyoroti bahwa Prabowo punya reputasi “tegas tapi terbuka untuk diplomasi,” menjadikannya figur yang bisa memimpin dialog militer-ke-militer (mil-to-mil diplomacy) yang biasanya sulit ditembus oleh diplomat sipil.
Pengamat dan Akademisi berpendapat :
- Dr. Dewi Fortuna Anwar: “ASEAN butuh lebih dari deklarasi – butuh aksi. Prabowo, jika aktif, bisa membalik persepsi bahwa ASEAN tidak mampu menyelesaikan konflik internalnya.”
- Prof. Thitinan Pongsudhirak (Chulalongkorn University, Thailand): “Militer Thailand melihat Indonesia sebagai mitra yang rasional. Prabowo bisa menjadi pintu masuk bagi dialog.”
- Kavi Chongkittavorn (analis hubungan ASEAN): “Jika Indonesia bisa memediasi, maka ini akan menjadi warisan perdamaian regional seperti peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Kamboja tahun 1980-an.”
Dalam situasi seperti ini,Indonesia dapat Indonesia Ambil Inisiatif Dialog :
- Menawarkan forum informal pertemuan trilateral.
- Mengusulkan pembentukan tim mediasi ASEAN berdasarkan ASEAN Charter pasal 23-25 tentang penyelesaian sengketa damai.
Penutup Momentum Kepemimpinan Baru ASEAN : Menggunakan kepercayaan terhadap figur Prabowo untuk membuka ruang dialog militer ke militer (mil-to-mil). Konflik ini menjadi ujian nyata bagi arah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Prabowo. Jika berhasil memediasi, Indonesia bukan hanya menjaga stabilitas regional, tetapi juga memperkuat posisi ASEAN di tengah polarisasi global dan ketegangan geopolitik yang meningkat.
Sebagaimana ditulis South China Morning Post:
“ASEAN butuh pemimpin, bukan penonton. Prabowo bisa jadi wajah baru diplomasi keamanan Asia Tenggara.”
Jika Indonesia ingin membuktikan diri sebagai pemimpin sejati kawasan, maka inilah momen krusialnya. Bukan hanya mempertahankan perdamaian ASEAN, tetapi menunjukkan bahwa Indonesia mampu mengubah konflik menjadi momentum diplomasi. Peran Prabowo Subianto dalam krisis ini bukan hanya mungkin—namun bisa jadi perlu, jika ASEAN ingin tetap relevan dan stabil dalam menghadapi dinamika geopolitik yang terus berubah.














