Yogyakarta Suarautama.id salah satu mahasiswa Papua yang lagi menempu jenjang tinggi (stpmd Apmd) Karo-Dimou menuliskan opini yang terdiri dari “Seakan Kita Tidak memiliki Sejarah Dan Budaya” diatas tanah kitai Sendiri.” Opini ini yang di terima oleh Wartawan Suarautama.id
Dosen asal Papua di jawa Memberikan Pelatihan Menulis Kepada IPMANAPANDODE Semarang-Salatiga
A. Latar Belakang
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setiap manusia dimuka bumi memiliki kebiasaan yang telah dan sudah ada sejak dulu sebelum lahir melalui garis leluhur yang kian kali dipercaya sehingga mencirikan dan mendefinisikan ciri khas dari pribadi manusianya. Kebiasaan itu disebut sebagi tradisi, kehadiran tradisi telah menghadirkan budaya lalu melekat dalam jiwa manusia tersebut. Budaya dan identitas dapat mengidentifikasi pribadi dan mudah di klasifikasi asal dan daerahnya. Contohnya Papua Wita- waya, sali- koteka adalah pakaian adat dari Papua bagian Gunung. Meskipun memiliki kesamaan namun nilai, bahasa, kebiasaan dan tradisi terdapat banyak perbedaan sehingga jika kita bukan bagian dari daerah tersebut pantas untuk dipelajari namun tidak mengadopsi atau mendefinisikan
Arus Kedatangan Orang Luar Ke Papua Sangat Deras:Yang Minta DOB Bertanggungjawab
adat/istiadat dan budaya daerah tersebut. Oleh karena itu dalam tulisan ini, penulis ingin menulis terkait dengan penyimpanan atas dasar budaya yang mengakibatkan penyingkiran dan kekeliruan dalam penafsiran secara halus dan hakiki. Budaya tidak dapat didefinisikan atau di tuliskan oleh oknum yang datang dari luar daerah tersebut. Contohnya: saat ini saya berkuliah di Jawa dan saya berhak untuk mempelajari adat/ istiadat dan budaya Jawa karena itu semua adalah keberagaman yang perlu dan sangat baik untuk dipelajari. Namun saya memiliki batasan- batasan yang tidak dapat saya uraikan meskipun sering membaca buku Java history dan itu hanya sebagai agumentasi dalam mendifinisikan bayang suku Jawa, namun saya tidak dapat menulis dan memggap bahwa saya lebih tahu daripada orang Jawa.
Memastikan Korban Bencana Alam, BNPB RI Kunjungi Intan Jaya, Papua Tengah
Dengan melihat perkembangan sejarah kini banyak orang yang terpukau akan keterikatan sejarah, budaya dan adat-istiadat serta membuat dirinya yang bukan sebagai orang asli setempat hanya bermodal membaca dan bertanya dan menjadikan dia sebagai pelaku utama diatas tanah air orng lain. Penyimpanan dan kekeliruan sejarah kadang terjadi jika sejarah kita ditulis oleh orang lain/luar.
Karolus Dogopia Terpilih Ketua KORPS Jurusan Ilmu Pemerintahan STPMD APMD Yogyakarta
Papua adalah wilayah strategis akan kekayaan alam. Namun bangsanya sedang mencari identitas dan sejarahnya untuk diluruskan melalui budaya dan adat-istiadat mereka. Sedangkan Orang pendatang berbondong- bondong datang di wilayah Papua dengan kepintaran dan kebijakan seakan membuat dirinya adalah warisan atau penganut dari budaya setempat di Papua.
Sejarah dan budaya adalah sakral dan tidak boleh ditulis oleh orang lain selain orang dari baik melalui dan wacana budaya dengan sebatas bertanya dan berdiskusi. Penyingkiran budaya oleh orang laiakan melahirkan gagasan yang kontradiktif dengan nilai- nilai yg terkandung didalamnya. Inilah yang kemudian disebut imajinasi melalui budaya oleh orang luar ke dalam negeri Papua.
Sesungguhnya, tujuan kaum penindas adalah “mengubah kesadaran kaum tertindas, bukam situasi yang menindas mereka” (Paulo Ferire, pendidikan kaum tertindas).
Semakin mudah kaum tertindas diatur kedalam situasi yang diinginkan kaum penindas, maka semakin muda pula kaum penindas akan dapat menguasai. Untuk mencapai tujuan akhir ini, kaum penindas menggunakan banyak strategi halus dengan anggapan akademisi Papua sehingga mendapatkan gelar “penerima santunan”. Mereka di perlakukan sebagai individu marjinal yang menyimpan dari gambaran masyarakat umum yang “baik, tapi dan adil”.
Kemampuan intelektual kadang diukur setelah perbuatan baik terhadap sesama. Tanpa dipahami dan disadari bahwa sistem kekaisaran Romawi kuno dulu debangun dengan pendekatan budaya agar dapat mematikan gerakan perluasan wilayah contohnya dalam buku citra manusia timur dan barat.
Orang Papua sebenarnya bukanlah orang yang tidak paham atau memahami atau tidak pandai sehingga membiarkan budaya itu tanpa harus di tulis untuk warisi. Namun mereka memahami situasi dan tingkatan kematangan untuk mengangkat derajat dan martabat manusia Papua sebagai rumpun dan tokoh pelaku dalam wilayah tersebut. Mereka selalu ada di dalam tatanan masyarakat yang menjadikan mereka sebagai mahluk pengarah dan penolong. Dengan demikian maka sebagai pendatang dan bukan. Warga lokas terkait sejarah dan budaya hanya warga asli (Papua) sendiri yang memahami dirinya sendiri bukan orang luar.
Penegasannya adalah tiap- tiap bangsa memiliki citra manusianya masing-masing. Citra manusia adalah suatu cara manusia pada suatu tempat tertentu, dalam zaman dan kebudayaan tertentu serta sesuai dengan kebutuhan hidupnya, mengalami hakikat manusianya dan sesamanya, menilai dan mengungkapkannya dalam tingkah lakunya, dalam lembaga- lembaga kemasyarakatan, nilai- nilai, dalam literatur- literatur dan keseniannya. Dan untuk mendapatkan citra manusia suatu bangsa perlu ditinjau cara berpikir dan bertindak Bangsa itu, organisas- organisasi dalam masyarakatnya, nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam literatur- literatu, kesenian, filsafat dan sejarah bangsa itu.Karo-Dimou
a. Hirarki Kekuatan
Dalam kehidupan sosial orang Papua terdapat banyak sekali perbedaan baik secara wujud maupun perasaan. Sumber kekuatan hidup, pusat dan pemilik kekuatan yang lain adalah: Allah, Nitu- Dewa, Langit- Bumi, yang merupakan kekuatan pertama.
Leluhur suku- suku pasti memiliki k hiduyyanh cukup hebat. Mereka menjadikan diri mereka sebagai wujud dari bentuk untuk berperan sebagai manusia tertinggi. Wujud ini kadang selalu ditemukan pada generasi yang memiliki kekhususan tersendiri.
Nenek moyang suku memiliki kekuatan besar, sekaligus menjadi perhubung manusia dengan para leluhurnya. Sedangkan kepala yang tertua berfungsi sebagai penghubung konstitusi antara orang mati dan yang masih hidup serta memperkuat dan mempertahankan segala suku- suku yang masih berada di dunia. Sesuai hirarki kekuatan yang lebih tinggi dan tua menguasai yang lebih rendah dan lebih muda, karena dianggap lebih mendekati sumber dasar kekuatan dan hidup.
Relasi dan dinamika dalam kehidupan masyarakat juga diatur menurut hukum setempat. Memegang teguh pada sikap ketergantungan yang di ciptakan oleh kaum penindas sehingga kekuatan- kekuatan alamiah menjadi tersengkirkan dan terimarjinalisasi secara struktural dan sistematis.
Dalam dunia filsafat tidak membahas hanya sepitat manusia tetap mencoba melihat keadaan untuk didefinisikan sebagai bahan perenungan yang ilmiah dan konkrit namun daripada itu filsafat mendominasi pada alam sehingga hubungan antara manusia dan alam adalah sebuah kaidah yang telah dibangun berdasarkan Kebenaran dengan pembuktian terbalik. Pola relasi hubungan bisa baik juga tida tergantung dengan sistem yang sedang terjadi pada daerah tersebut. Alam adalah sumber dari kekuatan yang sudah pernah ada dan pemberi kehidupan. Dengan demikian selalu ada kepercayaan pada sesuatu yang pernah terjadi pada dirinya baik secara alamiah maupun non-alamiah. Banyak sekali keunikan yang digunakan oleh masyarakat setempat dengan kepercayaan akan sejarah dan budaya sehingga menjadi populer dikalangan mereka lalu redup dikalangan kami. Peredupan inilah yang kemudiam menghadirkan sekelompok orang untuk mencatat tentang budaya dan sejarah orang lain tanpa memahami nilain yang terkandung didalamnya. Kemudian jika disalah pahami akan mengakibatkan salah menanggapi dan salah berpikir.
b. Manusia Mee
Manusia Mee sudah memiliki arti dan kotrat yang paling tinggi dari kata Manusia itu sendiri. Suku Mee artinya adalah suku manusia. Manusia adalah makhluk yang memiliki atau mempunyai akal dan logika sehingga ia dianggap sebagai wujud yang memiliki kemapuan rohaniah dan jasmaniah . Manusia Mee adalah mahluk mulia yang mengembangkan dirinya bersama alam dan lingkungan sosial berdasarkan umur dan jenis kelamin. Alam adalah sumber kehidupan, pengetahuan dan kekuatan bagi Orang Mee. Namun orang Mee memposisikan dirinya pada nilai-nilai budaya yang selalu diwariskan secara turun-temurun.
Manusia Yunani pada Mulanya memperoleh pengetahuan dari bangsa- bangsa Timur namun berbeda dengan orang Mee yang mempelajari pengetahuan dari alam, lingkungan dan tradisi kebudayaan. Orang Mee membuat kebun atau ladang dalam pekarangan rumah sebagai wujud dengan tujuan menghadirkan taman Firdaus dalam lingkungan rumah dengan mengedepankan nilai-nilai budaya sebagai tempat tinggal roh pelindung dan kebaikan. Berkebun, berternak pada umumnya bekerja adalah sumber kehidupan bagi orang Mee untuk melestarikan dan membudidayakan kekayaan alam melalui Imajinasi dalam praktik konkrit.
Mahasiswa Demo Tolak PT.Blok Wabu,Menaggapi Pj Gubernur Papua Tengah
Oleh karena banyaknya nilai- nilai yg terkandung didal rumah orang Mee atau bahkan Papua, maka perlu untuk direnungkan kembali agar terhubung dan terkoneksi dengan alam, leluhur dan orang- orang tertentu dalam melihat konteks budaya dan sejarah orang Papua pada umumnya. Penelitian beberapa tahun bukanlah ilmiah dan bukan subjek yang perlu diakui karena kebanggaan orang luar yang menulis tetapi menjadi bahas adopsi semata dalam berbicara bukan sebagai pelaku sejarah dan budaya setempat.
c. Kajian kontradiktif Budaya Papua
Banyak intelektual berdatangan diatas muka bumi Papua. Kedatangan mereka disambut dan dihargai karena ingin tinggal dan mempelajari kebiasaan orang Papua. Kedatangan mereka di dahulukan oleh para misionaris yang kemudian mempraktekkan penyebran agama berdasarkan budaya setempat. Namun jauh sebelum dari kedatangan misionaris, orang Mee telah memiliki keunikan dan keunggulannya tersendiri. Hal ini dibuktikan dengan kedatangan misionaris dalam kehangatan dengan mengatakan “ko bisa datang tinggal dengan kami namun, ko memiliki batasan untuk tidak ikut campur dalam urusan kepribadian kami”. Argumentasi ini menurut saya jelas bahwa kedatangan berbagai intelektual bukanlah sebagai pelaku namun penonton dari luar rumah tersebut. Perihal sebuah rumah yang memiliki didatangi oleh orang tidak dikenal namun membuat dirinya selama memili kekuasaan dan kewenangan sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan yang berada dalam rumah tersebut. Perbedaannya adalah penghilang nilai dan makna dari tatanan yg sudah pernah ada. Kajian akademik dalam konteks kebudayaan yang dikaji oleh orang lain bukanlah sebuah kajian kebenaran apalagi pribadinya bukan orang yang berasal dari suku tersebut.
Penyingkiran, pemerkosaan terhadap budaya dan sejarah kerap kali dilihat namun hanya menjadi wacana Konseptual dan manipulasi data dari segelintir orang pemangku kepentingan.
Seseorang Mahasiswa Asal Papua, Yang Berjiwa Bisnis Di Jayapura
Belajar dari sejarah dan budaya orang Mee (Aniya Koo Aniya, Akiya Koo Akiya) artinya suatu hal yang sudah menjadi milikku akan selalu menjadi miliknya saya, begitupun sebaliknya suatu hal yang sudah menjadi milikmu akan selalu menjadi milikmu. Sehingga pola komunikasi masyarakat saat pertama bertemu mereka (Misionaris) mengatakan “ini adalah bagainmu dan bagainmu adalah tugas tanggujawabmu, larangnya adalah kamu jangan ikut campur dalam tradisi kebudayaan kami.
Kalimat dan pernyataan Nenek moyang kami telah mengganggarkan keadaan yang ditakutinya dan sedang terjadi saat ini. Dimana sejarah dan budaya di adopsi dan dijadikan kajian keliru tanpa memahami nilai- nilai yang terkandung didalamnya.
Menurut penulis jelas bahwa orang Mee atau Papua adalah pelaku dari sejarah dan budayanya sendiri, bukan orang lain apalagi akademisi luar Non- asli pribumi.
Komunitas Photography Dogiyai Gelar Rakor bersama Papuansphoto
Berhati-hatilah dalam memasuki pekarangan rumah orang lain tanpa memahami nilai-nilai namun sudah menjadi pelalu atau aktor utama dalam budaya dengan bermodal penelitian sementara bukan penelitian yang dihidupkan. Hal yang ditakutkan oleh leluhur kini njqdi nyata dan inilah yang disebut imajinasi kebudayaan secara halus dan profesional.
Mahasiswa Papua Jog-Lo merayakan Natal IPMANAPANDODE
d. Pelaku Sejarah dan Budaya atau Penonton dan Penikmat Sejarah
Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan.” – Thomas Jefferson
“Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di seluruh dunia, nilainya tetap dan tidak pernah fluktuatif. Gunakan dalam setiap transaksi kehidupan agar Anda mendapat point reward berupa kepercayaan.” – Harry Slyman.
Sebagai bangsa kita tentu ingat dengan sejarah bangsa sendiri, saya terkesan dengan kata-kata Bung Karno yang sangat terkenal : Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, budaya dan adat istiadat. Penghilang dan pemanipulasian sejarah dan budaya adalah kematian jati diri secara brutal lalu menganggap orang luar adalah pelaku sejarah pribadinya sendiri.
Terdapat banyak sekali cara untuk membunuh sebuah bangsa :
✓Bunuh orang- orang terdahulu, pelaku sejarah dan budaya, agat generasi berikutnya buta akan sejarah dan budaya bangsanya sendiri.
✓Hancurkan pendidikan, batasi penduduknya memperoleh ilmu, kuasai para guru-guru dan apa saja yang mereka bagi.
✓Rusak generasi mudanya. Mulai dari gaya hidup, tontonan, lingkungan, rusakkan moralnya dan rusakkan alat pemikirannya dengan narkoba.
✓Kendalikan pemerintahan. Karena pemerintahan memiliki peran efektif untuk mengatur segala yang ada di dalam sebuah negeri.
✓Cari orang-orang dalam yang menaruh ketidakpercayaan atau ketidakpuasan terhadap pemerintah yang berkuasa, lalu danai mereka untuk melakukan pemberontakan.
✓Benturkan elite-elite dengan berbagai kepentingan.
✓Buatlah mereka lapar, miskin, kesusahan maka orang akan bertindak brutal.
✓Embuskan angin fanatisme sempit dan buatlah jarak antara mayoritas dan minoritas. Rancang isu perbedaan ke permukaan dan jadikan mereka saling membenci.
✓Racuni sumber airnya dengan logam berat.
Jadikan pejabat-pejabatnya korup, mementingkan diri sendiri dan golongan.
✓Bikin negara tersebut bertikai dengan negara tetangga.
✓Kuasai ekonominya, beri investasi dengan mudah, lemahkan penegakan hukumnya lalu di saat yang tepat, cabut semua investasi dengan tiba- tiba.
Beberapa hal di atas kerap kali terjadi dalam suku Mee dan pada umumnya Papua. Dengan demikian untuk mengembalikan suatu kebiasaan merupakan suatu hal yang berat dan dapat dikembalikan namun membutuhkan perjalanan yang cukup berat dan panjang. Mempersatukan jauh lebih sulit dari pada menghancurkan dan menghancurkan jauh lebih mudah dari pada mempersatukan. Sama halnya mempertahankan, merawat dan memupuk jauh lebih sulit dari pada merukas yang sudah ada. Selain itu, suatu yang dianggap sebagai persoalan besar oleh sementara orang, belum tentu bagi pihak lainnya, oleh karena
Dosen asal Papua di jawa Memberikan Pelatihan Menulis Kepada IPMANAPANDODE Semarang-Salatiga
dirasakan telah menguntungkan, dan bahkan dianggap sebagai buah perjuangannya. Menghadapi kenyataan tersebut, menyelesaikan sesuatu yang dianggap sebagai masalah menjadi tidak mudah. Sebab, bagi mereka yang telah mendapatkan keuntungan dari sistem yang ada, sekiranya akan ada perubahan yang merugikan dirinya, mereka akan bertahan dan bahkan melawan
Ada banyak cara yang dapat dilakukan namun dari pada itu satu hal fundamental penting adalah membuat gerakan untuk membangun kesadaran bersama di semua lapisan. Gerakan itu sebenarnya bisa dimulai dari siapa saja dan tidak harus berbentuk formal dan apalagi menunggu waktu. Oleh karena sejarah dan budaya adalah jati diri, menyangkut kehidupan pribadi yang harus dimulai dari akar rumput atau dari bawah. menyangkut mental, maka harus dimulai dari atas.
Sebagai gerakan moral, sekalipun Kegiatan dimaksud berada pada wilayah politik, seharusnya sama sekalii tidak boleh dipolitisasi. Kegiatan yang berbau politis biasanya bersifat transaksional. Tatkala berbau transaksional maka gerakan itu tidak tahan lama, karena tidak tulus. Sudah menjadi kebiasaan, bahwa apa saja yang dilakukan dengan tidak tulus, —bukan Merupakan panggilan nurani, maka tidak akan ada hasilnya. Maka sebenarnya, kunci dalam membangun bangsa ini adalah harus dimulai secara bersama-sama, dari diri masing-masing orang, dan dilakukan secara tulus dan sabar. Jika hal itu tidak bisa ditempuh, maka hingga kapan pun bangsa ini akan tetap berada di kubangan masalah yang tidak pernah akan berhasil diselesaikan.
d. Kesimpulan
Kita adalah aktor utama dalam melihat sejarah dan budaya. Orang lain hanyalah sebagai penonton dan bukan pelaku sejarah. Orang Papua sudah diimarjinalisasikan secara sistematis dari banyak sisi. Oleh sebab itu, maka satukan pemikiran dan gerakan untuk membatasi akademisi Non- Papua yang membahas budaya bangsa Papua khususnya Orang Mee, karena ditakutkan akan terjadi penyimpangan budaya secara alamiah dan rohaniah. Hanya orang Mee, Papua yang memahami sejarah dan budayanya sendiri. Mulailah membangun jiwa kritis terhadap kebudayaan kebangsaan agar supaya tidak menjadi penonton diatas negeri sendiri.
Penulis: Karo-Dimou
Mahasiswa Aktif sekolah tinggi pembagunan Masyarakat desa disingkar (stpmd Apmd)