SUARA UTAMA – Pemerintah Desa (Pemdes) sering disebut sebagai garda terdepan pembangunan nasional. Dalam konteks ekonomi kerakyatan, koperasi desa hadir bukan sekadar sebagai wadah simpan-pinjam, melainkan sebagai instrumen strategis untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto menegaskan kembali pentingnya gerakan koperasi desa dengan mengajak Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Merah Putih agar berperan aktif dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Koperasi Desa dan Akar Ekonomi Rakyat
Sejak masa Orde Lama hingga kini, koperasi selalu ditempatkan sebagai soko guru perekonomian nasional. Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, menegaskan bahwa “koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.”
Dalam praktiknya, koperasi sering dipandang sebelah mata dan tidak berkembang optimal. Padahal, koperasi desa bisa menjadi instrumen penggerak ekonomi berbasis komunitas, menjaga keseimbangan antara kepentingan pasar dengan kebutuhan masyarakat kecil.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Prof. Sri-Edi Swasono (ekonom Universitas Indonesia), “koperasi bukan sekadar badan usaha, tetapi jalan mewujudkan demokrasi ekonomi yang menolak monopoli.” Dengan demikian, koperasi desa dapat menjadi penopang distribusi yang adil, meningkatkan daya tawar petani, nelayan, serta pelaku UMKM desa.
Apdesi Merah Putih Sebagai Motor Penggerak
Harapan Mendes Yandri Susanto terhadap Apdesi Merah Putih bukan tanpa alasan. Organisasi ini memiliki basis kuat di desa-desa, menyatukan kepala desa dan perangkat desa yang bersentuhan langsung dengan denyut kehidupan masyarakat. Jika Apdesi Merah Putih mampu menjadi lokomotif, maka koperasi desa tidak sekadar jargon, melainkan bisa terwujud nyata.
Kepala desa memiliki posisi strategis: mereka berwenang mengelola dana desa, menginisiasi unit usaha, dan mendorong partisipasi warga. Jika setiap desa berhasil membangun koperasi yang sehat dan berdaya saing, maka terbentuklah ekosistem ekonomi yang tidak lagi tergantung penuh pada bantuan pusat.
Tantangan Nyata
Meski potensial, koperasi desa menghadapi beberapa hambatan. Pertama, masih ada stigma bahwa koperasi hanyalah wadah formalitas untuk mengakses bantuan pemerintah. Kedua, kapasitas manajerial pengelola koperasi di desa masih terbatas. Ketiga, praktik politik desa seringkali memengaruhi keberlanjutan program ekonomi.
Dr. Sutoro Eko (pakar kebijakan desa, UGM) menilai bahwa “desa sering kali menjadi arena tarik-menarik kepentingan politik, sehingga program ekonomi seperti koperasi tidak berjalan konsisten.” Hal ini menegaskan pentingnya tata kelola yang akuntabel.
Selain itu, literasi keuangan masyarakat desa perlu diperkuat. Tanpa edukasi dan transparansi, koperasi desa rentan disalahgunakan sebagai alat kepentingan kelompok tertentu.
Strategi Kebangkitan
Untuk menjawab tantangan itu, diperlukan strategi kebijakan yang terukur:
- Pendidikan dan pendampingan manajerial koperasi desa agar dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel.
- Integrasi program koperasi dengan dana desa sehingga keberlanjutan usaha dapat didukung oleh regulasi dan sumber daya yang jelas.
- Digitalisasi koperasi desa, misalnya melalui aplikasi keuangan berbasis teknologi, untuk memperkuat transparansi sekaligus memperluas pasar produk lokal desa.
- Kemitraan koperasi desa dengan BUMDes agar tercipta sinergi, bukan tumpang tindih kelembagaan.
- Penguatan regulasi dan perlindungan hukum agar koperasi desa tidak rentan dibubarkan atau dipolitisasi.
Sejalan dengan itu, International Labour Organization (ILO, 2019) menekankan bahwa digitalisasi koperasi merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan daya saing koperasi di era global.
Harapan Baru dari Desa
Dalam konteks inilah pernyataan Mendes Yandri Susanto perlu dimaknai lebih dalam. Ajakan beliau kepada Apdesi Merah Putih bukan sekadar seruan seremonial, tetapi langkah strategis untuk menghidupkan kembali roh koperasi desa sebagai pilar ekonomi nasional.
Apdesi Merah Putih memiliki kesempatan besar untuk menorehkan sejarah: menjadikan desa bukan hanya sebagai objek pembangunan, melainkan subjek yang berdaya dan mandiri. Jika koperasi desa berhasil berkembang di seluruh pelosok, maka ketimpangan kota-desa dapat dikurangi, dan cita-cita kemandirian ekonomi bangsa akan lebih dekat terwujud.
Penutup: Kebangkitan koperasi desa adalah cermin dari kebangkitan ekonomi rakyat. Mendes Yandri Susanto telah meletakkan harapan besar pada Apdesi Merah Putih. Tinggal bagaimana organisasi ini menjawab tantangan tersebut dengan langkah nyata di lapangan.
Koperasi desa bukan sekadar warisan gagasan ekonomi Bung Hatta, melainkan kebutuhan riil untuk membangun fondasi ekonomi bangsa dari akar rumput. Jika desa kuat, Indonesia akan jauh lebih kokoh menghadapi persaingan global.














