SUARA UTAMA – Tabuh bedug, diikuti kumandang adzan adalah kekhasan tanda waktu shalat umat muslim indonesia.
BACA JUGA : Lihat Program Pelatihan AR Learning Center April-Juni
Jamak bila adzan jadi pengingat waktu shalat di hampir seluruh penjuru dunia muslim. Selain adzan, bisa juga dipastikan, sebagian umat muslim di lndonesia, serentak berduyun-duyun menuju masjid guna menunaikan shalat, setelah mereka mendengar bedug bertalu-talu. Karena di Indonesia, alat tabuh itu berfungsi sebagai pemanggil dan pengingat waktu shalat sebelum dikumandangkannya adzan.
ADVERTISEMENT
![Tabuh Bedug Pengingat Shalat Umat Muslim 1 IMG 20240411 WA00381 Tabuh Bedug Pengingat Shalat Umat Muslim Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama](https://suarautama.id/wp-content/uploads/2024/04/IMG-20240411-WA00381.jpg)
SCROLL TO RESUME CONTENT
BACA JUGA : Khasiat Buah Alpukat untuk Kesehatan Rambut
MENGAPA HARUS BEDUG ?
Di Indonesia, bedug menjadi bagian
yang sulit dipisahkan dari tradisi biografi banyak orang, terutama bagi mereka yang akrab dengan lingkungan lingkungan keagamaan, khususnya pesantren. Jika lima kali seorang muslim harus menunaikan shalat, lima kali pula, dalam waktu yang sama, bedug ditabuh. Intensitas inilah yang pada akhirnya menghasilkan keakraban di hati warga muslim negeri ini.
![Tabuh Bedug Pengingat Shalat Umat Muslim 2 IMG 20220416 WA0034 Tabuh Bedug Pengingat Shalat Umat Muslim Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama](https://suarautama.id/wp-content/uploads/2022/04/IMG-20220416-WA0034.jpg)
Berbeda dengan adzan yang lebih mendasar pada irama suara muazin, bedug lebih merupakan sebuah penanda bunyi. Dalam beberapa agama tertentu, musik memang menjadi penanda bagi dimulainya sebuah sakral waktu untuk mulai melaksanakan ritual peribadatan.
BACA JUGA: Ini dia Khasiat Biji Jintan Hitam (ḥabbatus-sauda)
Suara lonceng di menara gereja, suara genta besar yang meninggalkan dengung mistis di biara atau kuil-kuil Budha, semuanya tak hanya menjadi penanda, melainkan juga imbauan atau ajakan pada seluruh umat untuk turut masuk ke dalam sakral waktu tersebut.
Bunyi-bunyian itu menjelma menjadi semacam simbol yang merangkum biografi setiap penganut agama tertentu. Bila bedug bisa menjadi bagian dari sebuah sistem tradisi Simbolik, sebagaimana terdapat di dalam seluruh agama, tentu ia dapat memiliki kekuatan impresi (baca: kesan mendalam) yang besar di dalam hati manusia.
![Tabuh Bedug Pengingat Shalat Umat Muslim 3 IMG 20220416 WA0030 Tabuh Bedug Pengingat Shalat Umat Muslim Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama](https://suarautama.id/wp-content/uploads/2022/04/IMG-20220416-WA0030.jpg)
Namun di balik itu semua, sebenarnya bedug mengandung dua makna, vertikal dan horizontal. Dari sisi vertikal, bedug mempresentasikan sakral waktu yang menunjuk pada dunia ke-Ilahi-an, sementara horizontal adalah representasi yang bergerak ke wilayah wilayah sosiokultural.
BACA JUGA: Redaksi Suara Utama Gelar Pelatihan Jurnalistik Gratis
Alih-alih tak hanya ketika waktu shalat tiba, pada hari hari tertentu pun, saat takbiran misalnya, pemukulan bedug semalam suntuk menjadi bagian ‘ritual’ yang paling menarik. Setiap orang seperti tak sabar bergantian memukulnya dengan berbagai irama, serta saling memperlihatkan ketahan tubuh.
Dulu memang di desa-desa, seorang penabuh bedug memiliki kepopuleran tersendiri di mata orang sekampungnya. Seseorang akan cepat dikenal karena ia mampu menciptakan irama pukulan dan memiliki kekuatan fisik bertahan lama dalam menabuh Bedug.
Sayangnya tak banyak sumber yang se- cara rinci menerangkan secara historis awal dan perkembangan bedug. Di Saudi Arabia sekalipun, penggunaan bedug di masjid-masjid tidak pernah ada, terutama jika merujuk pada sejarah pertama kali masjid didirikan oleh Rasulullah.
Sejumlah indikasi menunjukkan penggunaan bedug di Indonesia merupakan hasil pertemuan Islam dengan sebuah tradisi kebudayaan, sebagaimana terdapat pada berbagai desain dan bentuk arsitektur masjid, atau pada seni iluminasi Al-Quran di berbagai daerah.
Ada kemungkinan penggunaan bedug di masjid-masjid-pulau Jawa khususnya, merupakan hasil dan pengaruh pertemuan Islam di Jawa dan tradisi budaya Tionghoa.
Perkawinan tradisi tersebut juga kentara terlihat dengan adanya penggantungan bedug bedug besar di serambi-serambi masjid d tanah Jawa, terutama di pesisir Utara. Besar kemungkinan hal ini pengaruh dan arsitektur tiongkok, di mana kita bisa menjumpai bedug bedug yang tergantung di serambi klenteng.
Beberapa kemungkinan sangat beralasan, mengingat pengaruh tradisi kebudayaan Tiongkok demikian kuat masuk ke dalam bentuk-bentuk tradisi kebudayaan di Jawa kala itu, mulai dan arsitektur, seni tari, hingga seni musik.
Bentuk dan ukuran pada bedug tidak terdapat dalam khazanah instrumen musik perkusi di Jawa, melainkan terdapat dalam khazanah instrumen musik perkusi Cina, Korea atau Jepang.
Bentuk dan ukuran bedug pun beragam. Ada yang terbuat dari bahan-bahan khusus, yakni dari kayu-kayu pilihan, lalu dirancang sedemikian rupa menyerupai barang antik dengan plitur yang mengkilat, diberi ukiran, hingga terkesan eksotik. Demikian pula dengan pilihan bahan pada bidang tabuhan. Biasanya terbuat dari kulit pilihan, terikat kuat dengan rotan yang bagus di bibir lingkaran, serta tak ketinggalan dua kayu pemukulnya.
BACA JUGA: Ramadhan Syahrut Tarbiyah
Dalam hal ini Bedug terasa tak hanya pelengkap, tetapi juga bagian utuh dari seluruh ornamen masjid. Model dan desainnya bisa disesuaikan dengan gaya, warna, bentuk serta arsitektur masjid. Meski akhirnya pengeras suara telah ditemukan, sampai kini bedug tetap digunakan di masjid-masjid. Bedug telah menjadi bagian dari tradisi simbolik bagi penandaan dimulainya sebuah sakral waktu dalam Islam, yakni shalat.
Kendati lahir dari sebuah tradisi non muslim, konon. KH Hasyim Ashari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah seorang tokoh agama Islam yang menyetujui gerakan diadakannya bedug di masjid-masjid. Berbeda dengan salah seorang teman beliau, KH Faqih Mas Kumambang Gresik, yang sangat keras menentang bedug ada di masjid. Menurutnya, bedug adalah bid’ah karena tidak bersumber dari Islam.
Namun dalam pandangan KH Hasyim, bedug bisa diterima di kalangan Islam lantaran terjadi suatu gerakan transformasi yang sangat kondisional. yang bisa diyakini sebagai khazanah bagi sebuah budaya, sehingga, siapa pun tidak ada kendala untuk melakukannya secara terus-menerus.
Nabi SAW hanya pernah melarang bunyi-bunyian lonceng di masjid karena ia dipakai di tempat ibadah non muslim, sementara bedug tidak dilarang. Pemukulan bedug diniatkan hanya sebagai sarana interaksi sosial. yang Fungsinya seperti loud speaker. Hal ini masuk dalam syariat muamalah yang dibolehkan, karena tidak bertentangan dengan nash agama.