SUARA UTAMA- Lampung Selatan, 28 Agustus 2025 – Keadilan perpajakan kembali menjadi sorotan nasional setelah Dharsono Irwan, seorang warga senior, berhasil memenangkan serangkaian sengketa hukum melawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pada usia 82 tahun, pria asal Malang, Jawa Timur ini membuktikan bahwa sistem perpajakan tidak selalu berada di atas angin.
Pertemuan Penjelasan Resmi di KPP Natar
Pada Kamis, 28 Agustus 2025, pertemuan resmi digelar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pertemuan ini berlangsung selama empat jam, dari pukul 09.30 hingga 13.30 WIB, dengan agenda utama penjelasan tertulis dan lisan atas tiga surat dari Dharsono Irwan terkait permohonan pengembalian uang sandera serta imbalan bunga atas dana yang pernah ditahan oleh DJP.
Hadir dalam pertemuan tersebut, dari pihak KPP Pratama Natar adalah Kepala Kantor Ibu Dewi Imelda Sari, didampingi staf-stafnya: Ester Ferina Diana Br. Siahaan, Zaki Muhammad, M. Kahfi Tajati, Bethari Ermita, dan Siti Arabia.
Sementara dari pihak wajib pajak, hadir langsung Bapak Dharsono Irwan, didampingi pegawainya Rinto Setiyawan, serta tim kuasa hukum: Dharmawan dan Dr. Alessandro Rey.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kronologi Sengketa Pajak
Sengketa antara Dharsono Irwan dan DJP telah berlangsung lebih dari dua dekade, dimulai dari terbitnya Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) senilai Rp2,8 miliar, yang dikeluarkan setelah kepergian istri beliau pada tahun 2003. Penagihan aktif dimulai pada 2008, dan pada 2016, Dharsono dikenai penyanderaan badan (gijzeling) karena dianggap tidak melunasi tagihan tersebut.
Untuk membebaskan diri dari penyanderaan, Dharsono terpaksa meminjam uang dari saudaranya untuk membayar Rp2,8 miliar plus biaya sandera sebesar Rp7,8 juta. Namun, perjuangan hukum tidak berhenti di situ.
Pada 2016, ia menggugat ke Pengadilan Pajak dan memenangkan gugatan tersebut. Putusan tahun 2018 menyatakan bahwa SKP dan STP tersebut batal demi hukum. DJP kemudian mengembalikan dana senilai Rp2,8 miliar. Namun, perjuangan masih berlanjut.
Pada 2021, Dharsono kembali menggugat DJP ke Pengadilan Negeri Kalianda untuk menuntut kerugian imateriil akibat penyanderaan yang tidak sah. Putusan Mahkamah Agung pada 2025 menolak kasasi DJP dan memerintahkan DJP membayar ganti rugi sebesar Rp500 juta, yang telah dibayarkan pada Juli 2025.
Tuntutan Lanjutan
Dharsono kini menuntut keadilan lanjutan berupa:
- Pengembalian biaya sandera Rp7,8 juta
- Pembayaran bunga 2% × 24 bulan = 48% dari Rp2,8 miliar, sebagai imbalan bunga atas uang yang sempat disandera DJP.
Simbol Kemenangan Wajib Pajak
Kasus ini menjadi preseden penting, membuktikan bahwa sistem perpajakan di Indonesia tidak kebal terhadap koreksi hukum, dan bahwa wajib pajak berhak atas keadilan meskipun setelah bertahun-tahun ditindas oleh sistem.
Dharsono Irwan, dengan semangat tak tergoyahkan di usia senjanya, menunjukkan bahwa warga negara, dengan keberanian dan pendampingan hukum yang tepat, dapat berdiri tegak melawan ketimpangan institusi negara.
Kasus ini juga memperlihatkan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penagihan pajak, penyanderaan badan, dan akuntabilitas DJP. Seperti yang disampaikan oleh perwakilan kuasa hukum Dharsono, “Negara tidak boleh menyandera rakyat atas dasar kekeliruan administratif internalnya sendiri.”
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














