SUARA UTAMA, Banyuwangi – Laskar Cemeti merilis pernyataan resmi terkait polemik yang melibatkan Anggota DPRD Banyuwangi dari Partai Gerindra, Suwito, dan para kepala desa (kades) yang menolak pernyataannya di media sosial mengenai klaim “80% kades bermasalah”.
Dalam pernyataannya, ketua Laskar Cemeti “Muhammad Annas” menilai bahwa dinamika yang berkembang beberapa hari terakhir telah menimbulkan kebingungan publik, terutama setelah para kepala desa hadir beramai-ramai ke Gedung DPRD Banyuwangi. Kedatangan mereka, menurut Cemeti, adalah bentuk penyampaian keberatan kolektif, bukan pengerahan massa, karena dilakukan secara terbuka dan tidak melanggar norma hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, perhatian utama “Muhammad Annas” Laskar Cemeti tertuju pada prosedur internal DPRD yang dinilai tidak tepat. Hearing yang digelar untuk merespons polemik pernyataan Suwito dilakukan tanpa melibatkan Badan Kehormatan (BK), padahal BK adalah alat kelengkapan resmi dewan yang berwenang memproses dugaan pelanggaran etik terhadap anggota DPRD.
“Ini bukan soal siapa yang benar atau salah, tetapi soal tata kelola. Ketika DPRD mengabaikan BK, maka mekanisme formal dilewati dan rawan menimbulkan kesan bahwa proses ini terburu-buru, emosional, dan tidak berlandaskan aturan,” tegas Laskar Cemeti.
Ketua Laskar Cemeti menambahkan bahwa forum hearing yang terbuka tanpa mekanisme etik yang baku justru menghadirkan risiko: forum berubah menjadi ruang tekanan, bukan ruang klarifikasi. Situasi tersebut berpotensi memperkeruh polemik, bukan menyelesaikannya.
Selain mengkritisi mekanisme DPRD, Laskar Cemeti juga menegaskan kembali posisi mereka terkait penegakan hukum. Polemik publik, menurut mereka, tidak boleh mengalihkan perhatian dari dugaan kasus penyalahgunaan wewenang yang sebelumnya telah dilaporkan atau tengah diperiksa terkait sejumlah oknum kepala desa.
“Jika ada dugaan pelanggaran hukum, APH harus tetap memprosesnya secara objektif. Jangan sampai dinamika politik menumpulkan penegakan hukum atau menghentikan proses yang sedang berjalan,”Katan Ketua Laskar Cemeti.
Laskar Cemeti menyebut bahwa prinsip utama dalam negara hukum adalah kepastian, bukan reaksi. Karena itu, mereka meminta aparat—Polisi, Kejaksaan, maupun Inspektorat Daerah—untuk memastikan bahwa setiap laporan, temuan, atau audit terkait kepala desa tetap diproses tanpa pandang bulu.
Lebih jauh, Laskar Cemeti mengingatkan bahwa pejabat publik, termasuk anggota DPRD, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan setiap pernyataan di ruang publik berbasis data. Menyampaikan opini tanpa basis data yang kuat dapat mencederai nama baik pihak lain dan memperburuk relasi antara pemerintah desa dan DPRD.
Meski demikian, Laskar Cemeti juga menilai bahwa keberatan para kepala desa merupakan langkah sehat dalam demokrasi apabila disampaikan secara konstitusional dan tidak menghalangi jalannya pemerintahan. Laskar Cemeti kembali menegaskan bahwa polemik ini harus menjadi pelajaran bersama.
“Banyuwangi memerlukan ruang demokrasi yang tertib, bukan gaduh. Prosedur DPRD harus dihormati, hak keberatan harus dijaga, dan hukum harus tetap berjalan. Inilah cara menjaga Banyuwangi tetap stabil, transparan, dan akuntabel.”
Penulis : Ali Misno














