SUARA UTAMA – Jakarta, 19 September 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menerapkan sistem administrasi perpajakan baru bernama Coretax. Sistem ini diklaim menjadi pilar reformasi perpajakan nasional dengan tujuan menyatukan pendaftaran NPWP, pelaporan SPT, pembayaran, hingga administrasi wajib pajak dalam satu platform digital.
Menurut DJP, Coretax dirancang lebih modern, efisien, dan terintegrasi dengan data kependudukan maupun perbankan. Dengan begitu, pemerintah berharap sistem ini dapat mengurangi duplikasi data, memperkuat basis penerimaan negara, serta meningkatkan kepatuhan pajak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kendala Teknis dan Adaptasi Pengguna
Dalam praktiknya, sejumlah wajib pajak melaporkan kendala teknis saat menggunakan Coretax, mulai dari kesulitan membuat akun hingga gangguan akses ketika melakukan pelaporan.
Selain itu, User Interface (UI) baru yang menampilkan fitur lebih kompleks juga menimbulkan tantangan tersendiri. Banyak pengguna menyebut masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan format input data dan navigasi sistem.
Masa Transisi Belum Rampung
Hingga September 2025, sebagian layanan perpajakan masih mengandalkan sistem lama. Perpindahan yang belum sepenuhnya tuntas ini menimbulkan kebingungan, terutama bagi wajib pajak yang harus menyesuaikan diri dengan dua sistem berbeda dalam periode transisi.
PR Menteri Purbaya: Stabilitas, Kepercayaan, dan Infrastruktur
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui ada pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan agar Coretax berjalan efektif. Tiga fokus utama yang ia tekankan adalah:
- Menjamin stabilitas sistem – memastikan server dan infrastruktur teknologi mampu menampung lonjakan akses, khususnya saat masa pelaporan SPT.
- Membangun kepercayaan publik – membuktikan bahwa Coretax benar-benar memudahkan, bukan justru menyulitkan wajib pajak.
- Memperluas akses digital – mengatasi ketimpangan kualitas jaringan internet di daerah agar seluruh wajib pajak mendapat pelayanan setara.
“Coretax bukan sekadar proyek teknologi, melainkan bagian dari strategi memperkuat penerimaan negara. Pemerintah memastikan sistem ini tidak menambah beban, justru mempermudah wajib pajak,” ujar Purbaya dalam keterangan resminya.
Pandangan Konsultan Pajak
Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, Konsultan Pajak senior sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter Kadin Jawa Timur, menilai Coretax adalah langkah maju, tetapi efektivitasnya masih jauh dari ideal.
“Coretax di atas kertas terlihat menjanjikan. Namun dalam praktik, banyak wajib pajak kebingungan akibat perubahan UI yang tidak familiar dan gangguan teknis yang berulang. Pemerintah harus memperbaiki pelayanan dan sosialisasi agar sistem ini tidak kehilangan kepercayaan publik,” kata Yulianto.
Ia menambahkan, keberhasilan Coretax tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia di DJP.
“Sebagus apa pun sistem, jika fiskus di lapangan tidak memahami cara kerjanya, maka masalah lama akan muncul kembali. SDM harus benar-benar siap mendampingi wajib pajak,” tegasnya.
Kesimpulan
Penerapan Coretax menjadi tonggak baru modernisasi perpajakan di Indonesia. Namun, efektivitas sistem ini masih akan diuji melalui konsistensi teknis, kesiapan aparatur pajak, serta penerimaan masyarakat sebagai pengguna utama. Pertanyaan yang kini mengemuka: apakah Coretax benar-benar mempermudah wajib pajak, atau justru menambah tantangan baru dalam administrasi perpajakan?
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














