Suarautama.id | Halmahera Selatan – Aksi protes terkait polemik pelantikan empat kepala desa di Kabupaten Halmahera Selatan kembali memanas. Massa menilai, langkah Bupati Basam Kasuba yang tetap melantik empat kepala desa meski putusan PTUN telah membatalkan SK merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan konstitusi.
Dalam orasinya, massa aksi melontarkan kritik keras terhadap 30 anggota DPRD Halsel. Mereka menilai DPRD tidak pernah merespons keluhan masyarakat, bahkan bungkam meski menyangkut pelanggaran sumpah jabatan kepala daerah.
“Tidak bermoral! DPRD Halsel tidak pernah merespon apa yang menjadi keluhan masyarakat. Putusan PTUN saja dilanggar, sementara DPRD diam tanpa sikap!” teriak salah satu orator di depan gedung DPRD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Massa aksi menegaskan, seharusnya DPRD segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut persoalan pelantikan kepala desa ini. Namun tuntutan tersebut, menurut massa, tidak pernah ditanggapi DPRD, bahkan wakil rakyat enggan menemui massa aksi ketika berulang kali datang menyuarakan aspirasi.
“Kami sudah berulang kali menuntut agar DPRD membentuk pansus, tapi tidak pernah direspon. Bahkan ketika kami datang ke gedung dewan, mereka tidak mau menemui massa. Jadi DPRD ini ada untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk bupati?” teriak massa aksi dengan nada kecewa.
Massa aksi juga menuding DPRD tidak memiliki keberanian politik untuk bersikap secara kelembagaan,
“30 anggota DPRD Semuanya Takut Bupati Halmahera selatan, Kalau Bupati ambil keputusan, DPRD cuma bilang ‘iyo’. Semua kebijakan Bupati dikasih jalan, meskipun menabrak hukum sekalipun. Miris memang DPRD ini!” ujar orator lainnya.
Lebih jauh, massa menilai DPRD kehilangan jati diri sebagai wakil rakyat.
“Kalian bukan lagi wakil rakyat, tetapi pembantu bupati. Sebab kalian tidak mampu mengambil langkah pengawasan, tidak bisa mengoreksi, apalagi melawan kebijakan yang jelas-jelas salah.” sambung orator dengan suara lantang.
Massa aksi menegaskan, DPRD Halsel seharusnya dibubarkan karena gagal menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 149 ayat (1) huruf b UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sementara terkait Bupati, massa mendesak agar proses pemakzulan segera ditempuh, mengacu pada Pasal 67 ayat (1) huruf b dan Pasal 78 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014, yang menegaskan kepala daerah dapat diberhentikan apabila terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan peraturan perundangan.
Kekecewaan masyarakat pun disuarakan dengan lantang. Mereka menilai DPRD Halsel hanya menjadi simbol kosong, hidup secara fisik tetapi mati secara fungsi.
“DPRD Halsel tidak bernyawa. Tubuh mereka hidup, tetapi hati mereka mati. Mereka bukan lagi wakil rakyat, mereka hanya pelengkap kebijakan bupati,” pungkas salah satu massa aksi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak DPRD Kabupaten Halmahera Selatan maupun Pemkab Halsel belum memberikan tanggapan resmi atas aspirasi massa aksi tersebut.
Penulis : Rafsanjani M.utu
Editor : Admin Suarautama.id
Sumber Berita : Pantauan Lapangan















