Paradoks Ramadan

- Writer

Kamis, 6 Maret 2025 - 15:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi: Suasana Ramadan || Nafian Faiz|| suarautama.id

Ilustrasi: Suasana Ramadan || Nafian Faiz|| suarautama.id

SUARA UTAMA — Bulan Ramadan selalu datang membawa berkah. Jalanan dipenuhi aroma kue manis, suara azan magrib menjadi alunan yang dinanti, dan masjid-masjid penuh dengan lantunan doa.

Suasana religius menyelimuti kehidupan, mengingatkan kita untuk memperbanyak amal dan mempererat silaturahmi. Namun, di balik keindahan ini, muncul paradoks yang mengajak kita bercermin — tentang makna puasa yang bukan sekadar ritual, melainkan sarana membangun kesadaran akan hubungan dengan Allah dan sesama manusia.

Ramadan adalah bulan menahan hawa nafsu, tetapi justru menjadi bulan konsumsi berlebihan. Pasar takjil ramai, meja makan penuh hidangan yang sering kali melebihi kebutuhan.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Paradoks Ramadan Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Niat awalnya hanya “berbuka dengan yang manis.” Namun, tanpa sadar, kita terjebak dalam lapar mata, hingga makanan berlimpah akhirnya terbuang sia-sia.

Padahal, banyak saudara kita yang hanya berbuka dengan air putih dan nasi seadanya. Di sini, puasa seharusnya mengasah empati — mengingatkan bahwa menahan lapar bukan sekadar ujian fisik, tetapi latihan merasakan derita orang lain yang kurang beruntung.

Ironisnya, bulan yang mengajarkan kesabaran justru kadang diwarnai letupan emosi.
Jalanan memanas menjelang berbuka, klakson bersahutan, dan saling salip hanya karena ingin cepat sampai rumah. Ada yang tersinggung hanya karena antrean panjang, lupa bahwa puasa juga melatih kita untuk menahan amarah.

Rasulullah bersabda, “Puasa adalah perisai. Maka, janganlah berkata kotor dan bertindak bodoh. Jika ada orang yang mengajak berkelahi, katakanlah: ‘Aku sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari & Muslim).

BACA JUGA :  14 Tahun Terbunuhnya Munir, Polri Didesak Bentuk Tim Khusus

Lebih menyedihkan, Ramadan yang seharusnya membawa kedamaian kadang justru diwarnai peningkatan kejahatan. Ada pencurian, penipuan, hingga konflik yang seharusnya bisa diredam dengan semangat Ramadan.

Di masa penjajahan Belanda, fenomena ini bahkan dijadikan alat stigmatisasi. Ketika tindak kriminal meningkat menjelang Lebaran, mereka berkata, “Orang pribumi mau Lebaran.” Seolah-olah umat Islam identik dengan kekacauan, tanpa memahami bahwa kemiskinan dan ketidakadilan saat itu adalah akar masalahnya.

Namun, Ramadan sejatinya adalah ruang mempererat kebersamaan. Di saat kita menahan lapar, kita diajak merasakan kesulitan orang lain.

Di saat kita berbagi takjil atau bersedekah, kita sedang merajut solidaritas. Ramadan bukan hanya tentang memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga memperkuat hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Tentu, menjaga kesucian Ramadan di tengah hiruk-pikuk dunia tidaklah mudah. Tetapi setiap kali kita tersadar, memperbaiki diri, dan memilih untuk bersikap lembut, itulah kemenangan kecil yang bermakna. Sebab, Ramadan adalah perjalanan spiritual yang mengundang kita untuk terus belajar dan tumbuh.

Karena pada akhirnya, Ramadan bukan hanya tentang aku dan Engkau, melainkan tentang kita. Sebuah perjalanan kolektif menemukan cahaya kebersamaan yang akan terus menerangi hidup, bahkan setelah bulan suci ini berlalu.

Penulis : Nafian faiz : Jurnalis, tinggal di Lampung

Berita Terkait

Negerimu Cerminan Dirimu Sendiri, Refleksi diri untuk Indonesia !
Memahami Ideologi Komunikasi
Bupati Mesuji Buka Safari Ramadhan 2025 di Desa Fajar Asri
Masjid Al Hadi Hikmatul Ilmi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Gelar Buka Puasa dan Tarawih Bersama Syekh Abdurrahman Al-Ausy
Memahami Filosofi dan Kedalaman Makna di Balik Ibadah Puasa Ramadhan !
Media Sosial dan Kekuatan Rakyat, Restore Power to the People !
Makna Komunikasi Dalam Berpuasa
Lancaran Serayu: Makna dan Pesan dalam Kehidupan
Berita ini 33 kali dibaca
"Ramadan yang seharusnya membawa kedamaian kadang justru diwarnai peningkatan kejahatan. Ada pencurian, penipuan, hingga konflik yang seharusnya bisa diredam dengan semangat Ramadan".

Berita Terkait

Kamis, 6 Maret 2025 - 15:08 WIB

Paradoks Ramadan

Rabu, 5 Maret 2025 - 17:51 WIB

Negerimu Cerminan Dirimu Sendiri, Refleksi diri untuk Indonesia !

Rabu, 5 Maret 2025 - 16:42 WIB

Memahami Ideologi Komunikasi

Selasa, 4 Maret 2025 - 21:15 WIB

Bupati Mesuji Buka Safari Ramadhan 2025 di Desa Fajar Asri

Selasa, 4 Maret 2025 - 18:53 WIB

Masjid Al Hadi Hikmatul Ilmi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Gelar Buka Puasa dan Tarawih Bersama Syekh Abdurrahman Al-Ausy

Selasa, 4 Maret 2025 - 04:47 WIB

Memahami Filosofi dan Kedalaman Makna di Balik Ibadah Puasa Ramadhan !

Senin, 3 Maret 2025 - 05:48 WIB

Media Sosial dan Kekuatan Rakyat, Restore Power to the People !

Jumat, 28 Februari 2025 - 10:32 WIB

Makna Komunikasi Dalam Berpuasa

Berita Terbaru

Ilustrasi: Suasana Ramadan || Nafian Faiz|| suarautama.id

Artikel

Paradoks Ramadan

Kamis, 6 Mar 2025 - 15:08 WIB

keris Jawa

Berita Utama

Keris Jawa yang Misterius : Senjata dengan Kekuatan Tersembunyi

Kamis, 6 Mar 2025 - 09:21 WIB