Aneh! Wakil Rakyat Digaji Rakyat, Tapi Patuhnya ke Partai

- Penulis

Jumat, 23 Mei 2025 - 05:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi: Perwakilan Rakyat (SUARAUTAMA.ID)

Ilustrasi: Perwakilan Rakyat (SUARAUTAMA.ID)

SUARA UTAMA- Dalam sistem demokrasi, anggota DPR maupun DPRD seharusnya menjadi corong utama aspirasi rakyat. Mereka dipilih langsung oleh rakyat, digaji dari uang rakyat, dan diberi mandat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun di lapangan, kenyataannya sering kali tidak demikian. Yang lebih diutamakan bukan kepentingan publik, melainkan kepentingan partai.

Peristiwa terakhir yang mencuat—saat Fraksi PDIP walk out dari rapat paripurna DPRD Jawa Barat karena merasa martabatnya dilecehkan oleh pernyataan Gubernur—menjadi salah satu contoh nyata. Apakah persoalan yang dipermasalahkan menyangkut nasib rakyat banyak, atau hanya soal gengsi politik dan ego kelembagaan?

Kita tidak sedang mengecilkan pentingnya martabat lembaga legislatif. Tapi publik berhak bertanya: di mana posisi rakyat dalam skala prioritas para wakilnya? Mereka menikmati gaji belasan juta rupiah per bulan, ditambah berbagai fasilitas dan tunjangan—semuanya berasal dari pajak rakyat. Tapi ketika rakyat menjerit karena kekurangan air bersih, jalan rusak, atau pendidikan yang tak terjangkau, suara mereka tak selalu sampai ke meja parlemen.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Aneh! Wakil Rakyat Digaji Rakyat, Tapi Patuhnya ke Partai Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Salah satu akar masalahnya adalah sistem politik kita yang sangat partai-sentris. Untuk bisa maju sebagai calon legislatif, seseorang harus mendapat restu partai. Maka, loyalitas kepada partai sering kali mengalahkan keberpihakan kepada rakyat. Saat partai punya agenda tertentu, suara rakyat bisa diabaikan. Dan ketika rakyat membutuhkan pembelaan, tak satu pun anggota dewan berani bicara jika fraksi belum memberi sinyal.

BACA JUGA :  Fenomena Aksi Massa DPR: Benang Kusut Politik, Mafia, dan Elit Global

Ironi ini tidak hanya terjadi di Jawa Barat. Di berbagai daerah lain—termasuk Lampung—masyarakat menyaksikan langsung bagaimana DPRD lebih sibuk dengan manuver politik ketimbang membahas solusi atas persoalan-persoalan dasar rakyat. Padahal, demokrasi sejati tidak berhenti di bilik suara lima tahun sekali. Demokrasi hidup dalam ruang-ruang pengawasan dan partisipasi yang berkelanjutan.

Sudah saatnya rakyat Lampung (dan Indonesia) bersuara lebih keras. Jangan biarkan kursi empuk kekuasaan membuat para wakil lupa siapa yang mereka wakili. Jika mereka hanya hadir saat kampanye lalu menghilang setelah terpilih, maka kita berhak bertanya: siapa sebenarnya majikan mereka?

Rakyat harus lebih aktif mengawasi, mengkritik, bahkan mengevaluasi kinerja wakil-wakilnya. Karena yang menggaji mereka bukan ketua partai, bukan elit politik, tapi kita—rakyat biasa yang setiap bulan membayar pajak tanpa jeda. Wakil rakyat boleh duduk di sana berkat partai, tapi mereka berdiri di sana karena mandat kita. Dan mandat itu tidak boleh dikhianati.

 

 

Penulis : Oleh: Aswadi Sy

Editor : Nafian Faiz

Berita Terkait

HIMASOS Bangun Tradisi Kritis dan Solidaritas Lewat Kegiatan Sosiologi in The Area di Pacet
UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana
Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua
IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM
Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?
Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA
Hoax, Tegas Kepala BPBD kabupaten Probolinggo Perihal Video Bencana Banjir di Tiris Ribuan Rumah dan Jembatan Hancur
Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika
Berita ini 30 kali dibaca
Opini ini tidak mewakili pandangan dan kebijakan Redaksi Suara Utama.id

Berita Terkait

Kamis, 18 Desember 2025 - 17:34 WIB

HIMASOS Bangun Tradisi Kritis dan Solidaritas Lewat Kegiatan Sosiologi in The Area di Pacet

Kamis, 18 Desember 2025 - 14:28 WIB

UMKM Sumatera Didorong Bangkit Lewat Skema Insentif Fiskal Pascabencana

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:26 WIB

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:21 WIB

IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM

Kamis, 18 Desember 2025 - 12:47 WIB

Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?

Rabu, 17 Desember 2025 - 18:58 WIB

Hoax, Tegas Kepala BPBD kabupaten Probolinggo Perihal Video Bencana Banjir di Tiris Ribuan Rumah dan Jembatan Hancur

Rabu, 17 Desember 2025 - 18:17 WIB

Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika

Rabu, 17 Desember 2025 - 12:45 WIB

Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara

Berita Terbaru

Ilustrasi seorang lelaki tua duduk termenung dengan tatapan berat, menggambarkan pergulatan batin para pensiunan yang menghadapi penurunan pendapatan di masa senja. Janggut putih dan gurat usia pada wajahnya melambangkan perjalanan panjang pengabdian hidup yang kini diuji oleh kebijakan fiskal negara.

Berita Utama

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Des 2025 - 13:26 WIB