SUARA UTAMA – Jakarta, 4 Oktober 2025 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan regulasi baru yang mengatur perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital, yang berlaku mulai 1 Januari 2025 dan efektif penuh per 1 Oktober 2025.
Langkah ini menjadi bagian dari implementasi Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengalihkan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penawaran Aset: Tunggal maupun Berkelanjutan
Kerangka baru yang dikeluarkan OJK memperkenalkan fleksibilitas dalam mekanisme penawaran aset digital. Penerbit kini dapat melakukan penawaran secara tunggal (sekali) maupun berkelanjutan (berulang dalam jangka waktu tertentu).
Konsep ini mirip dengan praktik di pasar modal konvensional, seperti perbedaan antara initial public offering (IPO) dengan shelf registration. Dengan adanya pilihan tersebut, penerbit aset digital memiliki keleluasaan lebih besar dalam merancang strategi penghimpunan dana, sementara investor memperoleh variasi produk yang lebih beragam.
Meski demikian, istilah “penawaran berkelanjutan” masih menunggu aturan teknis lebih lanjut. Draft rancangan peraturan OJK (RPOJK) sempat mencantumkan konsep ini, sehingga diperkirakan akan dituangkan dalam peraturan turunan atau surat edaran yang lebih rinci.
Perlindungan Konsumen Jadi Prioritas
OJK menegaskan bahwa regulasi ini bukan sekadar membuka ruang inovasi, tetapi juga memastikan adanya perlindungan konsumen, transparansi, dan tata kelola. Beberapa poin penting yang diatur antara lain:
- Kewajiban tata kelola dan pelaporan bagi penyelenggara platform aset digital.
- Standar keamanan siber sesuai pedoman terbaru OJK.
- Penerapan prinsip know your customer (KYC) dan anti pencucian uang (APU-PPT).
- Mekanisme manajemen risiko untuk mencegah penyalahgunaan sistem.
Dengan regulasi ini, OJK berharap ekosistem aset digital Indonesia dapat tumbuh lebih sehat, transparan, dan terjaga dari risiko penipuan maupun manipulasi pasar.
Pandangan Praktisi: Antara Harapan dan Tantangan
Pengamat perpajakan dan keuangan digital, Yulianto Kiswocahyono, S.E., S.H., BKP, menilai regulasi ini sebagai langkah maju, tetapi tetap perlu pengawasan ketat.
“Kerangka regulasi ini penting sebagai payung hukum. Tapi jangan lupa, penawaran berkelanjutan juga rawan disalahgunakan untuk menciptakan ilusi likuiditas. OJK harus menyiapkan pengawasan real-time dan sanksi yang efektif,” tegasnya kepada Suara Utama.
Menurut Yulianto, Indonesia memang harus bergerak cepat mengikuti tren global. Namun, kecepatan regulasi harus diimbangi dengan kesiapan infrastruktur pengawasan, agar tidak hanya menjadi aturan di atas kertas.
Konteks Global
Langkah OJK menempatkan Indonesia sejajar dengan berbagai yurisdiksi internasional yang juga tengah memperkuat kerangka hukum aset digital.
- Di Uni Eropa, regulasi Markets in Crypto-Assets (MiCA) menjadi standar baru.
- Di Amerika Serikat, Securities and Exchange Commission (SEC) memperketat aturan terhadap penawaran token yang dianggap sebagai efek.
Dengan POJK 27/2024, Indonesia menegaskan komitmen untuk tidak tertinggal dalam mengatur ekosistem kripto dan aset digital yang terus berkembang.
Kesimpulan
Kerangka baru dari OJK memberikan fondasi penting bagi masa depan aset digital di Indonesia. Penawaran aset yang kini dapat dilakukan secara tunggal maupun berkelanjutan membuka ruang inovasi, tetapi juga menghadirkan tantangan pengawasan.
Ke depan, efektivitas regulasi ini akan ditentukan oleh aturan teknis, kesiapan industri, dan pengawasan yang ketat. Jika berhasil, Indonesia berpeluang menjadi salah satu pasar aset digital paling progresif di Asia.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














