SUARA UTAMA – jakarta, 28 Agustus 2025 – Gerakan anti pajak yang dipelopori oleh Samin di Jawa Tengah pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 adalah salah satu bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajahan Belanda. Berpusat di kawasan Blora, Gerakan Samin atau yang lebih dikenal dengan nama Saminisme, berfokus pada penolakan terhadap kebijakan pajak yang dirasa membebani rakyat, khususnya para petani. Dalam gerakan ini, penolakan terhadap kewajiban membayar pajak dan kerja paksa yang dipaksakan oleh penjajah menjadi simbol perlawanan moral dan sosial terhadap otoritas yang dianggap tidak sah.
Gerakan Samin adalah contoh konkret bagaimana rakyat dapat bersatu untuk menanggapi ketidakadilan yang terjadi dalam sistem perpajakan di bawah pemerintahan kolonial. Meski gerakan ini tidak berhasil sepenuhnya mengubah kebijakan pajak pada masa itu, namun semangat perlawanan terhadap ketidakadilan pajak menjadi bagian integral dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Gerakan Anti Pajak di Era Modern: Menghadapi Tantangan Lebih Besar
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di era modern, meskipun gerakan serupa terus muncul, dampaknya masih belum bisa terekspos secara masif. Sebagai contoh, meskipun tagar #StopBayarPajak sempat viral pada Februari-Maret 2023, gerakan ini belum mampu memberikan perubahan yang signifikan dalam sistem perpajakan di Indonesia. Gerakan ini, meski berhasil menarik perhatian masyarakat, belum dapat menyentuh akar persoalan yang lebih mendalam terkait ketidakadilan dalam sistem perpajakan dan pengelolaan anggaran negara.
Namun, di luar Indonesia, gerakan anti pajak modern telah memberikan dampak yang jauh lebih besar dalam merombak dinamika politik dan kebijakan fiskal. Gerakan-gerakan seperti California Proposition 13, UK Poll Tax Riots, Boston Tea Party, protes Goods and Services Tax (GST) di Australia, Taxpayer Bill of Rights (TABOR) di Colorado, serta gerakan “Yellow Vests” di Prancis, semuanya menggunakan berbagai pendekatan mobilisasi massa, penolakan pajak, dan pembangkangan sipil untuk menangguhkan atau membatalkan kebijakan pajak yang dianggap kontroversial dan tidak adil. Meskipun gerakan-gerakan ini tidak menghapuskan sistem pajak secara keseluruhan, mereka berhasil memaksa pemerintah untuk melakukan reformasi fiskal yang lebih adil dan membentuk ulang wacana politik di negara mereka.
Pajak Sebagai Instrumen Pembangunan, Menurut Yulianto Kiswocahyono
Komentar dari Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, seorang konsultan pajak senior, memberikan pandangan yang lebih bijak terkait dengan perdebatan pajak. Menurut Yulianto, pajak bukanlah hal yang harus dihindari, karena pajak merupakan instrumen penting dalam pembangunan dan kemajuan negara.
“Pajak itu tidak selalu buruk karena merupakan instrumen untuk membangun dan memajukan negeri, seperti untuk membangun sekolah, akses jalan, dan fasilitas umum lainnya. Menolak pajak itu merupakan sikap yang kurang bijak. Namun, yang perlu kita lakukan adalah mengawasi dengan ketat penggunaan pajak dan memastikan ketepatannya dalam sasaran pembangunan,” ujar Yulianto.
Yulianto menambahkan bahwa mengkritik kebijakan perpajakan yang dianggap memberatkan masyarakat adalah hal yang sah. Namun, menolak membayar pajak secara kolektif atau individual bukanlah langkah yang bijaksana. “Kita boleh mengkritik kebijakan perpajakan yang memberatkan kita, tetapi menolak untuk membayar pajak adalah tindakan yang kurang bijak. Sebagai warga negara yang baik, kita harus bersama-sama mengawasi dan memastikan bahwa penggunaan pajak sesuai dengan tujuan pembangunan yang adil dan transparan,” tambahnya.
Pelajaran dari Gerakan Anti Pajak di Dunia
Gerakan-gerakan anti pajak di berbagai belahan dunia memberikan pelajaran penting tentang bagaimana penolakan kolektif terhadap kebijakan pajak yang dianggap tidak adil bisa mendorong perubahan yang signifikan. Mereka membuktikan bahwa mobilisasi massa dan pembangkangan sipil dapat merombak kebijakan fiskal dan memengaruhi dinamika politik dalam suatu negara. Di Indonesia, meskipun tantangan yang dihadapi lebih besar, pelajaran dari gerakan anti pajak ini memberikan gambaran tentang potensi perubahan yang dapat terjadi apabila masyarakat lebih terorganisir dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan fiskal yang lebih adil dan transparan.
Kesimpulan
Perlawanan terhadap pajak bukanlah hal baru dalam sejarah, baik di Indonesia maupun di dunia. Gerakan Samin menjadi salah satu contoh kuat bagaimana rakyat bisa menentang kebijakan yang tidak adil. Namun, di era modern, tantangan lebih besar dihadapi oleh gerakan serupa yang masih belum dapat mengubah sistem pajak secara fundamental. Sebagaimana diungkapkan oleh Yulianto Kiswocahyono, pajak itu bukanlah hal yang buruk selama penggunaannya tepat sasaran untuk membangun negara. “Mengkritik kebijakan pajak itu sah, namun menolak membayar pajak hanya akan merugikan diri kita dan masa depan negara,” tutupnya. Sebagai warga negara, kita perlu bersama-sama mengawasi dan memastikan pajak digunakan dengan bijak untuk kepentingan bersama.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














