Oleh : Sabrina Frizky Ridhova – Mahasiswa Universitas Gunadarma Depok
Orang tua merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal anak, figur yang menentukan kualitas baik buruknya merupakan orang tua. Fatherless sangat erat kaitannya dengan kurangnya peran sang ayah dalam mendidik dan mengasuh sang anak. Sejatinya, pertumbuhan anak dan perhatian terhadap anak merupakan tugas keduanya. Namun, tidak sedikit keluarga yang kurang memperhatikan ini dengan baik. Kurangnya perhatian dan pengasuhan pada anak akan menyebabkan ia sulit berkomunikasi dengan lingkungannya dengan baik. Sudah semestinya peran ayah dan ibu adalah berdampingan untuk mendidik dan secara seimbang dalam membina keluarga. Namun, harapan ini masih belum tercapai secara masif dan menyeluruh di Indonesia. Masih banyaknya keluarga di Indonesia yang menerapkan pola asuh patriarki dan sang ibu yang mengerjakan seluruh pekerjaan domestik di rumah tangga sedang sang ayah sangat kurang dalam peran tersebut. Bagi sebagian anak, hal ini merupakan pembatas antara anak dan sang ayah untuk sekedar berkomunikasi. Efek yang serius akan timbul ketika sang anak sudah memasuki masa remaja dimana dia akan mudah terjerumus kedalam kenakalan remaja, karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari seorang Ayah. Kenakalan remaja merupakan kejahatan remaja yang disebabkan oleh pengabaian sosial. Pengalaman mereka mengalami pengabaian tersebut kemudian mereka kembangkan dalam bentuk tingkah laku yang menyimpang (Karlina: 153).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak sekali hal yang menyebabkan fatherless ini terjadi, bukan hanya dari pola pengasuhan patriarki saja, tetapi penyebabnya bisa terjadi dari perceraian. Sebuah perceraian menyebabkan sang anak tidak dapat merasakan kehadiran dan kehangatan serta peran penuh dari seorang ayah. Anak-anak dengan pengalaman fatherless ini cenderung tumbuh menjadi anak yang mudah putus asa, ego yang tinggi dan memiliki sifat kurang baik dalam kepribadiannya. Sudah semestinya seorang anak membutuhkan peran penuh antara keduanya, ketiadaan sosok seorang ayah sebagai figur laki laki yang kuat akan menjadi sang anak sulit mengidentifikasi dirinya terutama figur untuk seorang anak laki-laki. Demikianlah sebuah urgensi dari kurangnya pemenuhan figur seorang ayah pada anak. Sebagai orang tua, seharusnya ayahnya lah yang pertama kali berinteraksi langsung kepada anak disamping ibu. Seorang ayah juga merupakan model pertama untuk anak anaknya. Seorang ayah juga ditugaskan untuk bertanggung jawab atas pertumbuhan fisik serta psikis anaknya. Apabila pemenuhan itu diabaikan maka sang ayah telah menarik anaknya pada kerusakan diri baik fungsinya sebagai individu yang baik.
Fatherless merupakan fenomena dimana sebuah masyarakat berkeluarga tidak merasakan adanya keberadaan, figur serta keterlibatan seorang ayah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya tidak adanya keterlibatan seorang ayah dalam ruang dan waktu. Juga fatherless ini memengaruhi kondisi psikis sang anak. Para anak yang tidak terbiasa memiliki figur seorang ayah dalam kehidupannya sehari hari lebih mudah merasakan father hunger. Dimana Father Hunger ini menyebabkan pengalihan kebutuhannya kepada hal lain yang disebut dengan pengalihan. Di mana yang telah banyak kita ketahui bahwa pengalihan tersebut banyak berdampak buruk. Kehilangan seorang ayah dapat menyebabkan masalah yang cukup serius. Titik sebuah masalahnya adalah ketika sang anak mengalami kondisi psikologis yang tidak matang, tidak matangnya psikologis seorang anak menyebabkan anak memiliki self-esteem atau penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Sang anak juga akan cenderung lebih mudah marah, emosi, cemas, tidak merasa aman secara fisik dan dan psikis,
Meskipun perannya penting nyatanya peran sang ayah masih belum maksimal. Peran ayah yang seharusnya juga ikut mencintai, melatih, dan menjadi model untuk anak hanya terkotakkan menjadi figur seorang pencari nafkah. Hal ini pun telah turun temurun dan telah di glorifikasikan sejak dahulu kala. Dilansir dari berita Narasi Tv Indonesia meraih peringkat 3 sebagai Fatherless Country. Psikolog asal Amerika Edward Elmer Smith mengatakan bahwa Fatherless Country berarti negara yang masyarakatnya memiliki kecenderungan tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figur ayah dalam kehidupan anak baik secara fisik maupun psikologis.
Pencapaian serta keberhasilan sang anak tentu saja berpengaruh dari faktor kehangatan, kekompakan, dan keharmonisan sang keluarga. Tidak adanya role model dan mediator yang cukup di sekelilingnya menjadikan fisik dan psikologis sang anak tidak tercukupi. Fatherless bisa terjadi hingga dewasa, Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aquilino (1994) pada individu dewasa awal, yang mengalami perceraian orangtua, ditemukan kenyataan bahwa situasi tersebut membuatnya kehilangan komunikasi dengan ayah setelah perceraian terjadi.
Upaya mengurangi fatherless di kehidupan berkeluarga, sang ayah dan ibu harus paham betul hak dan kewajiban untuk masing masing pasangan dan sang anak. Hal utama yang harus dipenuhi oleh anggota berkeluarga ialah cinta dan kasih sayang. Sejatinya, hubungan yang membahagiakan merupakan hubungan yang harmonis. Sebuah cinta juga harus tergambarkan oleh perilaku, sifat dan tindakan agar seseorang yang dicintai merasakan hal yang sama.
Sang ayah juga harus mencoba untuk belajar dan memahami dampak masa lalu yang terjadi kepadanya serta mencoba untuk mengikhlaskan terhadap sesuatu hal yang lalu dan menerimanya. Mencoba menerima pola pengasuhan yang dulu diterima sang ayah. Upaya membangun kedekatan pada anak juga bisa dengan membangun komunikasi dengan baik, menjadi teman bermain yang asyik. Bermain sesuatu yang menyenangkan bersama anak dapat menciptakan bonding yang baik serta serta memberikan kesan dan kenangan yang hangat pada memori sang anak. Sang ayah juga bisa selalu ingin mencari tahu dan belajar mengenai dunia parenting baik itu secara luring maupun daring, mencari di situs internet maupun buku bacaan yang beredar. Sang ayah juga perlu diberikan pemahaman untuk belajar serta pengertian penuh oleh sang pasangan, diberikan kepercayaan penuh serta support yang positif dari pasangan.
Fatherless memungkinkan sang anak disini mengakibatkan hilangnya kesempatan ayah untuk dapat berinteraksi langsung dengan sang anak, untuk itu apapun hal hal yang menyebabkan ini terjadi harus diantisipasi agar tidak berdampak buruk berkepanjangan bagi sang anak. Faktanya, bahwa fatherless ini sangat berpengaruh besar bagi psikologis sang anak. Seorang ayah seharusnya selalu menyempatkan waktunya di sela jadwal yang padat untuk berinteraksi langsung dan bertemu dengan sang anak, ini memberikan stimulus baik untuk kecerdasan sang anak. Mengingatkan, saling mengasihi, memberi contoh yang baik, berdiskusi merupakan pola bahasa cinta bagi ayah dan anak. Sang ayah tidak harus selalu beralasan sibuk bekerja, walaupun begitu hasil kerja sang ayah merupakan faktor guna memberikan kecukupan dasar pangan yang baik, tetapi kedekatan secara emosional, waktu, dan kehadiran nyatanya sangat lebih dibutuhkan.
Jika memang perpisahan terjadi, berilah sang anak kesempatan untuk dicintai secara penuh dan utuh seperti semestinya. Silaturahmi antara ayah dan sang anak harus dijaga secara baik agar keharmonisannya tidak mengganggu jiwa sang anak. Selain itu, jika sang anak hanya hidup dengan sang ibu saja, sang ibu harus bisa menopang dan memberi peran serta keterampilannya untuk menjadikan sang anak menjadi pribadi yang percaya diri, karena kepercayaan dirinya yang akan meyakinkan sang anak bahwa ia dapat mengatasi segala permasalahan yang ada. Selain itu, dukungan keluarga besar yang proporsional dapat memenuhi peran ayah yang kosong. Misalnya, sosok ayah digantikan oleh kakek atau paman agar meminimalisir dampak fatherless, dan membantu sang anak mendapatkan cinta dan kasih sayang yang penuh
Referensi
Itsbar. (2023). Fatherless : Mempertanyakan Keberadaan Ayah Dalam Kehidupan Anak.
Wijayati, Fitri, Titin Nasir, Indriono Hadi dan Akhmad. (2020). Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Harga Diri Rendah Pasien Gangguan Jiwa. HIJP: Health Information Jurnal Penelitian, 12(2), 226.
Rusti Dian, Rizal Amrin. (2023). Indonesia Peringkat 3 Fatherless Country di Dunia, Mempertanyakan Keberadaan ‘Ayah’ dalam Kehidupan Anak.
Ika. (2023). Psikolog UGM Beberkan Dampak Minimnya Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan.
Eka Purwitasari. (2023). Cara Mencegah Fatherless.
Penulis : Sabrina Frizky Ridhova – Mahasiswa Universitas Gunadarma Depok