SUARA UTAMA – Jakarta, 26 Agustus 2025 – Demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung DPR/MPR RI di Senayan, Jakarta, berakhir dengan kericuhan. Bentrokan antara polisi dan massa aksi menyebabkan kemacetan di sejumlah titik di ibu kota. Aksi demonstrasi ini telah ramai di media sosial beberapa waktu sebelumnya, dengan ajakan untuk turun ke jalan sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah, termasuk rencana kenaikan gaji anggota DPR.
Massa mulai berkumpul sekitar siang hari di Gedung DPR/MPR, membawa spanduk dan poster yang menentang kenaikan gaji anggota dewan yang dianggap tidak manusiawi. Sebanyak 1.250 personel gabungan dari Polri, TNI, dan Pemprov DKI Jakarta dikerahkan untuk mengamankan jalannya aksi.
Awalnya, demonstrasi berlangsung damai, namun ketegangan meningkat ketika massa mencoba memasuki gedung DPR. Polisi kemudian menindak dengan menggunakan water cannon untuk menenangkan situasi. Karena tidak berhasil memasuki gedung, massa kemudian beralih menuju Tol Dalam Kota di Jalan Gatot Subroto yang sudah ditutup, memungkinkan mereka bergerak bebas menuju arah Pancoran.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski hujan deras mengguyur, massa tetap melanjutkan aksi protes dengan membawa sembilan poin tuntutan, antara lain menolak penulisan ulang sejarah Indonesia, pembubaran DPR, penolakan kenaikan gaji anggota DPR, dan permintaan agar Presiden Prabowo Subianto serta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengundurkan diri dari jabatannya.
Kericuhan meningkat ketika rombongan pelajar dari Tanjung Priok, Jakarta Utara, bergabung dengan massa yang masih bertahan di Jalan Pejompongan Raya, Tanah Abang. Bentrokan tak terhindarkan, aparat kepolisian menembakkan gas air mata beberapa kali. Beberapa peserta yang terkena gas air mata sempat tumbang, namun ambulans segera memberikan pertolongan.
Selain bentrokan, terjadi juga aksi pembakaran. Sebuah motor terbakar, semakin memanas suasana. Pada pukul 20.34 WIB, massa sudah tidak terlihat di depan Gedung DPR/MPR RI, dan arus lalu lintas di Jalan Pejompongan Raya hingga Palmerah Timur mulai lancar. Beberapa massa yang masih berseragam sekolah sempat terlibat bentrokan dengan polisi di bawah jembatan Slipi, namun pada pukul 20.12 WIB mereka berhasil dibubarkan.
Demonstrasi ini juga sempat mengganggu perjalanan KRL. PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) mengumumkan bahwa KRL rute Rangkasbitung/Parung Panjang/Serpong-Tanah Abang hanya beroperasi hingga Stasiun Kebayoran. Hingga saat ini, belum ada informasi mengenai kelanjutan demonstrasi.
Tanggapan Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP
Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, seorang praktisi hukum dan perpajakan, memberikan tanggapan terkait proses pendataan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap massa aksi yang ditangkap. Menurutnya, meskipun Polda Metro Jaya tengah melakukan pendataan terhadap para massa aksi, proses tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Pendataan semacam itu tidak dikenal dalam KUHAP, dan penangkapan sejumlah massa aksi oleh aparat kepolisian di depan Gedung DPR RI dapat dianggap cacat hukum,” ujarnya. Yulianto menambahkan, jika pendataan dilakukan dalam tahap penyelidikan, anak di bawah umur yang terlibat dalam aksi seharusnya didampingi oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas). Namun, pada saat penangkapan kemarin, tidak ada Bapas yang mendampingi mereka.
Yulianto juga menyebutkan bahwa mayoritas peserta aksi yang ditangkap adalah anak-anak di bawah umur. Dari sekitar 370 orang yang ditangkap dan dibawa ke Mapolda Metro Jaya, sekitar 200 di antaranya merupakan anak di bawah umur, yang seharusnya mendapatkan pendampingan dari pihak berwenang.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














