Pak Presiden, Koruptor Tak Takut Hiu, Tapi Ngeri Miskin dan Hilangnya Kekuasaan

- Penulis

Jumat, 14 Maret 2025 - 10:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi: Pulau Penjara || Suarautama id.

Ilustrasi: Pulau Penjara || Suarautama id.

SUARA UTAMA-
Rencana Presiden Prabowo membangun penjara khusus koruptor di pulau yang dikelilingi ikan hiu terdengar menarik. Ini seperti jawaban atas kemarahan rakyat yang muak dengan korupsi.
Hukuman ini terdengar berat, tetapi apakah cukup untuk menghapus korupsi?

Korupsi di Indonesia sudah seperti penyakit kronis. Pelakunya bukan orang sembarangan. Mereka punya kekuasaan, uang, dan koneksi kuat. Jika hanya dipenjara, tanpa menyentuh akar masalah, korupsi bisa terus berlanjut.

Apalagi, ada banyak kasus narapidana korupsi yang hidup mewah di penjara. Ada yang memesan makanan mahal, menikmati fasilitas lengkap, bahkan keluar masuk penjara sesuka hati. Beberapa koruptor masih bisa mengendalikan bisnis dan politik dari balik jeruji.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Pak Presiden, Koruptor Tak Takut Hiu, Tapi Ngeri Miskin dan Hilangnya Kekuasaan Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apa jaminannya pulau itu tidak berubah jadi surga tersembunyi untuk mereka? Dengan kekuatan uang, bukan tidak mungkin pulau yang harusnya jadi penjara malah disulap jadi resor mewah. Bisa jadi malah jadi tempat wisata eksklusif bagi keluarga koruptor.

Yang sebenarnya ditakuti para koruptor bukan sekadar penjara. Tapi kehilangan kekayaan, status sosial, dan pengaruh politik. Selama ini, kita sering melihat mantan napi korupsi justru terpilih lagi jadi pejabat.
Mereka ikut kontestasi politik dan kembali menduduki kursi kekuasaan.

Ironisnya, masyarakat sering kali menganggap koruptor sebagai orang baik. Sebab, mereka suka memberi bantuan, menyumbang untuk acara warga, dan tampil dermawan. Padahal, yang mereka bagi itu bisa jadi uang hasil mencuri dari negara.

BACA JUGA :  Bupati Pati Didesak Mundur: Praktisi Pajak Soroti Isu Kebijakan Keuangan Pusat dan Daerah

Karena itu, hukuman berat saja tidak cukup. Koruptor harus dicabut hak politiknya seumur hidup. Bukan hanya dirinya, tapi juga keluarganya. Jangan sampai anak, istri, atau kerabat dekatnya memanfaatkan popularitas dan kekayaan haram untuk melanggengkan kekuasaan.

Selain itu, aset hasil korupsi harus disita total. Jangan biarkan keluarga mereka hidup nyaman dari uang haram. Jika perlu, koruptor juga wajib kerja paksa untuk mengganti kerugian negara. Biarkan mereka benar-benar merasakan pahitnya dampak perbuatan mereka sendiri.

Kenapa harus memilih jalan berliku dan mengeluarkan banyak uang untuk membangun pulau penjara? Padahal ada jalan yang lebih mudah dan langsung menyentuh akar masalah. Sahkan undang-undang pemiskinan, sanksi sosial, dan pencabutan hak politik bagi koruptor serta keluarganya.

Hukuman fisik memang penting, tetapi efek jera harus lebih dari itu. Koruptor harus kehilangan segalanya. Bukan hanya kebebasan, tetapi juga kehormatan, kekayaan, dan kesempatan untuk kembali ke panggung kekuasaan.

Perang melawan korupsi butuh lebih dari sekadar ancaman fisik. Kita harus berani menghancurkan benteng kekuasaan dan kehormatan palsu para pelaku. Agar negeri ini benar-benar bersih dari perampok berdasi yang mengkhianati kepercayaan rakyat.

Penulis : Nafian faiz : Jurnalis, tinggal di Lampung

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 141 kali dibaca
"Yang ditakuti para koruptor bukan sekadar penjara. Tapi kehilangan kekayaan, status sosial, dan pengaruh politik. Selama ini, kita sering melihat mantan napi korupsi atau keluarganya justru terpilih lagi jadi pejabat."

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Berita Terbaru