SUARA UTAMA – Jakarta, 14 September 2025 — Jagat maya diramaikan dengan curhatan aktris Leony Vitria tentang pengalaman mengurus balik nama rumah warisan milik almarhum ayahnya. Dalam unggahannya, Leony mengaku terkejut saat mendapati dirinya diwajibkan membayar biaya yang ia sebut sebagai “pajak warisan” dengan nilai sekitar 2,5 persen dari harga rumah menurut penilaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Rumah ini kan sudah dibeli orang tua saya dan PBB juga setiap tahun dibayar. Tapi ketika mau balik nama, saya tetap diminta bayar cukup besar. Rasanya memberatkan sekali,” ungkap Leony.
Unggahan tersebut memicu diskusi publik, karena banyak warganet yang juga memiliki pengalaman serupa. Istilah “pajak warisan” pun kembali menjadi topik hangat dan memunculkan pro-kontra di masyarakat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Klarifikasi DJP: PPh Warisan Bisa Dibebaskan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera memberikan klarifikasi resmi. DJP menegaskan bahwa warisan bukanlah objek Pajak Penghasilan (PPh). Dengan kata lain, pengalihan hak atas tanah atau bangunan akibat warisan tidak dikenai PPh Final sepanjang ahli waris mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh.
“Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan karena warisan tidak dikenai PPh Final, sepanjang ahli waris mengajukan SKB PPh. Hal ini jelas diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-8/PJ/2023 Pasal 3 ayat (1) huruf d,” ujar DJP dalam keterangannya.
DJP juga menegaskan bahwa banyak masyarakat salah paham dengan menganggap semua biaya balik nama adalah “pajak warisan”. Faktanya, ada pajak lain yang berlaku dan kewenangannya bukan di DJP.
BPHTB: Pajak Daerah yang Tetap Berlaku
Meski warisan bebas dari PPh, DJP menjelaskan bahwa pengalihan hak atas tanah dan bangunan karena warisan tetap dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pajak ini dikelola oleh pemerintah daerah.
“BPHTB adalah pajak daerah. Tarif dan kebijakan pengelolaannya berada di kewenangan pemerintah kabupaten/kota, bukan DJP,” tegas pihak DJP.
Tarif BPHTB biasanya berada di kisaran 2,5 persen dari Nilai Objek Pajak (NPOP), meski angka tersebut bisa berbeda antar daerah sesuai kebijakan pemerintah daerah setempat. Hal inilah yang diduga membuat Leony kaget, karena biaya yang muncul cukup signifikan.
Prosedur Agar Bebas PPh
Untuk mendapatkan pembebasan PPh, ahli waris harus mengajukan SKB PPh ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Adapun dokumen yang perlu disiapkan antara lain:
- Akta atau penetapan waris, atau surat keterangan ahli waris yang sah
- Sertifikat tanah atau bangunan yang diwariskan
- Identitas pewaris dan ahli waris
- Dokumen tambahan sesuai permintaan KPP setempat
Dengan SKB tersebut, ahli waris tidak perlu lagi membayar PPh final dalam proses balik nama warisan.
Pendapat Konsultan Pajak: Perlu Sosialisasi Rutin
Konsultan pajak senior, Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, menilai kasus yang dialami Leony merupakan cerminan dari minimnya pemahaman masyarakat mengenai aturan perpajakan warisan.
“Dari kejadian ini, DJP seharusnya melakukan sosialisasi rutin melalui platform-platform resmi dan mudah diakses masyarakat, misalnya kanal YouTube DJP. Dengan begitu, kebingungan publik bisa diminimalisir. Masyarakat akan tahu mana kewenangan DJP, mana kewenangan pemerintah daerah, serta apa saja yang sebenarnya menjadi hak dan kewajiban mereka,” ujar Yulianto.
Lebih lanjut, Yulianto menyinggung soal sistem perpajakan di Indonesia yang berbasis self assessment. Dalam praktiknya, sistem ini sering menimbulkan kebingungan maupun kesalahan hitung dari wajib pajak. “Saya menilai ke depan bisa dipertimbangkan opsi lain seperti official assessment ataupun sistem campuran, agar setiap wajib pajak dapat memilih sesuai dengan tanggung jawab yang siap mereka emban. Pilihan ini akan lebih demokratis dan memberi rasa adil,” jelasnya.
Ia menambahkan, edukasi publik yang berkelanjutan dapat menghindarkan masyarakat dari persepsi negatif bahwa setiap biaya dalam pengurusan administrasi tanah selalu dianggap “pajak pusat” atau “pajak ganda”.
Publik Butuh Kepastian
Kasus Leony ini menjadi refleksi bahwa meskipun regulasi sudah ada, komunikasi dan sosialisasi dari otoritas masih kurang efektif. Di sisi lain, masyarakat sering terjebak dalam istilah yang rancu, sehingga menimbulkan kesan bahwa pajak hanya membebani tanpa ada kepastian.
Dengan adanya klarifikasi dari DJP dan dorongan dari para praktisi pajak, diharapkan pemerintah lebih proaktif dalam memberikan edukasi. Sosialisasi yang jelas dan mudah diakses akan membantu masyarakat memahami perbedaan antara PPh, BPHTB, maupun biaya administrasi lainnya.
Penutup
Kasus yang menimpa Leony bukanlah hal baru, melainkan gambaran nyata keresahan masyarakat luas. Warisan memang bebas dari PPh bila syarat SKB dipenuhi, namun BPHTB tetap menjadi kewajiban daerah. Di tengah kebingungan ini, edukasi publik yang konsisten menjadi kunci agar persepsi masyarakat tentang pajak lebih adil, transparan, dan dapat dipahami.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














