Oleh: Andre Hariyanto, CT.ALC, CFNLP, CLMA, CSTMI, Humas Pesantren Bisnis Indonesia Korda Malang Raya, Jawa Timur
SUARA UTAMA – Pengkaderan bukan hanya proses formalitas yang diwarnai serangkaian pelatihan, diskusi, dan rutinitas organisasi. Ia adalah perjalanan panjang yang melibatkan jiwa dan raga, mental dan spiritual, serta idealisme dan realita. Dalam pengkaderan, seseorang tidak hanya dibentuk menjadi anggota—tetapi menjadi pribadi yang tahan banting, berpemikiran kritis, dan siap memikul tanggung jawab besar bagi bangsa dan umat.
Melewati Batas Nyaman
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Setiap kader sejati pasti pernah merasa lelah, bahkan ingin menyerah. Mulai dari harus bangun pagi untuk agenda kegiatan, menghafal materi ideologi, hingga tugas-tugas organisasi yang tak kenal waktu. Semua itu bukan sekadar beban, tetapi ujian kesungguhan.
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Pengkaderan dengan sendirinya akan memaksa kita keluar dari zona nyaman—membuang ego, belajar menerima kritik, dan menata diri dengan disiplin yang kadang terasa menyiksa.
Dari Fisik ke Nurani
Pengkaderan yang baik bukan hanya melatih fisik, tapi juga membentuk nurani. Dalam dinamika forum-forum kaderisasi, seseorang ditempa untuk berpikir jernih di tengah tekanan, menyuarakan pendapat dengan adab, dan belajar mendengar dengan hati. Proses ini bisa jadi tidak instan—tetapi mereka yang menjalaninya dengan ikhlas akan merasakan buahnya: kedewasaan dalam berpikir dan kematangan dalam bersikap.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)
Kesetiaan pada Nilai, Bukan pada Figur
Perjuangan kader tidak boleh berhenti pada kekaguman terhadap sosok atau senioritas semata. Loyalitas sejati dalam pengkaderan adalah pada nilai, pada prinsip yang diperjuangkan. Kader yang matang adalah mereka yang tetap tegak meski tokoh panutannya pergi, yang tetap berjalan meski jalannya sunyi.
“Kebenaran itu tidak dikenal dari siapa yang mengatakannya, tetapi dikenal dari isinya.”
– Imam Syafi’i
Karena mereka paham: yang diperjuangkan bukan manusia, tapi perubahan.
Kader Bukan Produk, Tapi Proses
Kesalahan besar dalam memandang pengkaderan adalah menganggap kader sebagai produk jadi. Padahal, kader adalah proses. Ia akan terus belajar, terus berbenah, dan terus memperbaiki diri. Bahkan setelah dilantik, diangkat menjadi pengurus, atau menduduki jabatan tinggi, proses pengkaderan sejatinya masih terus berjalan.
“Jadilah seperti pohon yang jika dilempari batu, ia membalas dengan buah.”
– Ali bin Abi Thalib
Karena menjadi kader bukan status—melainkan komitmen hidup.
Kader Itu Pejuang
Perjuangan dalam pengkaderan memang berat, melelahkan, dan kadang membuat frustrasi. Tapi justru di situlah nilai sejatinya. Dari keringat, air mata, dan pengorbanan itulah lahir pemimpin sejati—yang tidak hanya cakap, tetapi juga berjiwa besar.
“Sesungguhnya pertolongan itu bersama kesabaran, dan jalan keluar bersama kesempitan.”
(HR. Tirmidzi)
Maka jika kau sedang berada di titik lelah dalam pengkaderan, jangan berhenti. Karena di balik semua itu, ada versi terbaik dirimu yang sedang dibentuk.
Penulis : Andre Hariyanto
Editor : Aisyah Putri Widodo
Sumber Berita : Redaksi Suara Utama