SUARA UTAMA- Dinamika politik negara kita, digaduhkan kembali dengan pernyataan tuntutan Forum purnawirawan prajurit TNI (FPP TNI) yang menyampaikan tuntutan terbuka pada pemerintah di ruang publik mengenai apa yang menjadi keprihatinannya. Dimana tuntutannya tersebut telah disampaikan pada MPR.
FPP TNI yang mengusulkan pencopotan Gibran terdiri dari sejumlah tokoh senior, termasuk 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel (Kompas.com 26/4/2025). Dimotori oleh para purnawirawan perwira tinggi (Jenderal) Jenderal TNI (Purn) Tri Soetrisno, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan pada Februari 2025. Seperti yang dilansir Kompas (26/4/2025) Mereka menuntut 8 tuntutan beberapa diantaranya yang menjadi sorotan antara lain mencakup, penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan tenaga kerja asing, serta usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi. Salah satu sorotan utama lainnya adalah pencopotan wakil presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
Persoalannya adalah apakah yang menjadi dasar tuntutan para purnawirawan ini? Seperti kita ketahui institusi TNI aktif maupun yang sudah non aktif (purnawirawan) selalu menjaga nilai luhur institusi sebagai institusi netral dan menempatkan posisi diatas semua golongan, kepentingannya hanya satu yaitu untuk kepentingan negara secara nasional. Kegelisahan mereka ini patut kita cermati karena terasa kental nuansa politisnya, dibandingkan yuridis formalnya. Karena secara yuridis formal beberapa hal yang menjadi catatan tuntutan mereka sudah dilewati melalui proses-proses yuridis ketatanegaraan secara sah dan diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia secara nasional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tuntutan untuk pencopotan Gibran apakah forum purnawirawan ini memahami sistem ketatanegaraan? Memahami sistem hukum ketatanegaraan dengan konsesus-konsesus nasionalnya?. Sepertinya dipahami, mengingat forum ini terdiri dari para perwira tinggi dan menengah yang terbiasa dengan sistem berpikit nalar, logika yang benar.
Normatifnya para sesepuh TNI ini berposisi sebagai forum yang senantiasa mengeluarkan suara-suara kebijakan bagi seluruh komponen bangsa, memberikan arah kedepan yang strategis mengenai posisi negara kita. Menghormati keputusan-keputusan nasional yang di buat oleh seluruh komponen negara, dalam hal ini lembaga-lembaga negara secara yuridis formal. Komunikasi yang di bangunpun adalah komunikasi dalam rangka merawat keharmonisan bangsa.
Arah komunikasi politik
Tuntutan FPP TNI ini tentunya mendorong menciptakan wacana publik ke depan mengenai hal-hal yang menjadi persoalan bangsa, terutama yang menjadi 8 dalam tuntutan. Sifat dari wacana ini adalah dialektikal terbentuk dan tumbuh dalam suasana perbincangan perdebatan yang terus – menerus. Pastinya akan memancing pihak-pihak lainnya yang berkepentingan, yang konsen dengan persoalan-persoalan yang ada dalam 8 tuntutan FPP TNI, untuk terlibat dalam wacana tersebut.
Adanya keinginan untuk posisi tawar dan mempengaruhi kebijakan pada pemerintahan baru, dalam hal komposisi kabinet dan agenda-agenda strategis lainnya. Serta pengakuan keberadaan FPP TNI diruang publik, mempertahankan relevansi dan pengaruh kelompok purnawirawan TNI dalam dinamika politik nasional.
Khususnya untuk agenda pencopotan Gibran Rakabuming Raka, berpotensi menciptakan polarisasi dikalangan purnawirawan sendiri maupun TNI aktif. Tidak semua kalangan purnawirawan TNI dan TNI aktif mempunyai pandangan yang sama dengan FPP TNI ini. Walaupun diklaim mewakili semua kalangan purnawirawan TNI, sebaiknya di sertakan data lengkap di daerah seluruh Indonesia. Sehingga benar-benar murni suara FPP TNI. Perwakilan FPP TNI ini, bisa jadi hanya kalangan elit FPP TNI yang tinggal di Jakarta saja.
Dianggap sebagai intervensi politik oleh kalangan sipil, pernyataan tuntutan terbuka yang disampaikan oleh FPP TNI ini dapat diinterpretasikan sebagai bentuk intervensi oleh publik dalam politik praktis. Hal ini akan berpotensi menimbulkan kritik dari kelompok masyarakat sipil dan politisi yang menginginkan TNI tetap fokus pada tugas pokoknya.
Alih-alih mengajukan tuntutan bernuansa politik, lebih baik menjaga krebilitas dan reputasi marwah TNI yang selama ini baik dimasyarakat. Menjadi mitra dialog dan strategis bagi pemerintah dalam hal pengalaman operasional, strategis dan manajerial dalam bidang pertahanan dan keamanan negara. Aktif dalam forum-forum konsultasi komunikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah mengenai isu-isu pertahanan dan keamanan, memberikan pandangan dan rekomendasi berdasarkan pengalaman dan keahlian mereka.
Menjadi mediator dalam konflik-konflik sosial berdasarkan pengalaman dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Kemampuan mediasi dapat berperan dalam menyelesaikan konflik sosial dimasyarakat secara damai dan konstruktif. Menyuarakan pentingnya toleransi, menghargai perbedaan, menjaga kebhinekaan sesuai dengan mottonya “NKRI harga mati” sebagai kekayaan bangsa. FPP TNI dapat menjadi garda terdepan dalam melawan segala bentuk intoleransi dan radikalisme.
Menjalin interaksi dengan kalangan akademisi dan pakar diberbagai bidang, untuk memperkaya wawasan dan perspektif dalam menyikapi berbagai isu nasional. Merumuskan dan menegakkan kode etik purnawirawan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak dimasyarakat, menjaga marwah dan citra positif purnawirawan TNI.
Dengan mengoptimalkan dan melaksanakan peran-peran diatas FPP TNI dapat menjadi kekuatan sipil yang tetap disegani, konstruktif memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan negara, serta tetap relevan dan dihormati oleh masyarakat diluar peran mereka dalam menyampaikan tuntutan pada pemerintah.
Penulis : Agus Budiana, Mengabdi pada Suara Utama.